22

197K 11.7K 681
                                    

Darsa menatap Wulan tajam, Wulan yang terkejut keberadaan sang suami pun segera berjalan ke arah suaminya. Tadi dia memang sengaja pergi ke minimarket di siang hari setelah sholat dhuhur karena antisipasi Darsa kalau pulang istirahat, namun ternyata malah Darsa tidak pulang dan dia memutuskan untuk nekat pergi sendiri tanpa izin pada suaminya, pasalnya Wulan memang sudah dilarang oleh Darsa untuk tidak mengendarai motor sendirian ke jalan raya, namun Wulan masih dibolehkan mengendarai motor ke rumah orang tuanya yang rumahnya tidak jauh juga dari rumah Darsa. Darsa pun memang khawatir namun dia bolehkan saja keinginan istrinya, lagi pula hanya jalanan desa, tidak seramai kalau di jalan raya.

Namun kali ini Wulan melanggar larangan suaminya yang dianggap terlalu lebay untuk Wulan, karena memang prinsip dia selagi dia bisa dan mampu melakukan sendiri maka dia tidak akan butuh bantuan orang lain, itu prinsip yang dipegang Wulan sejak dulu, tanpa melihat kondisinya saat ini. Lagi pula dia juga tetap berhati-hati, tidak mungkin dia akan membahayakan dirinya sendiri juga anak yang ada dalam kandungannya.

"Darimana?" Dingin dan ketus yang ditangkap oleh telinga Wulan

"Cari es krim, di minimarket."

"Siapa yang kasih ijin?"

"Ya cuma di minimarket apa ya kudu ijin toh Yah. Jangan lebay deh."

"Lebay? Kata Mamah lebay?! Mamah itu mikir nggak? Sadar ora?! Udah berkali-kali Ayah bilang kalau butuh apa-apa bilang, perut Mamah itu sudah besar, mau ke minimarket itu lewat jalan gedhe lho Mah! Kalau kenapa-kenapa gimana coba? Mbok ya mikir toh!"

"Tapi Mamah gapapa, Yah. Wong ya pelan-pelan, buktinya bisa sampai rumah lagi dengan selamat."

"Pelan-pelan? tapi namanya jalan besar kondisi hamil besar seperti ini tidak ada yang bisa menjamin kalau tidak akan terjadi sesuatu. Dikandani pisan pindho ora tau nurut, njaluk mu opo? Kok ngeyel ae!"

(Dikasih tahu sekali dua kali tidak nurut, minta mu apa? Kok ngeyel terus!)

"Tapi Mamah kepengen es krim Yah, kalau nunggu Ayah kelamaan." Kata Wulan pelan karena jujur saja dia takut melihat Darsa yang sedang marah dan meninggikan suara

"Kelamaan?! Terus nekat ngono? Mah, kalau Mamah bilang Ayah yo pasti Ayah usahakan cepat pulang, wong ya proyeknya Ayah dekat sini saja, seberapa lama?! Memang dasarannya Mamah aja yang keras kepala, ora iso dituturi, wes mboh sekarep mu ae lah!"

(Tidak bisa dinasehati, sudah terserah mu saja lah!)

Kata Darsa lalu berjalan dan mengendarai motor meninggalkan rumah dan Wulan yang masih berdiri di depan pintu tertunduk sembari menatap kantong plastik yang ada di tangannya dengan nanar.

Tanpa sadar ia menitipkan air mata, segera di usap lalu masuk rumah, langkahnya terhenti ketika menyadari ada ibu mertuanya yang sedang menonton televisi bersama Anjani, sudah dipastikan kalau beliau mendengar suara Darsa memarahinya tadi, karena Darsa berkata tanpa dapat ditahan dan memikirkan apa ada orang lain yang mendengar marahnya pada Wulan.

Sri memandang menantunya yang segera menunduk saat bertemu pandangan dengannya, lalu Wulan berjalan ke dapur dengan berusaha menahan isak tangisnya dan menahan malu dengan ibu mertua juga anak perempuannya.

Mbah Sri yang merasa kasihan dengan menantunya pun segera menyusul Wulan ke dapur, Wulan terduduk dan meminum segelas air dengan sesenggukan.

Hatinya sakit saat Darsa membentaknya, dia juga marah dengan dirinya sendiri kenapa tidak mendengar larangan suaminya walaupun sebenarnya dia tidak ingin merepotkan sang suami hanya dengan keinginan kecilnya ini.

"Nduk.." panggil Sri mengusap bahu sang menantu

"Wes yang sabar, Darsa tadi cuma emosi, jangan dimasukkan ke hati omongannya, nanti juga baik lagi. Wes jangan ditangisi." Ujar Sri berusaha menenangkan Wulan namun yang ada Wulan malah semakin teringat perkataan sang suami tadi

Istri Mas DarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang