57

220 30 28
                                    

Hawoow! Balik lagi sama akuu.

Harusnya ini kemaren. Cuma, gara-gara hujan+ngantuk jadinya mager. Mwehehehe.

Jangan lupa pojok kiri. Udah?

Kalau udah ramaikan. Plisz

INI 2600+ WORDS

Y X G RAME BUNG!

Happy Reading!

**********

57. Fakta

Pepatah menyebutkan, 'penyesalan selalu datang diakhir' tentu saja benar. Dan itu terjadi pada Leo saat ini. Pria itu baru selesai memberikan darahnya untuk anak gadisnya. Meskipun darah mereka tidak cocok, setidaknya Leo memiliki golongan darah O yang bisa ia berikan untuk anaknya.

Bahkan pria itu memindahkan ruang inap anaknya menjadi kelas VIP dengan segala fasilitas yang lengkap.

Tangannya terulur mengusap rambut anaknya yang tertidur dengan lelap. Sudah sangat lama Leo tak melihat pemandangan ini, bagaimana anaknya tidur dengan damai. Satu sisi dirinya sangat takut.

Takut sang putri tertidur lama saking lelapnya.

"Ayo! Anak Papa bangun, nanti kita pergi cari cokelat yang banyak," ucapnya sambil mengelus tangan anaknya. "Atau mau beli tas? Sepatu? Baju? Boleh, nanti Papa beliin banyak. Asal kamu harus bangun."

Ucapan Regan tadi membuat dirinya tertohok. Selama ini, dirinya membenci orang yang salah? Selama ini, ia membenci putrinya, korban kejahatan Lana dan Thomas?

Bahkan, belakangan ini dirinya lupa. Lupa bahwa anaknya tidak pulang selama tiga hari. Mungkin jika Lusty masih ada, wanita itu akan konser selama dua hari dengan omelannya yang panjang.

Ah, berbicara mengenai wanita itu, Leo sangat merindukannya.

Seorang wanita mengiring anaknya masuk menggunakan kursi roda. Membuat Leo mengalihkan pandangannya. "Mau apa kamu ke sini? Kamu mau menyelakai anak saya lagi?" Lana menggeleng. "Di sini, saya mau menjelaskan apa yang dikatakan anak saya." Kursi roda itu ia dorong hingga tepat di depan brankar Caroline.

Setelah usahanya yang membuahkan hasil yang baik, Regan mendapat petuah dari dokter yang merawatnya. Katanya, lelaki itu seharusnya dilarang untuk berjalan jauh, atau singkatnya, dianjurkan menggunakan kursi roda. Demi menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti, kakinya yang tambah parah dan berujung kelumpuhan.

Lana duduk di sofa yang ada di sana. Mengabaikan Leo yang memandangnya tajam.

"Dulu, enam tahun lalu. Aku pindah ke depan rumah kalian. Karena usaha suamiku hancur, jadi, kami harus mulai semua dari awal. Karena itu, kami memutuskan pindah ke Jakarta." Lana memulai kisahnya. Sedangkan Regan, lelaki itu menatap Caroline yang tertidur nyenyak. Takut-takut gadis itu tiba-tiba terbangun.

"Karena sibuk ke sana-ke sini, aku sempat sakit. Selama kurang lebih enam hari aku kena tifus. Padahal, lusanya, anakku dan anakmu ada acara ke Puncak."

"Awalnya, Regan enggak akan ikut pergi. Dia enggak ada yang jaga di sana. Tapi, karena teman seberang rumahnya mau ikut, anakku maksa sampai mogok makan." Regan yang disebut namanya hanya mampu diam. Sesekali tangannya mengelus pipi Caroline yang terlihat pucat. Tak ada warna kemerahan di pipi gadis itu. Tak ada senyum yang terpatri di wajah itu.

Semua terasa kosong dan....

Hampa.

"Aku binggung. Anakku maksa ikut. Tapi, aku lagi proses pemulihan. Sedangkan Ayahnya, lagi sibuk-sibuknya kerja." Lana mengadahkan pandangannya. Guna menghalau air mata yang melesak ingin keluar.

Regan & Caroline (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang