Ada kah yang menantikan aku up cerita ini?
Masih mau tahu kelanjutan kisah mereka?
Adakah keajaiban buat mereka?
Yuk mana suaranya! Kasih komen yaaww. Maaciww
Tawa dan tangis bersatu padu membentuk sebuah nada penuh kepedihan yang mewakili hati Elsa saat ini. Pertahanannya kali ini benar - benar hancur. Setelah bersusah payah menahan hasrat untuk meluapkan seluruh sesak di dada yang sudah bersarang sejak menit pertama setelah dirinya resmi menyandang status sebagai istri dari Syahdan Bimo Rizaky, akhirnya semua luruh. Air matanya meluruh dengan derasnya, bersamaan dengan tawa miris tanda bahwa Elsa sedang menertawakan kehidupannya.
"Kenapa nangis sih, El?" kata Elsa bermonolog. Tangannya dengan cepat mengusap kasar wajahnya yang bersimbah air mata, walaupun dengan cepat wajahnya basah kembali karena tangisnya yang tak kunjung reda. "Ini pilihan lo 'kan? Lo yang mau nikah sama Bimo 'kan? Kenapa sekarang harus nangis kayak gini? Harusnya lo bersyukur, harusnya lo memaklumi sikapnya Bimo. Sejak dulu, lo yang salah. Lo yang udah ngancurin kehidupan Bimo. Wajar kalau lo terima ini semuanya sekarang!"
Bukannya berhenti. Air mata yang jatuh dan mengalir di wajahnya justru semakin deras. Elsa mengangkat kedua tangannya untuk menutupi wajahnya. Berharap isak tangisnya dapat tersamarkan mengingat dirinya sedang berada di dalam toilet yang berada tak jauh dari restoran tempat tujuannya untuk menuntaskan rasa lapar. Bahkan, rasa lapar itu rasanya sudah benar - benar hilang. Elsa tak ingin makanan, Elsa hanya ingin menuntaskan seluruh kepedihan hatinya dengan lewat tangisan. Jika bisa, Elsa ingin berteriak kencang agar hatinya benar - benar merasa lega.
Tok tok
"Mbak?"
Elsa lantas menarik kedua tangannya yang semula menutupi wajah. Wajahnya yang sempat tertunduk sontak terangkat ketika sebuah ketukan disertai dengan sebuah suara perempuan terdengar oleh indera pendengarnya.
"Mbak? Benar di dalam Mbak Elsa?"
"E-e i-iya," sahut Elsa masih dengan suaranya yang serak. "Saya Elsa. Ada apa ya?"
"Alhamdulillah," balas wanita itu yang mengisyaratkan kelegaan. "Mbak Elsa nggak apa - apa di dalam?"
Elsa bergegas mengusap wajahnya. Sebelum kembali menjawab, Elsa lantas berdiri setelah hampir tiga puluh menit memilih duduk di atas kloset hanya untuk menuntaskan air matanya.
"Iya, saya nggak apa - apa," jawab Elsa lagi seraya membuka pintu bilik kamar mandi yang ditempatinya.
"Syukur, Alhamdulillah. Saya khawatir terjadi sesuatu sama Mbak Elsa. Apalagi waktu saya dengar suara tangis Mbak Elsa dari dalam kamar mandi."
Elsa langsung berdeham pelan. Memastikan bahwa suaranya tak lagi terdengar serak. Ia kemudian menyuggingkan senyum canggung sebelum memberi tatapan heran pada wanita yang mengenaka seragam khas petugas kebersihan hotel.
"Maaf, Mbak kok tahu nama saya? Tahu dari mana ya?" tanya Elsa penasaran.
"Oh, iya. Sampai lupa saya," jawab wanita itu sambil terkekeh. Tangannya lalu mengulurkan sebuah sapu tangan berwarna biru ke arah Elsa.
"Ini?" Kening Elsa mengernyit. Semakin dibuat kebingungan dengan apa yang ditunjukkan petugas kebersihan wanita itu kepadanya.
"Suaminya Mbak Elsa tadi minta tolong saya untuk memberikan sapu tangan ini ke Mbak Elsa. Katanya buat hapus air mata Mbak yang lagi nangis di dalam toilet. Karena ini toilet perempuan, jadi suami Mbak nggak berani masuk. Jadinya tadi menitipkan ini kepada saya untuk diberikan kepada Mbak Elsa," jelas wanita itu.
"Suami saya?" beo Elsa sempat tak percaya. Tangannya lantas dengan cepat mengambil sapu tangan yang berada di hadapannya dari tangan wanita yang berkisar tiga puluh lima tahunan itu.
"Iya, Mbak. Dari suami Mbak."
"Mbak yakin itu suami saya? Bukan salah orang?" Jelas Elsa merasa sanksi. Baru saja dirinya dibuat menangis hebat karena ulah Bimo yang menyakitinya, tiba - tiba sang suami datang dan mengkhawatirkannya. Bahkan pria itu meminta seseorang untuk memastikan kondisinya lengkap dengan sebuah sapu tangan untuk menghapus air matanya.
"Yakin banget, Mbak. Kalau nggak percaya, tadi suami Mbak nunggu di depan toilet."
"Oke...oke, terima kasih ya, Mbak." Tanpa menunggu balasan dari ucapannya, Elsa langsung berlari meninggalkan wanita bernama Ningsih tersebut.
Air mata kembali menetes. Kali ini beriringan dengan senyum haru penuh kebahagiaan. Ada secercah harapan yang menerangi hati dan pikiran Elsa sekarang. Dadanya terasa berbunga - bunga. Tak ingin berharap lebih karena takut merasakan kecewa, tetapi pada kenyataannya Elsa tak mampu mengendalikan hatinya.
Elsa langsung membuka pintu toilet dengan cukup keras. Senyum yang sebelumnya merekah lebar mendadak hilang saat wajah yang terlihat di hadapannya bukanlah wajah seseorang yang diharapkannya.
"Na-Nando?"
Pria yang disapa oleh Elsa itu tersenyum lebar. Wajahnya terlihat berbinar, jauh berbeda dengan wajah Elsa yang terlihat begitu terkejut dengan kehadiran sosok yang pernah menjadi seseorang yang begitu dekat dengan dirinya.
"Nga-ngapain lo kesini? Bukannya lo lagi babymoon sama Inar di Bali? Kenapa sekarang ada di sini?"
Nando masih belum bersuara. Kakinya melangkah maju, semakin mengikis jarak dengan perempuan yang kini tak hanya menjadi sahabatnya sedari kecil, tetapi juga sebagai kakak ipar karena Nando telah menikah dengan adik dari Elsa.
"Kalau gue datang ke sini...." Nando menggapai sapu tangan di tangan kanan Elsa, lalu mengarahkannya ke wajah Elsa untuk mengusap wajah Elsa yang masih basah. Matanya yang semula terlihat berbinar saat bertemu Elsa, kini justru meredup. Mengisyaratkan kesedihan mendalam. Tak lupa tangannya ikut bergerak untuk mengusap wajah Elsa yang masih menyisakkan jejak - jejak air mata. "Terus, siapa yang bakal hapus air mata lo, sekarang?"
Merasa tak nyaman, Elsa langsung membuang pandangannya ke arah lain. Tangan Nando terjatuh, tapi tampaknya Nando tak ingin menghentikan aksinya. Terdorong rasa rindu yang mendalam, Nando mendorong tubuh Elsa hingga punggung wanita itu membentur dinding. Kedua tangannya merangkum wajah Elsa dan memaksakan kedua mata Elsa agar mau memandangi matanya. Perlahan, Nando mengikis jarak yang terdapat di antara keduanya. Hingga sebuah sentuhan di bahu Nando berhasil menghentikan keinginannya untuk menyampaikan rasa rindunya pada perempuan yang masih menduduki singgasana hatinya, walaupun perempuan itu adalah kakak dari istrinya. Tak hanya itu, Nando kembali dibuat terkejut saat melihat tubuh Elsa yang semula berada di hadapannya kini justru berada di dalam rangkulan seseorang yang pernah menjadi sahabatnya.
"Kalau lo lupa, Elsa udah jadi istri gue."
"Bimo!" Emosi tak hanya terlihat dari wajah Nando, tetapi juga dari kedua tangannya yang terlihat mengepal erat.
"Hai, Nando," balas Bimo santai. Senyum kecil penuh arti juga ikut hadir di bibir Bimo kala menyapa seseorang yang pernah begitu dekat dengan dirinya di masa lalu itu. "Gimana babymoon - nya? Pasti happy banget 'kan? Kelihatan banget dari muka lo," ujar Bimo lagi dengan tujuan meledek.
"Bim, lo-"
"Eh, eh nggak sopan lo ya. Gue sekarang kakak ipar lo, jadi panggil gue kakak!"
***
Gimana part ini?
Masih mau lanjut apa udah ah stop aja?
Eh Mas Bimo kenapa nih? Tiba - tiba ngakuin Elsa jadi istrinya? Kesambet apaan Mas?
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMUFLASE
RomanceThe story of Bimo & Elsa. Pernikahan Bimo dan Elsa terjadi karena sebuah perjodohan. Masing - masing memiliki rahasia yang menjadikan sebuah alasan, kenapa nenyetujui pernikahan yang semula tak terbayangkan. Bimo dengan rasa benci dan dendamnya te...