54

154 23 75
                                    

Kembali lagi di sini. Di dunia oren milik aku! Sebelumnya, wajib vote n komen yak! Bentar lagi end. Enggak bentar juga sie. Cuma menuju penyelesaian semua masalah dan menuju ke akhir. Ya itulahh.

Anyway, aku mau bilang. Makasi udah mau bertahan sejauh ini. Dalam karyaku yang agak random. Wkwk.

Kalian jangan menghilang, yak. Cukup dia aja yang menghilang. Cielah coorhat.

Btw, aku minta komentar di setiap paragraf-nya boleh, kan? (Wajah memohon)

Yaudahlah, ya. Tanpa basa-basi, yuk. Cus baca.

H A P P Y R E A D I N G

*******

PLAY SONG: Bertaut. Nadin Amizah

54. Bimbang

Malam menjemput. Kini langit sudah menggelap. Sunyi dan gelap menjadi teman Caroline saat ini. Setelah pernyataannya tadi, Jayden langsung pergi meninggalkan gadis itu tanpa sepatah kata pun. Hanya ada bunyi jangkrik dan suara knalpot kendaraan yang sesekali lewat menjadi teman gadis itu.

"Ini udah jam berapa?" Caroline berbicara sendiri. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri. Siapa tahu ia menemukan jam dinding yang bisa menjadi petunjuk waktu. Tapi sayangnya tidak ada.

Pintu tiba-tiba dibuka membuat gadis itu tersentak. Pandangannya teralihkan ke arah seorang pemuda kisaran dua puluh tahun yang memegang sebuah kantong plastik berlogo restoran cepat saji ala Jepang.

"Kamu ... bukannya temannya Jay yang ada di makam?" Caroline mencoba mengingat lelaki di hadapannya yang pernah datang saat pemakama Ibu Jayden. Respons lelaki itu hanya mengangguk. "Gue Lintang kalau lo lupa," jelas lelaki itu membuat Caroline mengangguk paham.

Lintang mengangkat kantong plastik yang berisikan makanan itu. "Nih, makan. Jay bilang lo belum makan. Dia nyuruh gue buat beliin makanan itu." Lalu ia melemparkannya ke pangkuan Caroline.

"Eum, Lin-tang," panggil Caroline pelan.

"Hm?" Mendengar dehaman lelaki itu nyali Caroline menciut. 'Lintang tampak menyeramkan.' Pikir gadis itu.

Sebenarnya Caroline sangat lapar, apalagi ketika mencium aroma ekkado dan juga shrimp roll yang menggugah selera membuat perutnya semakin meronta minta diisi. Tapi, akibat tangannya diikat, ia binggung bagaimana caranya bisa memakan makanan ini?

Lintang berdecak. "Ngomong aja. Enggak bakal gue perkosa kok."

"Aku boleh minta tolong bukain ikatan tangan aku? Aku binggung gimana cara makannya kalau masih diikat." Lintang melihat ke arah belakang. Menatap tali yang mengikat kedua tangan gadis itu. Benar juga. Kedua tangan gadis ini diikat kuat.

"Gue suapin. Jay bilang, enggak boleh ada satu ikatan yang lepas." Lintang mengambil kantong plastik itu dan membuka tempat makan tersebut. Mata cokelat milik gadis itu berbinar. Persis seperti anak anjing yang baru pertama kali diberi makan. Lintang membersihkan sendok plastik dengan tisu makan yang tersedia.

"Gue enggak bisa pake sumpit, jadi pakai sendok aja enggak apa?" Caroline mengangguk. Yang penting ia bisa makan. Ya, jika memang takdirnya harus mati, setidaknya disisa waktunya, gadis itu bisa menikmati enaknya makanan ini.

Jayden menyodorkan sesendok nasi dan juga sepotong shrimp roll yang langsung dilahap oleh gadis itu. Entah mengapa, tiba-tiba hati Lintang mendadak sedih. Matanya menatap Caroline yang sibuk menikmati suapan demi suapan yang ia berikan. Lelaki itu merasa memiliki adik perempuan lagi.

Regan & Caroline (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang