"Perihal sikap manis yang selalu kau berikan padaku. Apa kamu pantas disebut sebagai seorang teman?"
~Renata MaghelsaPagi yang sunyi. Rena duduk manis di kursi depan rumahnya dengan mengenakan pakaian seragam lengkapnya. Jam tangannya sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Tapi yang ditunggu-tunggu tidak datang juga. Rena bangkit dari duduknya, mondar-mandir gelisah karena menunggu seseorang yang sudah mengatakan bahwa akan mengantarnya ke sekolah pagi ini.
Ayahnya juga sudah berangkat ke kantor. Itu karena Rena yang sudah bilang akan berangkat ke sekolah bersama Regan. Tapi Regannya mana? Nyasar di gorong-gorong kah? Tersesat di masa lalu? Terlindas bayangan mantan atau bagaimana?
Rena menghembuskan napas kasar. Merapikan rambutnya sendiri kemudian melangkah keluar gerbang rumahnya tak lupa menguncinya kembali. Ia sudah mengunci pintu rumahnya sedari tadi. Rena harus berangkat sekarang, Ia tidak mau sampai terlambat datang ke sekolah.
Masa bodoh dengan Regan yang mungkin nanti akan melongo saat melihat rumahnya sepi. Ia membulatkan tekadnya untuk tidak sampai tersesat di jalan raya. Rena bisa. Ia yakin bahwa dirinya bisa pergi ke sekolah sendirian.
Rena berusaha mencari angkot yang berhenti di pinggir jalan. Gadis berambut panjang terurai itu sesekali mengusap peluh yang jatuh di pelipisnya. Karena kemacetan dan padatnya kota Jakarta di pagi hari ini, membuat rasa lelahnya meningkat berkali-kali lipat. Angkot yang Ia berhentikan pasti sudah penuh sesak oleh penumpang.
Karena tak kunjung mendapatkan kendaraan umum, Rena memutuskan untuk berjalan terlebih dahulu. Semoga saja nanti ada angkutan yang kosong dan mau menampungnya. Rena berjalan cepat di pinggir trotoar sambil sesekali melirik jam tangan pink yang melingkar manis di pergelangan tangan kirinya.
Seperti biasa, hal yang lumrah bagi seorang Renata Maghelsa adalah 'jatuh'. Ya! Nyusruk, ngegedubrak, sama artinya dengan jatuh bukan? Karena tidak terlalu memperhatikan jalan, Rena tersandung batu yang tergeletak tak berdaya di tengah trotoar.
Akibat batu mungil tak berdosa itu, tubuh Rena langsung jatuh menyusruk ke depan dengan sangat tidak elit. Untung saja roknya tidak tersingkap, jadi Rena tidak merasakan malu yang membuatnya ingin menabrakkan dirinya ke truk tronton saat ini juga.
"Aduh Papa...." Rena merintih kesakitan sambil mengelus lututnya yang mulai mengeluarkan darah, akibat gesrekan lututnya dengan kerasnya beton trotoar, darah mengucur perlahan-lahan dan semakin deras.
Sakit. Perih. Malu. Rasanya bercampur-aduk di dalam diri Rena saat ini. Masih dalam posisi duduk, Rena menundukkan kepalanya dalam-dalam untuk menghindari tatapan mengejek dari beberapa pasang mata yang kebetulan melihat kejadian jatuhnya Rena tadi.
Rena mengusap air matanya yang tiba-tiba menetes di pipi kirinya. Ia tidak boleh menangis, ini hanya luka kecil. Iya, hanya luka kecil. Ia harus bangkit sendiri. Rena sendirian, dunia tidak boleh mengejeknya hanya karena lututnya yang lecet sedikit saja.
Rena berusaha untuk berdiri, tapi nyeri di lututnya terasa semakin menghujam parah. Rena menggigit bibir bawahnya dengan kuat untuk menahan rasa sakit yang Ia rasakan saat ini. Tidak. Ia tidak bisa menahannya lagi. Rena menangis dan membiarkan air matanya luruh dengan sendirinya. Tubuhnya bahkan sampai bergetar karena isakannya yang semakin dalam, menangis tanpa suara, rasanya sangat menyakitkan.
Bahkan tidak ada satupun orang yang mau menolongnya, Rena menghapus kasar air mata di kedua pipinya, Ia menarik napasnya dalam-dalam, kemudian menghembuskannya secara perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regan ( Completed )
Fanfiction~ Vektor cover by Akbar ~ Regan itu badboy tapi goodboy. Bagaimana jadinya jika seorang pemuda dingin dan cuek, bertemu dengan seorang gadis yang memiliki bakat ceroboh dan berpikiran lugu? Regantara yang selalu mengusik Rena, atau Renata yang selal...