40

139K 12K 1.2K
                                    

Perang dingin masih terus berlanjut sampai dimana hari ini Sena berulang tahun untuk yang pertama kalinya. Wulan masih belum bisa bersikap biasa saja dengan Darsa, bahkan beberapa hari ini Darsa juga memilih untuk tidur di luar dari pada di kamar dengannya dan juga Sena.

Bertambah curiga lagi beberapa kali dia melihat Darsa berbincang ditelepon dan bersembunyi - sembunyi. Dia ingin berpikir positif namun semakin hari tingkah Darsa semakin tidak wajar baginya. Bahkan ponsel yang biasanya dianggurkan Darsa dengan sembrono kini tidak pernah lepas dari genggaman Darsa yang sering terlihat gusar.

Pulang dari sekolah Wulan merebahkan dirinya di kasur, hari ini sangat melelahkan baginya. Belum  nanti satu jam lagi dia harus menjemput Anjani dan mengambil pesanan donat untuk ulang tahun Sena, berhubung Sena sudah doyan ngemil dan beberapa kali diberi makan donat bahkan anak Wulan itu sangat menyukai, namun Wulan tetap membatasi untuk porsinya, makanya Wulan memesan donat kentang untuk merayakan ulang tahun  anak lelakinya.

Wulan pun sholat dhuhur lebih dahulu sebelum menyusul Sena yang ada di rumah belakang bersama Dania.

Brak

Wulan terkejut saat pintu kamar dibuka dengan keras dan menampilkan sosok Darsa dengan penuh amarah memasuki kamar dan membuka pintu almari dengan tergesa. Untung saja dia sudah menyelesaikan sholatnya. Wulan mengamati setiap gerakan sang suami, dia lihat sang suami mengambil uang tabungan mereka yang sengaja dia simpan dilaci dalam lemari.

"Yah? Ada apa?" Egonya turun, dia beranikan diri membuka suara untuk menanyakan pada Darsa yang masih terlihat bingung sembari menghitung setiap lembar uang yang ada

"Yah? Ada masalah? Sampai-sampai ambil uang tabungan?"

Darsa masih tidak menghiraukan Wulan, dia masih sibuk dengan gerakan tangannya, dia khawatir melihat wajah Darsa yang terkesan tergesa-gesa dan kebingungan

Setelah selesai menghitung dan memasukan beberapa bandel uang ke dalam tasnya, Darsa bergegas keluar tanpa menutup atau pun merapikan laci yang tadi sudah dia obrak abrik tanpa menghiraukan Wulan yang kebingungan melihat tingkahnya.

Wulan geram, seolah tidak dianggap Darsa, tanpa melepas mukena yang melekat ditubuhnya dia mengikuti Darsa yang berjalan ke dapur mengambil minum, Darsa sama sekali tidak meresponnya 

"Mas! Aku neng kene nakoki sampeyan lho?! Sampeyan ora nganggep aku opo sampeyan ora iso ndelok nak aku neng kene?!"

("Mas! Aku disini nanya kamu lho?! Kamu nggak menganggap aku atau kamu tidak bisa melihat aku disini?")

Darsa yang sedang minum pun spontan membanting gelas yang ada dalam genggamannya

Pyaarrr!!!

Wulan tersentak bahkan dia sempat mundur beberapa langkah untuk menghindari pecahan kaca yang ada disampingnya.

"Ngelu aku! Wis toh meneng ae! Tugasmu neng kene mung meneng ae ngurus bocah-bocah, bojo, karo omah. Ora usah melu-melu ngurusi urusan gaweanku! Crewet!"

(Pusing aku! Udah toh diam saja! Tugasmu disini hanya diam saja mengurus anak-anak, suami dan rumah. Tidak perlu ikut-ikut mengurus pekerjaan ku! Cerewet!)

Setelah itu Darsa pergi meninggalkan Wulan yang menunduk dan berdiri lemas. Wulan masih berusaha mencerna perkataan Darsa, tidak pernah terbayangkan kalau Darsa akan bersikap sekasar ini. Hatinya begitu sakit, bahkan Darsa mengatakan hal tersebut tanpa memikirkan perasaannya.

Dengan air mata yang terus menetes dia membersihkan pecahan kaca dan memastikan tidak ada yang tertinggal, tanpa mereka sadari Rama melihat, anak laki-laki itu melihat saat sang Ayah membanting gelas dan membentak Mamahnya dari ujung tangga.

Istri Mas DarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang