Vote dulu ya...
"Mau lo apasih? " Kenzi datang ke meja Mawar, dan tiba-tiba pria itu langsung berkata seperti itu.
Cery yang berada disamping Mawar langsung mendelik. "Mau lo yang apasih, gila! " ujar Cery langsung berdiri, emosinya langsung terpancing begitu saja.
"Eh, asal lo taunya, sahabat lo ini nih." Kenzi menunjuk Mawar penuh dengan amarah. "Udah nyoret-nyoret baju Melati!"
Mawar menyerngit, lalu ia mengerti kemana terbang topik ini. "Gue nggak asal nyoret, gue ngasih konsekuensi buat dia. Baju Melati itu ketat, udah ngelanggar peraturan sekolah. "
"Udah, jangan bikin malu." Otak memeluk Kenzi dari belakang, lalu mencoba membawa pria itu untuk menjauh. Tapi Kenzi memberontak, pria itu malah mengumpat keras.
"Dia seenaknya ngenyoret baju Melati, Tak, " ujar Kenzi seakan mengadu kepada Otak.
"Eh Kenzi, baju cewek lo itu udah ketat. Udah nggak pantes dipake ke sekolah. " Edgar ikut menyahut, kesal kepada Kenzi yang tidak tahu apa-apa langsung marah.
"Baju dia ketat karena dia nggak ada uang buat beli yang baru. Seharusnya kalian ngasih dia dispensasi. " Kenzi tetap bersikeras, tidak terima Melati diperlakukan seperti itu. Terlebih Melati dimarahi sang Ayah karena masalah itu.
"Ya mana gue tau, k--"
"Lo nggak tau karena lo nggak punya hati! " Kenzi memotong ucapan Mawar, membuat gadis itu langsung mengatupkan bibirnya. "Lo nggak tau, gimana kehidupan Melati sebenarnya. Mentang-mentang lo berkuasa disini, lo bisa seenaknya." Kenzi terus memarahi Mawar dengan keras, membuat mata gadis itu berkaca-kaca.
"Ya...nggak mungkin dong, pas nge razia Mawar nanya. 'Eh baju lo ketat kenapa? Nggak punya uang, atau emang sengaja? Kalau nggak punya nggak gue coret deh.' " Rio berkata sampai panjang lebar.
Edgar menghela nafas panjang, ia tampak begitu serius. "Dalam hal ini Osis nggak salah. Karena kita cuman ngejalanin apa yang diperintahkan pembina. Dan bukankah, udah ada bocoran kalau minggu ini kita bakal razia? " ujar Edgar tenang.
Kenzi tersenyum miris. "Osis emamg gitu, ya. Ngebuat peraturan seenaknya, tanpa memikirkan orang-orang yang nggak mampu buat ngebeli seragam. "
Mawar benar-benar naik darah melihat Kenzi kali ini. Wajah gadis itu tampak memerah karena menahan emosi. "Yang ngebuat peraturan itu emang osis, tapi peraturan itu nggak bakal tegak kalau nggak disetujui kepsek. Jadi semua peraturan disekolah ini tergantung kepada kepsek. Kalau lo mau protes, protes kepada kepsek langsung. Karena Osis hanya mengajukan peraturan, sedangakan kepsek memutuskan peraturan, " ujar Mawar penuh dengan penekanan, berharap pria yang ada didepannya itu mengerti.
"Otak rambutnya dipotong kemarin, lo ketawa-ketawa aja, pas Melati lo malah marah-marah gini. " kali ini Gibran mengeluarkan suara. Tidak peduli persahabatan mereka hancur, yang jelas Kenzi benar-benar salah.
"Ken, baju gue juga dicoret Rifal. Marahin dia dong, kayak lo marahin Mawar, " ujar Riri, yang kebetulan bajunya juga di coret kemarin.
Gibran berjalan mendekat, lalu berkata. "Sekolah emang punya peraturan, Ken. Mampu nggak mampu itu urusan siswa, bukan urusan sekolah. Kalau nggak sanggup mematuhi peraturan sekolah, yaudah pindah aja. " Gibran tersenyum miring. "Lo gini sama aja lo mempermaluin diri lo sendiri." Setelah berkata itu, Gibran menarik tangan Mawar, dan Mawar ikut begitu saja.
---
"Gibran kita mau kemana? " tanya Mawar kepada Gibran yang terus berjalan melewati koridor. Tangan Mawar yang ia genggam, membuat Mawar mengikutinya.
