BAGIAN TIGA PULUH ENAM

986 147 74
                                    

Komennya kok sepi :(

Aah sedih.

Tapi lanjut aja deh ya, biar cepet kelar hehehe

Sepertinya, cerita ini masih akan panjang. Tapi coba aku padetin ya.

Biar cepet selese

***

"Pi, cepetan dong," Viani berjalan terburu - buru sejak menginjakkan kakinya di sebuah rumah sakit, tempat menantunya sedang di rawat. Pagi tadi, Viani dikejutkan dengan kabar yang diberikan oleh putranya yang semalaman tak pulang. Awalnya Viani merasa senang, saat Bimo mengatakan bahwa Elsa sudah ditemukan dan berada di Bandung. Namun, kabar selanjutnya membuat Viani merasakan kekhawatiran kepada Elsa karena menantunya itu harus mendapatkan perawatan medis. "Mami kepingin cepat - cepat ketemu Elsa. Mami khawatir. Mami kangen juga, Pi. Mami--"

"Sabar, Mi," Pradiga mencoba menenangkan sang istri. Tangannya yang sudah mulai menunjukkan keriput khas manusia paruh baya terulur untuk mengusap tangan Viani yang terasa dingin. "Nanti kita juga bakal sampai ke ruang perawatan, Elsa. Mami harus tenang, nggak perlu merasa khawatir," Pradiga tersenyum lembut. "Elsa sudah punya penjaga yang bisa diandalkan. Mami nggak perlu takut. Lagi pula ini di rumah sakit. Elsa pasti sudah mendapatkan perawatan terbaik."

"Ya tapi 'kan, Pi...."

Pradiga menggenggam tangan istrinya dengan erat. "Jalan lagi aja, yuk?" kata Pradiga mengajak sang istri. "Katanya mau cepet ketemu Elsa? Tapi jangan panik. Santai aja jalannya. Nanti kalau Mami panik, malah nggak ketemu - ketemu kamar perawatannya."

Viani mengangguk lemah. Sementara Pradiga mengukir senyum sembari terus menggenggam tangan istrinya.

"Senyum dong, Mi. Mau ketemu anak dan menantu kok dari tadi nggak senyum? Mukanya malah tegang banget. Kecantikanmu berkurang loh kalau gitu."

Viani tersenyum malu - malu. "Ih, Papi gitu."

Pradiga menanggapinya dengan tawa. "Nah, kalau senyum gitu, 'kan cantik." Dan sepasang suami istri itu pun kembali tertawa. Keduanya pun melanjutkan perjalanan mereka menuju ruang perawatan Elsa.

***

"Pi, itu bener ruangannya bukan?" Viani menunjuk pada sebuah ruangan dengan label VVIP 3.

Pradiga mengangguk. "Iya bener kok."

"Alhamdulillah." Viani tersenyum lebar. Viani kembali melangkahkan kakinya tak sabar agar segera sampai di depan pintu kamar perawatan menantunya. Saking tak sabarnya, Viani bahkan sampai meninggalkan sang suami yang lagi - lagi hanya mampu menggelengkan kepala. Pradiga kemudian mengikuti langkah sang istri untuk menuju ruang perawatan menantunya.

"Mami kok berhenti?" tanya Pradiga saat melihat istrinya tak kunjung masuk ke dalam ruangan. "Kamarnya salah atau--" Pradiga pun ikut terdiam, kala netranya menangkap sebuah pemandangan yang membuat kebahagiaan di dalam hatinya membuncah. Tak jauh dengan dirinya, sang istri pun ikut meneteskan air mata saat melihat Bimo dan Elsa sedang tidur di atas brankar yang sama. Lengkap dengan posisi yang saling memeluk satu sama lain.

"Pi, ini nyata 'kan?" tanya Viani tak yakin. "Ini asli atau Bimo lagi menciptakan kamuflase baru karena tahu kita mau datang?"

Pradiga menengok ke arah sang istri. Tangannnya diangkat untuk merangkul Viani. "Ini nyata, Mi. Ini yang sebenarnya."

"Ini benar - benar bukan mimpi?"

"Sama sekali bukan. Apa yang ada di hadapan Mami sekarang itu kenyataan," Pradiga menghela napas pelan. "Jika mereka bertemu lebih awal. Jika saja, Elsa dan Bimo saling bertemu

KAMUFLASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang