Wulan mengayuh sepeda tua milik ibunya sembari membawa rantang nasi dan sayur untuk Bapaknya sedang menunggu padi di sawah. Rutinitas setiap libur semester dia pulang ke desa tanpa membawa motornya yang ditinggal di kos.
Menjadi anak seorang petani membuat Wulan harus bisa menuntut ilmu dengan baik, mengingat bagaimana kerja keras kedua orang tuanya untuk membiayainya meneruskan pendidikannya di bangku kuliah.
Wulan bahkan tidak pernah menjalin hubungan dengan lawan jenisnya, dia hanya fokus belajar dan sesekali itu aktif dalam kegiatan organisasi kampus. Sungguh membosankan, namun itu tekad dia untuk tetap menjaga amanah dan nama baik keluarganya.
Setelah sampai di sawah Wulan berjalan di pematangan sawah dengan membawa rantang nasi dan sayur di tangan kanan kirinya. Semalam hujan cukup deras membuat tanah sedikit licin, Wulan berjalan perlahan dan dari kejauhan dia bisa melihat Bapaknya sedang duduk di gubug menarik-narik tali yang dihubungkan dengan orang-orangan sawah untuk mengusir burung yang ingin hinggap di padi.
"Lho, awas Nduk alon-alon nak kepleset." (Lho, awas Nduk pelan-pelan kalau kepleset).
"Nggih Pak." (Iya Pak).
Setelah sampai di dekat gubug Wulan menyadari ternyata Bapaknya tidak sendiri, ada lelaki dewasa yang sedang mengobrol dengan Bapaknya.
Wulan yang terkesan memiliki sifat cuek dan tidak pandai basa basi pun enggan untuk menyapa lelaki tersebut.
"Lha ibu neng ndi kok awakmu sing ngirim?" (Lha ibu kemana kok kamu yang ngirim?)
"Ibu wau diajak Bu Dhe Endang tilik Mbah Wari teng rumah sakit." (Ibu tadi diajak Bu Dhe Endang jenguk Mbah Wari di rumah sakit)
"Pak, sepedanya Ibu kok ga penak toh? Tadi aja pas tak pakai los terus rantainya." (Pak, sepedanya Ibu kok nggak enak toh? Tadi aja pas aku pakai lepas terus rantainya).
"Ya jeneng e sepeda tua Nduk, sesok didandani Bapak. Lha arep didol ya ora payu, akhir e sepeda mu sing didol, lumayan toh payu ko telung atus ewu." (Ya namanya sepeda tua Nduk, besok dibenari Bapak. Lha maudijual ya tidak laku, akhirnya sepeda mu yang dijual lumayan toh laku tiga ratus ribu).
Lelaki itu mengamati interaksi bapak dan anak gadis itu dengan kagum, karena dia sudah mengalami sendiri setiap Bapak pasti akan mengusahakan apapun untuk membahagiakan anaknya. Seperti halnya dia, dia akan mengusahakan yang terbaik untuk kedua anaknya.
Wulan pun pamit pulang, sebenarnya dia ingin menemani bapaknya namun dia tidak nyaman karena ada lelaki dewasa itu yang menemani bapaknya, dia sedikit risih beberapa kali saat tatapan mereka bertemu lelaki itu menatapnya sedikit aneh, Wulan benar-benar tidak nyaman. Wulan selalu bersikap kaku dan dingin saat berinteraksi dengan laki-laki.
"Halah Mas, kuliahke bocah tibak e ya ora main-main e. Wingi lagi bayar sesok wis bayar neh, urung iso ambegan ae wis dikon blayu neh rasane." (Halah Mas, kuliahkan anak ternyata tidak main-main. Kemarin bayar besok sudah bayar lagi, belum bisa nafas aja sudah disuruh lari lagi rasanya).
"Lha inggih Pak, nopo malih anak wedhok enten mboten wonten nggih tetep dipadoske." (Lha inggih Pak, apa lagi anak perempuan ada tidak ada ya tetap dicarikan).
"Iyo Mas Darsa. Opo maneh iki arep lulusan bayar KKN opo karo pye neh, ya iki mung iso jagake pari ne iki, iyo nak apik lha nak koyok taun wingi ya soro." (Iya Mas Darsa. Apa lagi ini mau lulusan bayar KKN apa sama gimana lagi, ya ini hanya bisa jagakan padi ini, iya kalau bagus kalau seperti tahun lalu ya susah).

KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Mas Darsa
Storie d'amoreCerita ini berbau dewasa (18+) (Duda series kedua setelah cerita Unexpected Love) ***** Wulandari Pramita seorang guru sekolah dasar yang di usia ke dua puluh enam tahun ini belum juga berkeluarga. Kedua orang tuanya sudah tidak tahu lagi bagaimana...