BAGIAN SEMBILAN BELAS

737 120 43
                                    

Masih nungguin?

Lanjut yaaaa

Part ini balik ke masa sekarang dulu, tapi mungkin part depannya akan balik lagi ke masa lalu.

Biar alurnya jelas, biar pada ga bingung juga kok ini bisa begini, bisa begitu 🤣🤣

***

Bimo dan Elsa belum membuka suara. Keduanya kompak menutup bibir mereka hingga nyaris tak ada percakapan yang terjadi di antara keduanya. Tak ada pertanyaan - pertanyaan absurd dari Elsa guna menggoda Bimo atau minimal untuk membuat suaminya itu berbicara. Tak ada pula umpatan yang keluar dari mulut Bimo sebagai reaksi atas segala ucapan Elsa kepada dirinya.

Baik Bimo dan Elsa tengah asyik berkelana dalam pikiran mereka masing - masing. Elsa dengan pikirannya tentang kondisi sang adik yang sedang di rawat di Rumah Sakit di tengah kehamilannya, juga tentang sikap sang ibu mertua yang berubah sejak pertemuan dengan sang papa.

Tak jauh berbeda dengan sang istri, Bimo juga sedang memikirkan suatu hal. Matanya memang mengarah pada jalanan di hadapannya. Kedua tangannya juga dengan lincah memutar roda kemudi untuk mengendarai mobilnya. Namun otaknya, lagi - lagi mengarah pada kecupan kilat yang diterimanya saat masih berada di parkiran rumah sakit tadi.

"Tuh cewek abis makan apaan sih? Bibirnya manis banget gitu? Mana ada rasa stroberinya pula?"

Ketika menyadari pikirannya bergerak semakin liar. Bimo buru - buru menggelengkan kepalanya. Mati - matian Bimo merutuki pikirannya yang lagi - lagi tertuju pada hal yang seharusnya dirinya benci.

"Brengsek!" maki Bimo pelan. Kepalanya lalu menoleh ke samping kirinya, dimana sang istri sedang duduk dengan pandangan kosongnya.

Mungkin Bimo memang membenci perempuan yang sudah menjadi istrinya itu. Mungkin pula Bimo ingin membuat hidup perempuan itu menderita. Namun Bimo jelas tahu, bahwa perempuan yang tingkahnya sering kali membuatnya kesal itu sedang tidak baik - baik saja. Perempuan itu pasti terluka mendengar umpatan yang disampaikan oleh papanya, ya walaupun hanya papa tiri.

Ehem

Bimo berdeham pelan. Berharap Elsa akan mengubah atensi kepadanya. Namun, hasilnya nihil. Elsa masih tetap tak bereaksi sedikit pun.

"Gue mau makan," ujar Bimo datar. Sebelumnya, Bimo telah menepikan mobilnya di depan sebuah tenda biru yang menjual lontong sayur kesukaannya.

Suara Bimo membuat kesadaran Elsa kembali. Tangannya buru - buru mengusap wajahnya yang ternyata telah dijatuhi beberapa tetes air mata.

"Udah sampe, Bim?" tanya Elsa sembari menengok ke kanan dan ke kiri. Matanya menyepit kala bukan rumah milik mertuanya lah yang Elsa lihat, melainkan tenda lontong sayur tak jauh dari kompleks perumahan mertuanya.

"Belum sampe kok, Bim," kata Elsa sembari menengok ke arah sang suami. "Ngaco deh lo, masa berhenti di sini."

"Makanya jangan ngelamun mulu," kata Bimo lalu berdecak pelan. "Udah gue bilang, gue mau makan. Gara - gara bokap lo tadi 'kan gue nggak jadi makan. Makanya fokus!" Tanpa menunggu Elsa membalas ucapannya, Bimo sudah lebih dulu turun dari mobil dan menutup pintu mobilnya dengan keras.

Brak

"Astagfirullah," kata Elsa kaget. Tangannya mengusap - usap dadanya sembari memohon diberi kesabaran oleh sang Maha Kuasa untuk menghadapi suaminya yang sering kali membuatnya sulit berkata - kata.

Tak langsung turun dari mobil untuk mengikuti suaminya, Elsa lebih dulu mengintip interaksi Bimo dengan sang penjual. Bibirnya berkedut geli saat Bimo dengan antusias memesan lontong sayur kepada sang penjual.

KAMUFLASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang