35

261 62 108
                                        

Halo selamat membaca. Jangan skip bagian author note ya. Pliz zheynk. Come' on vote komennya. Pliz😧😧😮😮😮😨😨😓😵😵

35. Kembali ke rumah

Leo menatap jam dinding kamarnya. Tinggal tiga jam lagi. Batas waktu yang ia berikan pada Thomas.

Thomas

Putrimu sudah kembali. Tunggu sebentar lagi.  21.30

Tersenyum simpul. Itu yang Leo lakukan. Sehabis ini ia akan menyayangi gadis itu dengan sepenuh hatinya. mungkin. Lantas lelaki itu turun dari kamarnya. Ia ingin menyambut putrinya.

:::::::::::::::::::::


Caroline membuka pagar rumahnya yang tidak dikunci. Pandangannya terarah menatap bangunan minimalis seberang rumahnya. Senyum tipis terukir dibibirnya.

Melangkahkan kaki menuju rumahnya. Gadis itu merasakan takut, bayangan akan papanya terus berputar di kepala gadis itu.

Belum sempat ia menyentuh gagang pintu, seorang pria telah membuka pintu rumahnya.

"Papa," lirih gadis itu. Tiba-tiba badannya bergetar. Kakinya tak mampu berpijak. Keringat dingin membasahi wajah gadis itu yang pucat. Bayangan sang Papa yang menyakiti dirinya berputar diotaknya.

Gadis itu mundur, "Jangan, jangan bunuh aku. Aku bukan pembunuh," ucap gadis itu sembari menggeleng.

Tangannya menjambak rambunta sendiri, kakinya terus mundur,"Enggak. Aku bukan pembunuh. Aku bukan pencuri." Leo mengernyitkan keningnya. Pencuri katanya, siapa yang menuduh anaknya mencuri.

Leo terulur ingin memeluk anaknya. Tapi reaksi dari gadis itu membuat Leo sedih. Gadis itu terus mundur hingga tak sadar ada batu yang membuat dirinya terjatuh jika saja Leo tak sigap menangkap putrinya.

"Kamu enggak apa?" gadis itu menggeleng. Leo memanggil Bi Siti, asisten rumah tangga yang bekerja dirumahnya.

"Iya, tuan?" tanya asisten itu. Leo memerintah wanita itu untuk membawa anaknya ke kamar.

Gadis itu mulai bangkit dan beranjak menuju kamarnya. Meninggalkan Leo dengan seribu pemikiran yang berkecamuk di benaknya.

Bi Siti membantu Caroline membersihkan badan. Dimulai dari menyiapkan air hangat, peralatan mandi, hingga pakaian gadis itu.

Sedangkan Caroline sibuk memperhatikan kamarnya. Tak ada yang berubah disana. Semua tata letak bahkan pakaiannya pun masih ada di sana. Caroline tersenyum. Rupanya Papanya masih membiarkan kenangan dirinya disini.

"Ini, Non. Air hangatnya udah Mbok siapin. Wanginya juga wangi kesukaan Non. Wangi cokelat." Lamunan Caroline buyar kala Bi Siti bersuara. Wanita itu mengiring nonanya menuju kamar mandi di sana.

Bi Siti membersihkan dan merapikan kamar majikan mudanya. Dimulai dari mengganti seprei, sarung bantal, hingga selimut.

Setelah semua dirasa rapi, wanita itu menghampiri nonanya yang tengah menatap cermin dengan pandangan kosong.

"Bi, apa aku nyusahin, ya?" tanya gadis itu dengan tatapan kosong. Gerakan Bi Siti yang tengah mengambil sisir pun terhenti.

"Kok Non ngomongnya gitu sih?" tanya balik Bi Siti. Caroline menghela napas. Agaknya, ia perlu menyelidikinya.

"Non enggak nyusahin kok."

Manik mata Caroline menatap ke arah Bi Siti. Lantas ia menggeleng. "Kata Papa aku pembunuh. Terus, kata Regan waktu itu aku pembawa sial. Dan tadi, kata tante Lana, aku pencuri," adu gadis itu kepada Bi Siti. Persis seorang anak kecil yang mengadu pada ibunya.

Kening pembantu itu mengernyit. "Emang kenapa non bisa di tuduh pencuri sama Bu Lana?" tanya wanita itu hati-hati.

Caroline mulai menjelaskan. Dimana sore hari ia diminta menjenguk ibu Jayden hingga mengapa ia bisa kembali ke rumahnya sendiri.

Bibir wanita itu kelu. Ia tak mampu berkata apa-apa. Ditariknya Caroline kedalam pelukannya.

Wanita itu menggeleng. "Enggak. Non enggak pernah nyusahin dan, Non sendiri bukan pencuri. Bibi percaya sama Non. Bibi percaya, sekarang, mending Non tidur aja. Biar besok hatinya tenang." wanita itu membantu Caroline merebahkan badannya. Menyelimutinya hingga sebatas dada. Tak lupa, mengelus tangan gadis itu. Persis ketika Lusty masih ada.

Beberapa menit berlalu, dengkuran halus terdengar. Dengan perlahan Bi Siti keluar. Dan menemukan Leo yang berdiam diri di depan pintu kamar anaknya.

"Eh, Tuan." wanita itu terlonjak kaget. Leo hanya menatap pembantu itu dengan datar. "Sedang apa dia?" tanya Leo.

"Tidur, Tuan. Baru saja Nona tertidur." Leo mengangguk dan mengisyaratkan pembantu itu untuk berlalu. Memastikan wanita itu hilang dari pandangannya, Leo memasuki kamar anaknya. Menatap gadis yang persis seperti istrinya, Lusty.

Tangannya ia ulur untuk mengelus pipi Caroline dengan halus. Beruntung, pipi yang dulu ia goreskan dengan pisau, kini tak ada bekas lukanya. Tapi, Leo lupa. Bahwa bekas luka di relung hatu gadis itu masih ada dan akan selalu ada.

"Maaf, maafin saya. Saya banyak salah sama kamu."

T B C

HALO EPRIBADIH. GAIS MAU MINTOL PLIZ TOLONGIN MANUSIA INI PLIZZZZZ.  I need ur help.

Plis promoin ceritaku di TikTok. Yuk buat kalian yang kaum epyepe aku mintol donggggg

Aku udah promo di sana. Eh, malah ada kaum dakjal yang nge spam like. Untung aja aku istri Lucas yang baik hati. Jadinya gak ngomong kasar. Cuma bilang Babi anjing aja sihh.

Hayu mari komen plis komen.

Spam next dulu biar up. Asli kl gak spam w enggak bakal up #seriusenggakcanda

Butuh banget spam biar lanjoot.

Spoiler; kita bakal liat kebahagian

Regan & Caroline (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang