"Cen-Cen.. lihat Mbak Jani digendong Ayah.." panggil Anjani pada Sena yang sedang belajar berdiri dan melatih keseimbangan tubuhnya, Sena pun yang merasa dipanggil Anjani hanya menoleh dan tersenyum lebar pada Mbaknya yang sedang menempel dipunggung Ayahnya
"Tuh Mbak digendong Ayah, Sena nggak ikut?" Tanya Wulan pada bayi berumur delapan bulan itu
"Ayah... Ayah... Mas Rama ikut.. ikut.. ikut.. ikut.. ikut.. ikut.." bukannya Sena yang ikut, malah Rama yang teriak ingin digendong juga dengan sang Ayah
"Sini Mas Rama depan, sini." Suruh Darsa pada Rama untuk menempel ke dadanya, sehingga tubuh Darsa depan belakang menahan beban Anjani dan Rama
"Ke balkon, Yah.. ayo jalan." Ajak Rama dan Darsa pun menuruti mereka memutar seisi kamar hotel yang mereka tempati, memang pagi tadi mereka menghadiri acara pindahan Dhimas dan Anin, sesuai dengan kata Darsa dulu ia ingin mengajak keluarganya untuk menginap di hotel merayakan ulang tahun Rama, ulang tahun Darsa juga sebenarnya namun karena acara pindahan rumah Dhimas dan Anin dicepatkan maka tidak masalah untuk Darsa menyenangkan anak dan istrinya
"Udah Mbak, Mas, nanti kalau Ayah encok lho." Kata Wulan memperingati Anjani dan Rama, namun Darsa bukannya menurunkan kedua anaknya malah membawa mereka berjalan-jalan sembari menggoda Sena yang masih asyik dengan latihannya
"Ngledek Mamah i, padahal kalau disuruh gendong Mamah lho, Ayah masih kuat."
"Mosok?" Tanya Wulan meragukan suaminya
"Ayo, turun-turun, Ayah mau gendong Mamah, pembuktian, masak Ayah diledekin Mamah."
"Ih Ayah, nggak mau, enak digendong gini, Mamah pengen ya digendong sama Ayah." Goda Rama namun tidak mau turun dari gendongan Ayahnya
"Iya ya, Mamah pengen makanya ledekin Ayah. Berat badannya Mbak Anjani berapa?" Tanya Darsa pada Anjani
"Hmm, 43 yah."
"Mas Rama?"
"Nggak tau, berapa ya Mah?"
"Mas Rama 39 kg beratnya." Jawab Wulan
"Lha 43 tambah 39 berapa Mah?"
"82 Ayah." Sahut Anjani
"Nah, iya. Mamah berapa berat badannya?"
"Nggak mau ah." Jawab Wulan
"Kenapa? Dih, pakai malu-malu segala."
"Nggak ngapain malu, Mamah udah nggak pernah nimbang. Mamah alergi sama timbangan." Jawab Wulan, memang sejak hamil dan melahirkan Sena, badan Wulan berubah drastis bahkan dia tidak percaya diri setiap kali diajak keluar suaminya, menurutnya sangat berbeda dengan Darsa yang semakin tua semakin menawan
"Bohong, kemarin waktu suntik nimbang gitu." Ingat Darsa membuat Wulan malu, memang setiap bulannya Wulan memilih untuk KB suntik, dia berjaga-jaga mengingat kebutuhan suaminya itu diatas rata-rata Wulan tidak ingin mengambil resiko untuk menambah anak dengan jarak yang dekat
"Ih, Ayah ngintip ya?"
"Ngintip nggak ngintip Ayah juga tau lah Mah, berapa? 75? 70? Atau malah 80?"
"Sembarangan aja, nggak yaaa. Ayah doain Mamah segedhe itu?" Balas Wulan dengan tidak terima, membuat Darsa tertawa terbahak lalu menurunkan Anjani dan Rama ke kasur
"Hayoo lho Yah, mamah marah lho." Kata Rama dengan pelan dan bernada 'hayoo loh hayooo'
"Hayooo loh, Ayahh... Mamah marah.."
"Apasih Rama, kamu kira ayah sama mamah anak kecil apa." Sahut Anjani melihat Rama yang menggoda Mamah dan Ayahya
Wulan yang melihat tingkah Rama pun tidak bisa menahan tawa, ada ada saja anak Darsa yang satu itu

KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Mas Darsa
RomanceCerita ini berbau dewasa (18+) (Duda series kedua setelah cerita Unexpected Love) ***** Wulandari Pramita seorang guru sekolah dasar yang di usia ke dua puluh enam tahun ini belum juga berkeluarga. Kedua orang tuanya sudah tidak tahu lagi bagaimana...