Extra part special for you II

1.2K 57 13
                                    

Follow akunku yuu,
Mau denger aku nyanyi?
Cek ig, @windianita10

Mo follback atau tanya2 jg bole. Tolong bantu share dong biar readersnya nambah:)

Alhamdulillah 26k uwaw, semoga sampai ke jutaan ya. Aamiin.
#haluajadulu

"Allahuakbar! RENATA!"

Sejauh mata memandang. Hanya ada kapas, kapas, dan kapas. Bukan, ini bukan negeri di atas awan. Tapi ini adalah sedikit cuplikan tentang kecerobohan seseorang yang sudah mendarah daging sejak zigot.

Suara bariton dari seorang lelaki berkemeja biru muda terdengar memenuhi sebuah ruangan besar, tepatnya di ruang tengah keluarga Malhetra. Lelaki tersebut memijat pelipisnya yang terasa nyeri.

Regan mengerjap sambil berkali-kali menghembuskan napas panjang. Baru pulang bekerja, kapas berserakan di mana-mana. Sebenarnya apa yang Rena lakukan sampai keadaan ruang tengah mereka bisa seperti ini?!

"Gak boleh marah, Gan. Astaghfirullah," ucap Regan mengingatkan diri sambil melangkah mencari keberadaan si biang onar. Tangannya bergerak menggulung lengan kemejanya sampai sesiku.

Tempat pertama yang Ia tuju adalah dapur, tapi istrinya tidak nampak wujudnya. Ia memilih naik untuk ke kamar, menggeleng pelan saat pintu kamar mereka terbuka sedikit.

"Assalamu'alaikum," lirihnya sambil melangkah pelan masuk ke dalam. Regan tercekat menatap pemandangan di depannya. Rasa lelah dan amarahnya menguap begitu saja saat menatap wajah damai istri dan anaknya yang sedang tertidur pulas saat ini, Ia mendekat.

Tanpa sadar, seulas senyum tipis terpatri di wajah Regan. Tangannya bergerak mengusap rambut Rena dan mengecup kedua pipi perempuan itu bergantian. Menyebabkan si empunya menggeliat pelan dan bergerak bangkit dari posisi tidurnya. 

"Mas udah pulang?" Rena mengerjap pelan menatap Regan yang sedang menggendong bayi mereka, cucu sulung keluarga Malhetra, Arbian Malhetra.

"Bian tidur dari tadi?" Regan bertanya sambil menciumi pipi gembul bayi berusia sepuluh bulan itu. Rena mengangguk, Ia bergerak menggelung rambutnya ke atas sambil hendak meraih Bian ke gendongannya.

"Mau apa?" Regan bertanya sambil menjauhkan Bian dari jangkauan Ibunya.

"Mending Mas mandi dulu. Biar aku bawa Bian sekalian siapin makanan buat kamu." Rena tersenyum simpul. Ia mengganti panggilan mereka karena sudah ada Bian, tidak sopan kalau nantinya Bian ikut memanggil Ayahnya dengan sebutan nama seperti kebiasaan Renata dulu.

Regan menggeleng. "Kamu siapin aja. Bian biar sama aku dulu, anak Ayah masih mau main sama Ayahnya ini, iya 'kan sayang?" Regan tak hentinya menggesekkan hidungnya di pipi putranya itu. Tawa Bian pecah menampilkan dua gigi kecilnya yang baru tumbuh.

Rena menghela napasnya pelan. "Ya udah," sahutnya sambil mengambil langkah menuju dapur. Ia menoleh saat mendengar tapak kaki di belakangnya. "Mas mau ngapain? Kenapa ngikutin aku?"

"Emang gak boleh?"

Rena mengerjap. "Terserah kamu lah." Ia lelah. Membiarkan Regan mengikutinya bahkan sampai duduk di kursi makan.

Regan menatap istrinya yang sedang menyiapkan makanan untuknya. Ia berdehem. "Kenapa ruang tengah jadi kaya negeri di atas awan?"

Rena menoleh, mengangkat sebelah alisnya. "Maksud Mas, apa?"

"Kapas. Banyak kapas di ruang tengah." Regan menoleh ke bawah saat Bian menarik ujung kemejanya. Balita itu menggerakkan mulutnya seperti sedang bicara sesuatu, tapi yang terdengar hanya gumaman tak jelas.

"Kenapa, Sayang?" Papa muda itu merubah posisi Bian menjadi berdiri di pangkuannya. Senyumnya mengembang saat Bian menubrukkan kepalanya di dada bidangnya. Mungkin Bian lelah karena Regan tidak paham dengan apa yang Ia maksud.

Rena datang membawa sepiring nasi beserta lauk pauknya, juga segelas teh manis hangat dan buah sebagai cuci mulut. Ia meletakkannya di atas meja, lalu mengambil posisi duduk di kursi samping suami dan anaknya.

"Sini Bian sama Bunda, biarin Ayah kamu makan dulu, ya." Regan tidak membiarkan Rena menggendong Bian, hal itu membuat istrinya mengerutkan kening heran.

"Bian sama Ayah aja. Bunda yang suapin aku." Regan tersenyum manis, berusaha merayu Rena yang nampaknya akan emosi lagi.

Tidak ada pilihan. Rena sekarang mengurus dua bayi, yang satu sudah berumur, yang satu masih balita. Ia menuruti ucapan suaminya, bergerak menyuapi Regan dengan sabar.

"Kamu belum jawab pertanyaan Mas," tanya Regan setelah menelan kunyahannya.

"Tadi aku jatuh pas mau gantung kapas di samping lemari," jawab Rena sambil menatap takut suaminya.

Regan menghentikan tangan Rena yang akan menyendokkan nasi lagi. "Jatuh gimana? Kenapa bisa jatuh? Kamu gak hati-hati?!"

Rena mencebikkan bibirnya kesal. "Aku udah hati-hati, kok, Mas. Cuma lagi waktunya jatuh aja," jawabnya sambil mengelus pipi Bian yang sedang menatapnya sendu.

Regan menghela napas sabar, sifat ceroboh Rena benar-benar sudah mendarah daging. "Terus kamu gak papa? Kenapa bisa kapasnya berserakan kaya gitu?"

Rena menggeleng yakin. "Aku gak papa kok, Mas. Kapasnya 'kan udah aku bentuk bundar-bundar, terus malah jatuh semuanya, pas mau aku beresin, Bian nangis jadi aku pilih gendong dan nidurin dia dulu." Rena menggigit bibirnya ke dalam, Ia takut saat Regan hanya menatapnya dalam diam.

"A--apa aku beresin sekarang aja? Aku beresin dulu ruang tengahnya, ya?" pamit Rena sambil berniat bangkit. Tapi Regan menahannya sambil berdecak. "Nanti aja beresinnya, suapin aku dulu."

Permintaan bayi besar harus dituruti. Rena mengangguk sambil menjalankan perintah.

"Maaf, Mas. Tadi aku niatnya mau bikin bunga-bunga kaya yang di tutorial, tapi malah jadi ngotorin ruang tengah." Rena mengerucutkan bibirnya. Menyesal karena sudah membuat Regan merasa tidak nyaman saat baru pulang dari kantornya.

Regan mengangguk sambil tersenyum simpul. Tangannya bergerak mengelusi surai Rena. "Gak apa-apa. Yang penting kamunya lain kali hati-hati. Jangan bikin Mas khawatir," sarannya lembut yang disambut anggukan yakin istrinya.

"Yayah!"

Mereka berdua tertawa saat Bian tiba-tiba sudah merangkak ke bawah dan duduk sendirian di atas lantai. Balita itu berusaha bangkit dengan susah payah, dengan sigap Rena ikut berjongkok di bawah sambil menjaga pergerakan Bian. Bocah itu memang hiperaktif, berbeda dengan Regan yang kalemnya tiada tara.








MAU SEQUEL?
CERITANYA BIAN, GITU?

Regan ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang