4

873 392 592
                                    

Happy Reading!💜

04. Harapan yang Tak Mungkin Terjadi

Biasanya, jam pulang sekolah Olin langsung pulang. Ia akan menghabiskan waktu sore harinya dengan merapihkan rumah Regan. Tapi, untuk kali ini ia bukan merapihkan rumah lelaki itu melainkan mengerjakan hukuman yang diberikan Bu Ratna. Lagi.

Kini ia tengah mengumpulkan dedaunan yang mengambang di kolam renang tersebut. Karena ada daun yang mengambang ditengah kolam, Olin berusaha mengambilnya dengan jaring panjang yang tersedia disana. Namun, karena dirinya terlahir menjadi gadis mungil, membuat Olin sedikit kesusahan.

"Ish, susah banget," katanya sambil berjalan mendekat keujung kolam,

"Ayo Lin! Semangat, sedikit lagi." Tangan kecilnya berusaha menjangkau daun tersebut. Ia terus memaksa tangannya untuk mengambil daun itu hingga tak sadar, bahwa kini dirinya akan jatuh ke kolam renang tersebut.

"Aaa," teriak Olin menutup matanya, namun ia tidak merasa basah sama sekali. Pelan-pelan, ia membuka matanya dan tersadar bahwa ada seorang lelaki yang memegang kedua bahunya.

Pandangan keduanya terkunci, seolah-olah bola mata yang mereka pandang adalah suatu view paling indah.

"Jayden," cicit Olin

"Hati-hati," balas Jayden.

"Widih ... Ketos kita lagi berduaan sama murid teladan." Seseorang datang dengan bertepuk tangan seolah-seolah ia habis menonton sebuah pertunjukan drama. "Cocok deh, satu babu sekolah yang satu babu gue," tambahnya.

Olin dan Jayden tersadar bahwa posisi keduanya begitu dekat. Dengan segera, Jayden melepaskan pegangannya pada bahu Olin.

"Maaf," katanya yang dibalas anggukan oleh Olin.

Regan langsung maju, berdiri diantara kedua insan tersebut.

"Heh Jayden! Habis ngapain lo sama nih anak?" tanya Regan.

"Kita gak ngapa-ngapain kok," balas Jayden

Regan maju satu langkah, "Gue peringatin ya sama lo," katanya, "Jangan gampang ketipu sama muka dia yang sok polos, karena ... dia cuma cari perhatian orang-orang," lanjut Regan sambil menarik tangan Olin untuk mengikuti langkahnya.

***

"Kan udah gue bilang, jangan cari perhatian siapapun," kata Regan sambil mengemudikan mobilnya.

Keduanya kini dalam perjalanan pulang, tentu saja atas perintah Lana, sang Bunda yang menyuruh Regan dan Olin untuk pulang bersama.

"Aku gak nyari perhatian sama Jayden kok, Regan," balas Olin. Ia mengambil nafasnya lalu membuangnya pelan-pelan, "Tadi itu Olin mau jatuh ke kolam, terus Jayden nahan aku biar gak jatuh," jelas gadis itu.

"Terserah lo deh," balas Regan membuat Olin menghela napasnya.

Tak terasa kini keduanya telah sampai dikediaman keluarga Regal, dengan segera Regal keluar dari mobil begitu pun dengan Olin. Saat ingin memasuki rumah, Regan menghentikan langkah Olin, "Lin! Lepasin sepatu gue." Regan kembali memerintah Olin.

Bukannya menolak, Olin langsung berjongkok, membuka sepatu dan kaos kaki lelaki itu.

"Nih! Bawa juga," Regan melemparkan tasnya yang langsung ditangkap oleh Olin.

Olin meletakkan tas Regan dikursi yang tersedia di teras itu. Ia membuka sepatunya, lalu mengambil tas Regan, membawanya dibahu kanannya. Tangan kanan menenteng sepatu pria itu, dan tangan kirinya menenteng sepatu miliknya.

Karena ia paham Regan akan memerintah dirinya kembali, Olin menggantikan seragamnya dengan baju santai.

Setelah selesai, Olin langsung mengambil sepatu dan tas Regan lalu memasuki kamar lelaki itu. Terlihat Regan masih memakai seragam dengan ponsel ditangannya.

Olin meletakkan sepatu Regan di rak dan tas di meja belajar lelaki itu. Lalu ia menyiapkan pakaian santai untuk Regan.

"Regan, ganti baju dulu," kata Olin.

"Bentar elah, kagok nih," balas Regan.

Dengan sigap Olin merampas ponsel lelaki itu, "Dua puluh menit lagi tante Lana pulang, dan kamu belum ganti baju juga makan," katanya. "Nanti kamu dimarahin," lanjutnya lagi.

Regan berdecak malas, ia bangkit dari kasurnya dan langsung mengganti bajunya.

"Nih, baju gue gantungin, ya! Gue mau makan dulu," kata Regan berlalu meninggalkan gadis itu.

Olin langsung menggantung seragam Regan, setelah itu ia merapikan tempat tidur lelaki itu. Membuang sampah yang berserakan. Dan mengumpulkan baju kotor yang akan dicuci. Saat hendak turun, ia melihat Lana, Thomas, dan Regan sedang asyik bercengkrama di ruang tamu.

Ia melihat betapa antusiasnya Regan menceritakan hari-harinya disekolah yang dibalas antusias pula oleh Lana dan Thomas.

Kadang, Olin merasa bahwa dirinya menjadi penghambat kebahagian Regan. Buktinya, ketika dirinya tidak berkumpul bersama, Regan tampak bahagia. Berbeda sekali ketika Olin ikut berkumpul bersama mereka, Regan pasti menampakkan wajah malas.

Seandainya, Ibunya masih ada pasti Papanya tidak akan membenci dirinya, dan ia tidak akan berakhir dirumah ini. Seandainya Olin punya keberanian untuk melawan Papanya, mungkin ia tidak akan menjadi penghambat kebahagiaan Regan.

Dan, mungkin saja Regan tidak akan membenci dirinya, namun itu semua hanya harapan yang tak mungkin terjadi.

"Regan ... maafin aku."

TBC

KASIAN BGT KAN OLINNNN?!?!?

Jangan lupa vote, komen yaa. Gratis kok

Regan & Caroline (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang