Jangan lupa vote...
Tadi kelas sebelas ipa satu mendapat kabar, bahwa mereka diberikan waktu dua puluh menit untuk menghafal sebelum ulangan. Tapi hanya sedikit para murid yang memanfaatkan waktu itu. Banyak dari mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing yang jauh dari kata penting.
TARIK SIS! SEMONGKO! AH MANTAP!
"Eh buah Cery! Bisa nggak sih lo pelanin suara musik lo itu, sahabat gue lagi berduka nih, " ujar Otak sembari menepuk-nepuk punggung Kenzi.
Rio mengangguk, dan jangan lupakan tangannya yang mengelus-ngelus bahu Kenzi, seakan menguatkan pria itu. "Orang lagi sedih dia malah joget." sindir Rio kepada Cery yang sedari tadi sibuk berjoget tik-tok.
Cery yang mendapat sindiran itu langsung mendelik, lalu mengambil ponselnya yang ia sandarkan kejendela. "Siapa suruh nyakitin sahabat gue," ujar gadis itu, diakhiri dengan cibiran.
"Eh Tak, Kenzi kenape? " tanya Edgar, bingung melihat Kenzi yang seakan tidak berdaya.
"BIASALAH! " Kenzi berdecak, mengusap-ngusap telingannya yang berdenging, karena teriakan lengking dari Otak.
Kenzi mendesah, sembari mendongak. "Beh! Merah banget matanya!" ujar Otak terkejut. "Abis ngapain tuh? "
Kenzi mengeluarkan suara seakan ia bangun tidur, sedetik kemudian pria itu kembali menjatuhkan kepalanya ke meja. Begitulah Kenzi sedari tadi, lemas dan tidak berdaya ditempat duduknya.
"Melati sekarang berangkatnya, Ken?" tanya Gibran tenang, dibalas anggukan lemah oleh Kenzi.
Otak mencibir, menganggap Kenzi terlalu lebai. "Bucin banget lo! ditinggal aja udah kayak orang mau meninggal aja lo," serang Otak, tanpa memikirkan ucapannya.
Kenzi reflek mendelik, dengan sigap pria itu langsung memukul kepala Otak. "Setan! Lo nggak ngerti anjing! " ujar Kenzi saking kesalnya.
"Aduh...kalau urusan pukul-memukul lo jadi semangat, ya. " ujar Rio mengangguk-angguk.
"Kalau itu yang ngebuat lo semangat. Yaudah, pukul aja gue. Gue sebagai sahabat rela, sumpah dah. " Otak mendekatkan kepalanya kepada Kenzi, membuat Kenzi mengerjap-ngerjap lalu ia tertawa kecil sembari mendorong kepala Otak.
Rio berdecak kesal. " Kalau gue, gue pukul aja tuh. "
Kenzi yang kini sudah bersandar kebangku menggaruk-garuk pipinya, sembari melihat Gibran. "Gue sih maunya mukul Gibran. "
Gibran langsung mendelik. "Kenapa gue? "
"Ken. " Otak mengangkat banggkunya, mendekat ke Kenzi, lalu pria itu merangkul akrab bahu Kenzi. "Sadar, lo hanya setinggi bahu Gibran. Kalau lo mukul dia, dengan mudahnya dia nangkis. Pas lo berantem waktu itu aja, lo jinjit kaki buat mukul dia. Malu gue liatnya, sumpah." Rio yang tadinya duduk tenang diatas meja kini tertawa terbahak-bahak dengan keadaan berbaring sembari memegangi perutnya.
Kenzi ingin menjawab hinaan dari Otak, tapi dirinya lebih memilih mengatupkan mulut karena pria berkaca mata itu tampak sudah menginjakan kaki kedalam kelas. Pak Yanto namanya, guru kimia kelas sebelas ipa satu.
Pak Yanto meletakkan beberapa kertas yang ia pegeng keatas mejanya, lalu pandangan pria paruh baya itu tertuju kepada para murid.
"Baik, hari ini kita ulangan. Tadi bapak juga udah ngasih kalian waktu buat menghafal, bapak yakin sekali kalian udah gunaiin waktu itu sebaik-baiknya. O...buat yang duduk dibelakang silahkan isi bangku kosong yang ada didepan. " inilah anak ipa satu, mereka paling anti duduk didepan. Alasannya cukup simpel, yaitu karena jarak papan tulis yang terlalu dekat, membuat mata mereka sakit. Hanya Mawar dan Edgar lah yang selalu mengisi bangku didepan. Selebihnya tidak menentu, kadang didepan kadang dibelakang.
Mawar menoleh kebangku sampingnya, biasanya Cery duduk disana. Dan sekarang gadis itu terlihat duduk dibelakang bersama Rendi. Kebiasaan Cery, selalu pindah-pindah tempat duduk.
Dengan bibir yang ia ciutkan, Mawar menoleh kebelakang. Gadis itu tersenyum simpul. "Gibran," panggil Mawar kepada Gibran, dan jangan lupakan tangan gadis itu yang mengisyratkan agar Gibran duduk disampingnya.
"Gue dibelakang aja," tolak pria itu, sedikit gugup.
Rio yang ada disamping Gibran berdecak keras, sembari memukul kepala pria itu. "Lo gimana sih, diot? Itu kesempatan emas. "
"Mawar, gue aja duduk disamping lo. Gibran orangnya sok jual mahal, padahal sebenarnya dia mau. Yakin gue, " celetuk Otak panjang lebar.
Gibran berdecak, melihat Otak dengan kesal. Lalu pria itu bangkit dari duduknya, dan berjalan mendekat ke bangku yang ada disamping Mawar.
"Duduk disini aja, kalau dibelakang ntar banyak yang mintak contekan," ujar Mawar, menyambut kedatangan Gibran.
Gibran tersenyum simpul, lalu ia langsung duduk dibangku sebelah Mawar. "Gue nggak biasa duduk didepan. "
"Apa cuman gue yang adem banget ngeliat Gibran sama Mawar? " ujar Otak senang, kepada Kenzi yang ada disampingnya. "Liat tuh, mereka saling bicara. Bangga gue sama Gibran, ternyata diem-diem dia bisa juga. "
Kenzi berdecak, lalu menegakkan badannya. "Lo manasin gue? "
"Yang dipanasin itu mesin, bukan buaya kayak lo." Kenzi hanya bisa menghela nafas berat, Otak begitu aneh dan tidak jelas membuat Kenzi ingin menjitak kepala pria itu.
Gibran bangkit dari duduknya, lalu memberikan kertas jawabannya kepada Pak Yanto, sukses membuat teman-temanya bersorak heboh. Pasalnya soal ulangan kali ini begitu sulit, dan Gibran bisa menyelesaikannya dengan waktu yang singkat.
"Sejak kapan Gibran yang nolep bisa nyelesaiin soal kimia? " ujar Otak, membuat Gibran mendelik kearahnya.
"Dia anak guru, Tak. Guru kimia." Kenzi tersenyum sembari mengangkat dagu kearah Gibran, membuat Gibran berdesis.
Gibran memperbaiki posisinya, menoleh kepada Mawar yang ada disampingnya. Mawar tampak melihat soal dengan kening mengkerut, sepertinya gadis itu stak disatu soal.
"Nomor berapa?"
Mawar langsung menoleh, lalu gadis itu meringis. "Nomor lima. Rumusnya doang kasih tau gue. "
Gibran hendak membuka mulut, tapi didahului oleh Pak Yanto. "Gibran, ini benar kamu yang cari jawaban sendiri? Kamu nggak liat google 'kan?" tanya Pak Yanto, memandangi sebentar kertas jawaban Gibran, lalu kembali berpaling kepada pria jangkung itu.
"Mampus lo, Bran! Katauan 'kan. Udah gue bilang, jangan liat google." celetuk Otak sembarang.
Gibran menipiskan bibirnya. "Iya, Pak." jawab Gibran apa-adanya.
Pak Yanto mengangguk-angguk. "Kamu masuk bimbel atau gimana? Kamu dapat 98 loh, nggak kayak biasanya." Pak Yanto tersenyum, diakhir ucapannya.
Gibran menoleh sebentar kepada Mawar. "Eung...saya belajar, Pak," ujar Gibran, membuat Kenzi, Otak, dan Rio bersorak heboh. Bahkan Rio tampak berlari kebangku depan, dan langsung memeluk Gibran dengan bangga dan hebohnya, membuat murid lainnya ikut-ikutan.
"APA-APAAN KAMU INI RIO? " mata Pak Yanto menajam, melihat Rio yang tidak tahu sopan-santun. "KEMBALI KE KURSI KAMU! "
Pak Yanto masih memandangi Gibran, tampak belum puas dengan jawaban Gibran. Gibran yang tidak biasa diseperti ini'kan guru, membuat dirinya benar-benar gugup. "Eung...saya dipenjemin catatan sama Mawar, Pak. Karena saya nggak mau ngecewain dia, makanya saya belajar," ujar pria itu dengan polosnya, membuat Mawar tertawa kecil dengan kening mengkerut.
Otak bertepuk tangan, sembari menggeleng dramatis. "Keren, Keren. Ternyata dia udah gas aja, Yo." Otak mengangkat dagunya kearah Rio, sedangkan Rio membalas dengan anggukan.
"Buat sahabat gue bahagia, Bran, " celetuk Cery, walau ia tengah sibuk menulis.
"Kalau Abang Otak nan tampan dan rupawan yang ngebuat buah Cery bahagia gimana? " ujar Otak, sembari menaik-turun'kan alisnya.
Disisi lain, tampak seorang pria dengan ekspresi yang tidak bisa diartikan tengah memandang Mawar yang tersenyum sembari menepuk-nepuk bahu Gibran.
Maaf jelek.
Terima kasih banyak buat yang udah baca sampai akhir.

KAMU SEDANG MEMBACA
KENZI (END)
Ficção AdolescenteCover by: grapicvii "Tapi gue sukanya sama Melati, bukan sama lo, Mawar." -- Kisah cinta remaja itu rumit, tidak tertebak, namun begitu indah. Saking indahnya, perjalanan dari kisah cinta itu tidak segan-segan mengukir luka pada hati kita. Terkadang...