BAGIAN TIGA PULUH EMPAT

861 143 62
                                    

Yok mari lanjut yook

Mana suaranya?

Part kemaren gimana nih?

Ada yang dag dig dug sama vira?

Kita buat Vira jahat atau ya biasa2 aja? Sekedar punya perasaan sama bosnya?

***

"Jadi...kamu beneran suka sama Bimo?" Sebelum mendengar jawaban Vira, Dipta lebih dulu mengalihkan pandangannya ke arah Bimo. Memastikan, bagaimana respon sahabatnya yang dikenal sadis kepada perempuan - perempuan yang memiliki perasaan terhadapnya.

Vira menggeleng. Senyum masih menghiasi bibirnya. Sebelum memberi jawaban, Vira menyempatkan diri untuk memandang Bimo yang ternyata juga sedang memandanginya dengan tatapan datar. Namun hal itu tak bertahan lama, karena Bimo lebih dulu memutus kontak mata mereka dan lebih memilih memandangi Dipta.

"Nggak, Pak Dipta. Saya nggak memiliki perasaan apapun terhadap Pak Bimo. Baik dulu...terlebih saat ini."

"Oh, iya?" tanya Dipta masih tak percaya. Pasalnya, semasa kuliah dulu Dipta sering kali mendapat informasi bahwa selain dirinya dan Nando, Bimo juga memiliki banyak penggemar baik itu dari teman seangkatan, senior, maupun junior mereka. "Terus, kenapa kamu buat surat cinta buat Bimo kalau dari dulu kamu nggak ada perasaan ke Bimo?"

"Dip...." Bimo mendesis. "Lo bisa tutup mulut, nggak?"

"Bim, gue kan--"

"Vir, keluar!" Bimo menyesal, mengapa tidak dari tadi dia menyuruh sekretarisnya keluar dari ruangannya.

Vira yang menyadari nada tidak bersahabat dari Bimo, kemudian menganggukan kepala. Tak ingin membuat suasana menjadi keruh. Dirinya cukup sadar diri tentang dirinya dan juga siapa kedua laki - laki yang dulu menjadi banyak incaran para gadis semasa kuliah itu.

"Baik, Pak. Kalau gitu, saya izin keluar dulu." Vira menundukkan kepala. Baru saja membalik tubuhnya, suara Dipta kembali terdengar memanggilnya.

"Eh, eh 'kan pertanyaan saya belum kamu jawab."

"Dipta!" Bimo kembali menegur sahabatnya. "Jangan macem - macem atau gue telepon bini lo!" Pada akhirnya, Bimo mengelusrkan senjata pamungkas untuk membuat bibir sahabatnya itu tertutup.

"Keluar sekarang, Vir." Setelah petintah Bimo kembali terdengar, Vira pun melanjutkan langkahnya hingga akhirnya benar - benar meninggalkan ruangan kerja bosnya.

"Yah, gue belum dapat jawaban dari sekretaris lo juga," Dipta mengerucutkan bibirnya.

Bimo memutar bola matanya malas. Tangannya meraih ponselnya yang tadi diletakkan di atas meja kerjanya. "Tinggal pilih aja deh. Cari jawaban dari Vira atau gue telepon Arash dan bilang suaminya godain sekretaris gue."

Dipta berdecak pelan. "Nggak asyik banget sih lo, Bim," ucap Dipta menggerutu. "Bikin tambah ruwet pikiran gue aja lo. Bisanya cuma ngancem doang."

Bimo mengembuskan napasnya. Setelah meletakkan ponselnya kembali ke tempat semula, tangan Bimo menengadah di hadapan Dipta. "Sekarang, mana proposal kerjasama dari perusahaan lo?"

Giliran Dipta yang menatap Bimo tajam. "Emang gue bilang ke sini, mau kerja?" Bibirnya mencebik kesal. Kepala Dipta menggeleng. "Seinget gue, nggak deh."

"Terus, tujuan lo datang ke kantor gue itu apa?" Bimo tertawa sinis. "Mau godain sekretaris gue doang, gitu?"

Dipta menunduk. Terdengar sebuah helaan napas panjang dari bibirnya. Setelah merasa lebih tenang, baru Dipta kembali mengangkat kepalanya.

KAMUFLASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang