Jangan lupa vote dulu ya...
"Udah baikkan aja, " ujar Rio, sembari meletakkan tangan Kenzi di atas tangan Gibran, membuat Otak tertawa geli.
"Lo pikir gue cewek? " kesal Kenzi, sembari menjauhkan tangannya, dan tidak lupa ia me-lap-lap tangannya, takut terkontaminasi.
Sedari Otak dan Rio membujuk mereka untuk saling meminta maaf. Tapi mereka berdua tampak gengsi, dan tidak mau mengakui kesalahan satu sama lain. Yang ada mereka saling buang muka dan melirik dengan sinis, seakan ingin berperang lagi.
Cukup sulit bagi Rio dan Otak untuk mempertemukan mereka berdua. Otak dan Rio harus berbohong kepada mereka. Otak menjemput Kenzi, mengajaknya kerumah Rio, mengatakan tidak ada Gibran disana. Begitupun sebaliknya yang dilakukan Rio ke Gibran. Ribet memang, kayak bocah, padahal mereka udah sma.
Kenzi mendesah pelan. "Gimana ya, Yo. Eneg gue ngeliatnya. Bukan belain sahabatnya, tapi malah belain orang lain. "
Gibran melihat Kenzi dengan tajam. "Mawar bukan orang lain, dan lo jelas salah."
"Mawar juga salah, ngelukain Melati." serang Kenzi, tidak mau kalah.
"Udah stop! " ujar Rio cepat, ketika Gibran hendak membuka mulut. "Sekarang nggak ada namanya Mawar dan Melati. Nggak usah bawa-bawa itu lagi. " ujar Rio menengahi dengan tegas, membuat otak bertepuk tangan sembari menggeleng-geleng pelan. "Kita mau kalian baikkan. Udah, itu aja. "
Otak mengangguk. "Tinggal salaman aja, apa susahnya sih, " ujar Otak melihat mereka tidak habis pikir.
"Lo liat 'kan, Tak. Dia yang mukulin gue dulu, " ujar Kenzi, memandangi Otak dengan kening menyerngit, seakan meminta pertanggung jawaban.
Otak mengangguk-angguk seakan paham. "Lo ngapain mukulin dia? " ujarnya, menepuk bahu Gibran.
"Kata yang keluar dari mulutnya itu nggak pantas. " Gibran mempermasalahkan ketika Kenzi berkata bahwa ia menyesal membantu Mawar. "Mawar lagi nangis, hampir dilecehin. Dan dia, malah ngungkit-ngungkit masalah tadi pagi."
Rio mengangguk, melihat Gibran dengan prihatin, lalu berpaling ke Kenzi. "Lo emang salah, Ken. Nggak seharusnya lo ngebilang itu, padahal Mawar lagi ketakutan banget pas itu. "
"Tapi Gibran mukul duluan..." ujar Otak lambat, langsung dihadiahi jitakan oleh Rio.
"Tuh Otak aja yang nggak punya otak dikepala tau siapa yang salah, " sahut Kenzi membuat Otak mendelik kearahnya.
"Eh buaya! Lo udah gue belain, ya!" amuk Otak, membalas menjitakan kepala Kenzi.
"Bisa nggak sih nggak becanda mulu?" ujar Rio serius, capek dengan Otak dan Kenzi yang tidak pernah serius.
"Buat apa serius kalau nggak diseriusin balik, " ujar Otak, membuat Kenzi tertawa. Diikuti oleh Rio, padahal dirinya sudah berusaha untuk menahan tawa. Sedangkan Gibran pria itu malah asik dengan dunianya sendiri, ia tampak merunduk memandangi ponsel.
"Buat apa becanda, kalau serius mulu." sindir Otak ke Gibran, melirik pria itu sekilas. Tawaan Kenzi berhenti mendengar itu, tergantikan dengan wajah datar.
"Tuh," Kenzi mengarahkan dagunya pada Gibran. "Dia emang nggak pernah ngehargain kita. Setiap gobrol, kalau nggak main game, ya main hp. Mungkin kita nggak dianggap sebagai sahabat kali, ya. " Kenzi tersenyum miring. "Eh, lupa. Mana ada sahabat yang mukul sahabatnya sendiri."
Gibran mendongak, meletakkan ponsel disamping badannya. "Emang lo nganggap gue sahabat lo? " tanya Gibran, sukses membuat Kenzi mengatupkan bibirnya. Ingin berkata iya, tapi gengsi.
Rio berdecak keras. "Iyalah! Kita semua sahabat gila! "
Otak juga ikut berdecak. "Males gue ah, banyak drama ini mah. "
"Udah baikkan aja." Rio tampak mulai capek dengan semua ini.
"Dia yang mukul gue duluan, seharusnya dia yang minta maaf. " Kenzi tetap kekeh untuk tidak meminta maaf duluan, membuat Rio kembali berdecak dan mengumpat.
"Eh, tapi pas lo gendong Mawar tadi keren banget, sumpah! " puji Otak, penuh dengan decak kagum.
"ASU!! Bisa serius nggak sih lo?!" Rio mulai emosi, dirinya memukul kepala Otak, membuat Otak menampilkan ekspresi seakan menangis. "Jijik gue liat lo babi! "
"Gue masih nggak nyangka loh, Bran. Lo kepancing sama omongan Kenzi." sampai sekarang Rio masih belum percaya, Gibran seorang yang pendiam kini berani-beraninya adu fisik.
"Omongan dia udah keterlaluan, Yo."
"Lo yang keterlaluan, " sahut Kenzi tidak mau kalah.
Rio menghela nafas berat. "Ini, ya. Ini terakhir, ya. Jawab serentak, kalian mau baikan nggak? "
"NGGAK! " ujar mereka serentak.
"Lo ngapain ikutan. " gemes Rio kepada Otak yang ikut berkata 'nggak.'
Gibran berdecak keras. "Gue mau balik. "
"Balik aja lo sono, " sahut Kenzi tidak peduli, mengarahkan dagunya kepintu.
Rio langsung berdiri, dan menahan Gibran. Ia menarik Gibran dan membawa pria itu untuk duduk kembali. "Jangan kayak bocah, Bran. "
"Emang dia bocah, " celetuk Kenzi, membuat Gibran mendelik kearahnya.
"Masalah lo apasih sama gue? " Gibran mengangkat dagunya sebagai tanda tanya.
"Banyak. Kenapa lo? Mau mukulin gue lagi? Sini pukulin. Mentang-mentang nyokap lo guru, lo bisa seenaknya sama gue. Gue nggak takut ya sama lo, " ujar Kenzi panjang lebar, memasang wajah sedatar mungkin, berusaha untuk menahan tawanya.
"Lo kalau mau ketawa, ketawa aja, Ken, " ujar Otak, sukses membuat Kenzi tertawa terbahak-bahak.
"Dia ngeselin banget gila." tunjuk Kenzi ke Gibran.
"Udah ketawa, tanda udah dikasih lampu ijo tu, Bran, " ujar Rio menyenggol siku Gibran, sedangkan Kenzi kembali dengan ekspresi datarnya.
"Baikan, baikan, baikan. " Otak bertepuk tangan sembari mengucapkam kata itu.
Kenzi merlirik sinis Gibran, pria itu memain-main lidahnya. Ingin menjulurkan tangan kedepan Gibran, tapi gengsi. "Emang kampret lo, Bran!" Kenzi memukul lengan Gibran. "Jijik gue, sok jual mahal banget." Kenzi menggerutu sembari menjulurkan tangannya, pertanda minta damai.
Gibran membalas jabatan tangan Kenzi dengan tenang, membuat Kenzi menahan tawa, karena menurutnya ini begitu aneh dan konyol. Perlahan tawa Kenzi pecah, diikuti oleh tawaan Gibran.
"Gila lo anjing! " Kenzi sampai mengumpat, memukul lambat kepala Gibran. Lalu pria tu langsung menghamburkan badannya ketubuh Gibran.
Rio dan Otak mengerjap-ngerjap, lalu sedetik kemudian mereka bersorak heboh. Dan saling menghampurkan tubuhnya, menghimpit Kenzi dan Gibran.
Makasi banyak buat yang udah baca sampai akhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENZI (END)
Ficção AdolescenteCover by: grapicvii "Tapi gue sukanya sama Melati, bukan sama lo, Mawar." -- Kisah cinta remaja itu rumit, tidak tertebak, namun begitu indah. Saking indahnya, perjalanan dari kisah cinta itu tidak segan-segan mengukir luka pada hati kita. Terkadang...