Gibran tersentak, sontak ia langsung melepaskan genggamannya pada tangan Mawar. "Lo mau mau nangis atau lapar? " tanya Gibran.
Mawar menekuk dagunya kedalam, seakan heran dengan pertanyaan Gibran. "Kok lo nanya gitu? Aneh banget," ujar Mawar diiringi dengan kekehan.
Gibran tersenyum, lalu menggeleng kecil. "Kalau lo mau nangis, kita ke belakang sekarang. Kalau lo lapar, kita ke kantin." ucap Gibran, membuat Mawar tertawa terbahak-bahak.
"Gibran...lo kenapa baik banget sama gue? " tanya Mawar, diringi dengan senyuman. Sangat tersentuh, dengan perhatian Gibran akhir-akhir ini.
"Gue maunya ke kelas, ini udah hampir masuk," Mawar melanjutkan ucapannya.
"Kita nggak belajar, guru rapat, mama gue bilang tadi pagi," ujar Gibran tenang.
Mawar mengangguk-angguk. "Enak ya orang tua guru. Bisa tau semuanya. "
Gibran mendengus, pertanda tidak setuju. "Enak dari hongkong! " ujar pria itu, kembali membuat Mawar tertawa terbahak-bahak. Lalu Gibran langsung menarik tangan Mawar.
"Eh, mau kemana dulu? " tanya Mawar, menahan tangannya yang digenggam Gibran.
"Kantin laper nih." Mawar tersenyum, lalu mengangguk semangat.
"Gue boleh nanya nggak sama lo? " tanya Gibran, sembari meletakkan dua mangkok soto di atas meja.
Mawar menyerngit, menarik semangkok soto itu mendekat kepadanya. "Nanya apa? " ujar Mawar, sembari menambah kecap.
"Kenapa nggak jadi ikut olimpiade fisika? " Gibran mengaduk-ngaduk makanannya.
"Gue cuman mau keluar dari zona nyaman aja. Gue kayak udah seneng gitu sama fisika, jadi gue pengan nyoba yang baru lagi. Biar menantang, nggak itu-itu aja." Mawar berkata panjang lebar sambil mengaduk-ngaduk makanannya. Sedangakan Gibran mengangguk-angguk, sembari menguyah. Gibran pikir itu ada sangkut pautnya dengan Kenzi.
"Lo ikut dong, Bran." ajak Mawar. "Padahal Mama lo guru kimia lho. "
Gibran berdecak. "Ini nih, yang nggak gue suka punya orang tua guru." kesal Gibran, membuat Mawar terkekeh. "Selalu disangkut pautkan dengan gue. "
"Nggak gitu, Bran..."
"Ya trus gimana? "
"Ikut aja. Kalau ada yang nggak lo ngerti 'kan bisa nanya sama Mama lo. Atau sama gue," ujar Mawar semangat, membuat Gibran mengangkat alis.
"Emang lo mau? " tanya pria itu, sembari meraih tissue lalu meng-lap bibirnya. "Olimpiadenya 'kan masih lama. Kok cepet banget sekolah milih perwakilannya? "
"Iya, kita 'kan perlu latihan dulu. Ntar ada guru yang benar-benar ahli kimia dateng kesini, buat ngelatih kita. Jadi pas kita berangkat olimpiade kita udah bener-bener memahami materinya. " jelas Mawar panjang lebar, lalu gadis itu meneguk air yang ada didepannya. Tenggorokannya terasa sakit, berbicara panjang lebar.
"Pulangnya telat dong dari yang lain?" tanya Gibran dibalas anggukan oleh Mawar.
"Daftar aja, kapan lagi coba. "
Gibran menipiskan bibirnya, seakan berfikir. "Iya, gue mau. "
Sontak Mawar menoleh ke pria itu, mata Mawar berbinar lalu ia tersenyum. "Bener, ya? " tanya gadis itu.
Gibran juga ikut tersenyum, mengangguk kecil, lalu tangannya terangkat mengelus lembut surai hitam Mawar.
Maaf banget kalau ngebosenin, tapi terima kasihnya udah baca sampai akhir.

KAMU SEDANG MEMBACA
KENZI (END)
Teen FictionCover by: grapicvii "Tapi gue sukanya sama Melati, bukan sama lo, Mawar." -- Kisah cinta remaja itu rumit, tidak tertebak, namun begitu indah. Saking indahnya, perjalanan dari kisah cinta itu tidak segan-segan mengukir luka pada hati kita. Terkadang...