(33)Jangan berubah

257 18 0
                                        

Jangan lupa vote, ya...

Gadis itu bingung, apa ia harus senang atau sedih. Semuanya terasa campur aduk, tapi rasa sesak lebih mendominasi. Melati memang tidak menerima cinta Kenzi, tapi Mawar harus menerima kenyataan pahit, bahwansannya Kenzi benar-benar mencintai Melati.

Melati gadis yang beruntung, Kenzi dengan mudah mencintainya. Berbeda dengan Kenzi terhadap Mawar, hampir satu tahun berjuang belajar mencintai, tapi secercah rasa cinta tidak kunjung muncul dihati Kenzi. Benar kata Gibran, yang namanya perasaan tidak bisa dipaksakan.

Mawar menghela nafas berat, sembari berjalan melewati koridor ia menengadah, agar air matanya tidak jatuh.

Langkah Mawar terhenti, ketika melihat sosok Kenzi tengah duduk dikursi panjang koridor. Pria itu sendiri, ia menunduk dan terlihat begitu berantakan.

Mawar meringis, melihat Kenzi mengacak rambutnya frustasi. "Segila itu lo ditolak Melati? " mata Mawar menyendu, menyadari suatu hal. Kenzi terlihat sangat sedih karena ditolak Melati, pertanda ia begitu mencintai Melati.

Mawar meneguk ludahnya, ragu-ragu ia berjalan mendekat, ingin menenangkan pria itu.

"Ngapain lo? " Mawar harus sadar, kalau Kenzi yang ada didepannya ini bukan Kenzi yang dulu.

Tatapan Kenzi terlihat dingin, seakan terusik akan kehadiran Mawar. Kenzi sangat berbeda, dulu walau ia tidak mencintai Mawar, ia selalu tersenyum hangat. Berbeda dengan sekarang, sekarang hanyalah tatapan dingin yang mematikan ia perlihatkan kepada Mawar, membuat Mawar sedih.

Mawar meneguk ludahnya, lalu berkata. "Ken--zi...lo nggak apa-apa 'kan? "

Kenzi tersenyum sinis. "Ngapain lo nanya itu sama gue? Kalau mau ngetawain, ketawain aja. "

Mawar menggeleng pelan. "Gue nggak ngetawain lo. Gue kesini buat nenangin lo. "

Kenzi tersenyum miring, melihat Mawar dengan malas. "Justru kehadiran lo disini ngebuat gue nggak tenang. " Kenzi bangkit dari duduknya. "Ngajauh dari gue. " usai berkata itu Kenzi melangkahkan kakinya, bersamaan dengan jatuhnya air mata Mawar.

Mawar meremas dadanya, rasanya begitu sakit. Air mata yang penuh dengan kesakitan kembali mengalir dipipi Mawar. Luka pada hati Mawar belum sembuh, dan Kenzi kembali menambah luka.

Tidak apa Kenzi tidak bisa mencintai Mawar, asal Kenzi jangan seperti ini. Mawar tidak kuat Kenzi bersikap seperti ini kepadanya.

Mawar membalikkan badan, ketika ada yang menepuk bahunya.

"Gibran..." tangisan Mawar pecah, didepan pria jangkung itu.

Gibran tersenyum kecil, seperti biasanya. Tangan Gibran terangkat, mengelus lembut surai hitam Mawar.

"Lo cantik banget kalau nangis," ujar Gibran, memandangi Mawar dengan mata teduh, lalu perlahan Gibran membawa Mawar kedalam dekapannya.

"Kalau itu ngebuat hati lo sakit, berenti aja ngelakuin itu. Gue harap lo paham maksud gue. " Gibran mempererat dekapannya, berharap gadis itu benar-benar tenang.

**

"Abis nangis? " tanya Cakra, sembari meletakkan susu hangat di meja belajar Mawar.

Mawar mengatupkan bibirnya, lalu gadis itu menggeleng. "Nggak. "

"Mata lo merah. " Mawar berdecak, lalu mendorong sang Abang kaluar dari kamarnya.

Mawar menutup pintu kamarnya lambat, lalu ia menghela nafas berat. Mawar membuka laci meja belajarnya. Disana terdapat banyak sekali foto ia bersama Kenzi. Mereka tersenyum, mereka tertawa didalam foto itu, seakan tidak ada beban, seakan tidak ada rasa sakit. Berbeda sekali dengan sekarang.

KENZI (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang