Part 19

1K 74 24
                                    


"Tetaplah bertahan, walaupun segala di sekitarmu membawa luka, walaupun semuanya terlalu berat untuk dilakukan. Percaya, kebaikan akan selalu datang pada orang yang baik."
~Anggita Purnama













"Ini rumah Regan yang waktu itu?"

Pertanyaan bodoh dari mulut Rena sontak membuat Regan menghela napas lelah. Bagaimana caranya membuat Rena berpikir sedikit lebih waras?

"Menurut lo aja gimana." Regan lelah. Bodoamat Rena akan menanggapi apa nantinya.

Pemuda berkaus hitam lengan pendek itu berjalan tepat di depan Rena, meninggalkan Rena yang masih berjalan lambat mengikutinya di belakang. Gadis berambut panjang tergerai itu masih mengamati rumah megah Regan, berusaha mengingat dengan baik apakah rumah itu sama dengan rumah yang pernah mereka datangi sebelumnya.

"Kayaknya bukan deh, ini bukan rumah Regan yang waktu itu Rena datangi," sergah Rena sambil terus berjalan lambat.

Regan diam, Ia membiarkan gadis itu berceloteh tidak jelas.

"Waktu kemarin Rena ke sini, gordennya warna putih, kalo sekarang warnanya kuning. Terus di bagian sini gak ada meja, dan sekarang ada meja begini. Ini rumah siapa, Regan?"

Regan menghentikan langkahnya. Masalah gorden saja dibahas, segabut itukah Rena?

"Rumah gue."

"Emang Regan udah bisa bikin rumah sen-"-diri?

Regan cepat-cepat memotong ucapan Rena. "Rumah bokap gue."

Ia terlalu malas untuk membahas sebenarnya itu adalah rumah milik siapa.

Rena mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Tapi gorden sama mejanya kok beda?"

"Gordennya kan bisa diganti. Mejanya juga bisa dipindah. Memangnya di rumah kamu gak pernah ganti gorden?"

Rena menoleh kaget ke sumber suara. Bukan, itu bukan suara Regan. Melainkan suara milik seorang lelaki paruh baya yang mengenakan pakaian santai.

"Pe--pernah Om." Tangan Rena reflek terulur untuk salim pada Papa Regan. Iya! Itu Ryan! Masih ingatkan? Hubungan Regan dengan Ryan memang kurang baik, tapi Ryan selalu berusaha untuk mendapatkan kepercayaan Regan kembali.

Ryan tersenyum tipis sambil menerima sambutan tangan Rena. Lelaki itu terkekeh saat Rena menyalimi tangannya dengan khidmat.

"Ekhem!"

Deheman Regan membuat Rena mendongakkan kepalanya, Rena terbelalak saat menyadari tangannya masih menggenggam tangan lelaki paruh baya di hadapannya itu. Cepat-cepat Ia melepaskannya.

"Ma--maaf Om, Rena gak sengaja, Rena gugup ketemu Papanya Regan." Rena menatap Ryan takut. Gadis itu menunduk dalam-dalam untuk mengurangi rasa malunya.

Ryan terbahak keras, lelaki paruh baya itu mengusap kepala Rena pelan. Yang sontak dihadiahi tatapan tajam dari Regan.

"Kamu ini lucu sekali, kamu pacarnya Regan, ya?"

"Bu--bu--bukan Om." Geplak saja mulut Rena! Kenapa rasanya gugup setengah mati?!

"Terus? Kalian cuma berteman?" Ryan menatap Rena dengan antusias, Ia merasa Rena akan menjadi jembatan Ryan memperbaiki hubungan dengan anak tunggalnya.

"Lebih baik kita duduk dulu, ada yang mau aku bicarakan sama, Papa." sempat ragu dalam mengucap kata 'Papa', tapi akhirnya terucap juga karena Ia tidak ingin Rena bertanya banyak.

Regan ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang