BAGIAN LIMA BELAS (Elsa untuk Bimo)

907 141 80
                                    

Halooo, gimana part kemarin?

Masih lanjut nggak nih cerita ini?

Kalo masih mau lanjut, komen sebanyak - banyaknya ya

Jangan lupa juga follow ig @ayinatiwi.story

Mariiii dan happy reading...

***

"Kok kamu makannya dikit banget sih, El?" tanya Viani khawatir saat melihat mangkuk berisi bubur yang dipesan sang menantu masih lebih dari setengah mangkuk. "Kamu 'kan nggak makan dari semalam, Sayang."

"Kenyang banget, Mi," jawab Elsa sedikit meringis.

"Atau mau pesan yang lain?" tanya Viani penuh kasih sayang. "Biar Mami pesenin ya, Nak?" Viani telah bangkit dari tempat duduknya, tetapi Elsa lebih dulu menarik tangan sang mertua sembari menggelengkan kepala.

"Nggak usah, Mi," tolak Elsa sehalus mungkin. "Elsa beneran kenyang banget."

Viani menghela napasnya panjang, lalu menganggukan kepala menuruti ucapan sang menantu. Wanita yang masih suka bergonta ganti warna rambut di usianya yang tak muda lagi itu kembali duduk di tempatnya semula.

"Si Kakak sudah dipesan 'kan tadi?" tanya Viani perihal makanan untuk putranya.

"Sudah, Mi. Tadi Elsa sempat chat Bimo juga, katanya dia mau juga bubur ayam dan ketoprak. Nggak jadi nasi bungkus."

Viani terkekeh geli mendengar cerita Elsa. Kepalanya menggeleng pelan masih dengan tawa di bibirnya.

"Kamu pasti sudah tahu 'kan kalau makannya suamimu itu banyak. Jadi sabar aja ya, kalau nanti kamu harus kecapekan memenuhi napsu makannya yang memang luar biasa. Selama kalian menikah, pasti dia udah minta kamu masakin bolak balik kan? Apalagi masakan kamu enak banget gitu, makin betah deh Bimo di rumah."

Elsa tersenyum masam. Jelas Elsa tak mungkin mengatakan bahwa masakannya tak pernah ada yang disentuh oleh Bimo. Hal itu pasti akan membuat Viani memarahi anaknya.

"Eh, tapi selama kalian pacaran pasti Bimo sudah sering kali minta kamu masakin kan ya, El?" tanya Viani mencoba mengingat - ingat. "Kalian LDR lama 'kan, pasti kalau si Kakak pulang, dia langsung minta dimasakin macem - macem sama kamu."

Boro - boro!

Sekali lagi, Elsa hanya mampu meringis kecil. Tak mungkin 'kan, dirinya membeberkan segala macam hal yang terjadi selama mereke "berpacaran" dulu? Ah, apa masa enam tahun itu dapat dikatakan sebagai pacaran? Jika pada kenyataannya, kemesraan mereka hanya terjalin saat di depan orang lain.

"Kadang - kadang aja kok, Mi." Jawaban penuh dusta. Faktanya, masakan yang Elsa buat untuk Bimo tak pernah satu kali pun laki - laki itu sentuh. "Tapi selama di Bali, kebetulan ada petugas Villa yang masak. Jadi Elsa belum sempat masakan buat Bimo."

Viani tersenyum lembut. Viani lantas mengulurkan tangannya, sengaja menarik tangan Elsa untuk dirinya genggam disertai usapan hangat.

"El...." panggil Viani sedikit berbisik. Suaranya terdengar bergetar, menunjukkan bahwa wanita setengah baya itu memang sedang menahan sesuatu di dalam dirinya. "Kamu anggap Mami sebagai orangtua kamu sendiri 'kan?"

Elsa sempat tercenung, tapi tak lama kemudian kepalanya pun mengangguk. Disertai senyuman manis khas miliknya, Elsa membalas usapan tangan Viani dengan tangannya yang bebas.

"Pasti, Mi. Mami dan Papi juga orangtua Elsa. Elsa sayang sama Mami dan Papi, seperti ke orangtua Elsa sendiri." Ada kegetiran dari balik ucapan Elsa. Jika tak mampu menahan air matanya sekuat mungkin, sudah dipastikan Elsa akan menangis sekencang mungkin. Ah, masalah orangtua selalu membuatnya ingin menangis.

KAMUFLASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang