25

315 62 146
                                    

Hai! Apa kabar?! Hari ini aku back. Jangan lupa vote n komen yaa

Happy Reading!!!

25. Dendam dari Jayden.

Acara sudah selesai diselenggarakan. Lelah dan kerja keras kini terbayar sudah. Waktu dan tenaga yang terbuang terbayar oleh hasil yang memuaskan. Kini para panitia sudah mulai membubarkan diri.

"Thanks banget ya kalian mau bantuin gue buat jadi panitia. Gue enggak bisa kasih apa-apa. Tapi, semoga nilai kalian aman disemester dua ini." Jayden menyampaikan kata terima kasihnya pada beberapa temannya yang mau menjadi anggota panitia partisipan.

Setelah itu, seluruh panitia betul-betul meninggalkan sekolah. Begitu pula dengan Jayden. Ia melangkahkan kakinya menuju parkiran sekolah. Baru hendak memasangkan helm-nya, suara ponsel menghentikan pergerakannya.

Nama Lintang tertera di sana membuat Jayden segera mengangkat panggilan itu.

"Halo Tang, ada apa?" tanya Jayden.

"Nyokap, lo Jay. Gue nemu nyokap lo pingsan. Sekarang ada di rumah sakit Cempaka Medika. Lo kesini ya sekarang." Lelaki bernama Lintang bersuara dengan panik.

Jayden menajamkan matanya. Tangannya terkepal erat sambil menggenggam ponselnya.

"Oke. Gue bakal otw." Jayden mengakhiri panggilan itu.

Saat ia hendak men-starter motor matic-nya, pandangannya jatuh pada sepasang anak adam dan hawa yang menaiki motor dan berlalu dari parkiran Sma Grathion.

"Gue bakal balas semua akibat dari nyokap lo," desis lelaki itu.

********

Disaat genting seperti ini, entah mengapa perjalanan terasa sangat lama. Bayangkan saja, dari sekolahnya menuju rumah sakit Cempaka Medika biasanya membutuhkan waktu dua puluh menit. Tapi sekarang, sudah dua puluh lima menit waktu berlalu tapi dirinya belum juga sampai.

Hampir empat puluh menit diperjalanan yang Jayden habiskan barulah ia sampai di rumah sakit ini.

Setelah bertanya pada suster, ia langsung berlari menuju kamar rawat Ibunya. Di sana terlihat seorang lelaki yang duduk sambil menyenderkan punggungnya.

"Tang, gimana?! Gimana keadaan nyokap gue?!" desak Jayden.

Lelaki bernama Lintang terlihat menghela napas. "Lo bisa tanya dokter aja Jay," jawabnya dengan lesu.

Jayden segera menggerakan kakinya saat seorang dokter keluar dari ruangan Ibunya.

"Dok. Gimana keadaan Ibu saya?"

Dokter itu menampakkan raut wajah yang sedih.

"Sel kanker Ibu kamu sudah mulai menyebar ke seluruh tubuhnya. Kita perlu penanganan khusus juga intensif. Saya harap kamu mau mempertimbangan pengobatan Ibu kamu kamu dengan kemoterapi." setelah menepuk bahu Jayden sebanyak dua kali dokter itu pergi.

Jayden kini terduduk lemas di lantai rumah sakit yang dingin. Pikirannya mulai bercabang. Bukannya tak ingin memberikan pengobatan yang terbaik bagi sang Ibu. Tapi, keadaan finansial yang tidak memungkinkan menjadi faktor utamanya.

"Tang, nyokap, Tang. Nyokap gue." Raut kesedihan tergambar jelas di wajah Jayden. Matanya mulai memerah, suaranya mulai parau.

Lintang yang tak tahu harus berbuat apa hanya mampu mengelus bahu Jayden. "Jay, lo harus kuat. Lo harus mampu."

"Gue pengen banget nyuruh nyokap gue buat kemo. Tapi, lo tahu sendiri, gaji gue kerja di restoran ditambah kerja di bar enggak bakal cukup buat bayar kemo." Jayden mencoba curhat pada temannya.

"Kenapa lo enggak coba minta tolong ke bokap lo?" Jayden menoleh. Pertanyaan Lintang membuka ingatan Jayden tentang masa lalu.

Kala itu, Jayden yang berusia sebelas tahun keluar dari rumah sakit, ia berlari sambil menggenggam sebuah kertas berisi alamat juga nama seseorang.

Beberapa kali ia mencoba mencari alamat tersebut dengan bertanya pada orang yang ia temui. Kakinya terus bergerak menyusuri jalanan ibukota yang tampak ramai.

Tibalah kakinya di depan gedung pencakar langit. Memasuki gedung itu, Jayden dihadiahi tatapan-tatapan aneh dari para pegawai di sana.

"Mbak, aku mau tanya. Ruangannya Pak Leonardo dimana?" tanyanya pada seorang wanita yang memakai rok span hitam.

"Adek siapanya Pak Leo? Udah buat janji?" tanya wanita itu.

Jayden kecil hanya mampu menggeleng. Namun, matanya berbinar saat ia melihat pria yang ia tunggu datang.

Tangannya ia rentangkan sambil berlari menuju pria itu. "PAPA! JAY KANGEN. AYOK PULANG. ADEK LAGI SAKIT, ADEK CARI PAPA." Jayden kecil memeluk tubuh pria itu.

Bukannya senang, pria berjas itu malah menepis dan mendorong tubuh kecil Jayden.

"Kamu siapa?! Jangan pegang-pegang saya."

Jayden bangkit dan mendongkakan pandangannya. "Aku, aku anak Papa. Pa, adek di rumah lagi sakit. Dia butuh Papa."

"SAYA BUKAN AYAH KAMU. DAN, SAYA ENGGAK SUDI PUNYA ANAK GELANDANGAN KAYAK KAMU." pria itu pergi meninggalkan Jayden dengan sebuah rasa sakit yang berujung dendam.

Bayangan itu membuat Jayden berubah. Anak lelaki yang mestinya menikmati harinya dengan bermain harus bekerja sepulang sekolah, merawat sang adik, membantu sang Ibu. Hingga dimana adiknya dinyatakan meninggal karena telat penanganan membuat dunianya hancur. Kali ini, kali ini ia tak ingin sang Ibu mengalami hal yang sama. Untuk kedua kalinya, dirinya tak ingin merasakan kembali yang namanya kehilangan.

Kali ini Jayden harus mengambil keputusan yang jelas.

"Tang!" Lintang menoleh dan mengangkat sebelah alisnya.

"Gue mau balapan besok malam."

T B C

Thankyou for reading. Enjoy ur day n stay healthy!!!

See u next part bby!!!

Jangan lupa follow akun sosial media aku yaa (evannjh) semua sosmed aku namanya sama.

Regan & Caroline (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang