Part 43

885 50 8
                                    

"Kini kita berjarak. Saling menjauh, tapi saling berharap. Menyusahkan saja."
~Reganata




KALAU ADA TYPO KOMENT YA, BIAR NANTI AKU PERBAIKI, TOLONG BANTU AKU BUAT REVISI:)




"MARSELA DOMAN!" bentakan keras hasil dari melihat kejadian tak terduga berhasil merebut atensi Sela.

Gadis berambut cukup berantakan itu menoleh cepat ke pintu utama. Di sana nampak sosok Papanya berdiri tegap dengan napas naik turun menahan emosi. Kedua tangannya terkepal kuat menahan gejolak tak kasat mata yang menyerang ulu hatinya.

Sementara di depan Sela. Arsa cepat-cepat menggendong Bebi yang menjadi korban tusukan pisau tadi, darah menetes deras di lantai, kemejanya juga ikut ternoda, tapi Arsa tidak peduli, janin di rahim Bebi lebih penting untuk diselamatkan.

Grusak-grusuk tak bisa dihindari. Sambil mengeluarkan sumpah serapah, mereka bergegas memberikan pertolongan pada Bebi dengan membawanya ke rumah sakit terdekat. Altar dan Gita memilih untuk tinggal, mereka akan mengawasi Sela yang saat ini sedang dihakimi oleh Papanya sendiri.

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi mulus Sela. Gadis itu meringis perih sambil mendongak kaget, sebelah tangannya memegang bekas tamparan Papanya dengan menyorot tak percaya.

"Papa pukul aku?" lirih Sela tak percaya Papanya akan main tangan padanya. Sejak kecil Ia selalu dimanja, Ia tak menduga Papanya akan berubah menjadi kasar seperti ini.

Altar masih bersedekap dada menonton dengan santai, dengan Gita yang menyandarkan kepala di bahunya merasa sedikit kasihan dengan keadaan Sela saat ini.

"Papa gak pernah ajarin kamu untuk berbuat jahat seperti ini, Marsela! Papa gak nyangka kamu akan kasih hadiah terburuk untuk Papa di tahun ini. Kamu benar-benar bikin Papa kecewa!" ucap Papa Sela dengan tajam dan kembali melayangkan tamparan lumayan keras.

Altar dan Gita meringis ngilu melihatnya. Setidaknya Sela langsung mendapat sedikit karma. "Lihatlah, semua dosanya jatuh bertebaran bersama bedak di pipinya," celetuk Altar dengan nada super kecil.

"Bahasa lo ketinggan, gue sampe gumoh dengernya," balas Gita sambil memajang raut ingin muntah.

"Tapi sepuluh, kan?"

"Setujuh goblok!" desis Gita kesal sambil menabok kepala Altar dari belakang.

Sela menangis sesenggukkan. Ia bahkan tak berpikir banyak tadi saat memegang pisau. Ia kalut, Ia benar-benar bingung harus berbuat apa. Regan harus menjadi miliknya, tapi Ia sudah kalah sekarang. Ia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Ma--maafin aku, Pa, aku kalut," lirih Sela yang langsung berlutut di kaki Papanya. Memeluk kaki Papanya yang hendak pergi begitu saja meninggalkannya.

Sela terjungkal saat tubuhnya ditendang begitu saja. Tangisannya meraung keras, Ia menyesal karena sudah mengecewakan Papanya.

"Menjauh dari saya!"

Sela menangis keras mendengar bentakan Papanya. Altar dan Gita yang melihatnya semakin tak tega. Tak tega untuk diam saja, rasanya mereka ingin ikut menendang wajah Sela berkali-kali dan merobek wajah menyedihkan Sela saat ini.

Regan ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang