BAGIAN LIMA PULUH EMPAT

1.1K 178 52
                                    

Kita lanjut lagi ya?

Masih mau lanjut?

Yuk yuk mana suaranya yukkk

Komen yang banyak yaaaaa

Happy reading

***

"Sekali lagi...." Nando menghentikan langkahnya. Kepalanya lantas menoleh ke samping kiri, dimana Elsa yang juga berjalan bersamanya itu berada. "Makasih ya, El. Makasih udah mau maafin gue."

Elsa terlihat menghela napas. Kepalanya ikut menoleh ke arah Nando. Senyum kemudian terpatri tipis di bibirnya untuk sahabatnya itu.

Ya, sahabat. Setelah berbincang hampir dua jam, keduanya memutuskan untuk berdamai. Elsa akhirnya memaafkan Nando. Memang, tidak mudah untuk melupakan semua hal kelam yang Nando lakukan kepadanya. Namun bagi Elsa, tak akan ada gunanya jika harus memendam kemarahan. Bagaimana pun, Nando adalah sahabatnya. Laki - laki itu, pernah begitu dekat dengan dirinya. Menemani Elsa dalam setiap kesulitan. Jadi Elsa rasa, dia tak memiliki alasan untuk tidak memaafkan Nando. Walaupun, hubungan mereka tak akan kembali seperti semula. Bagaimana pun, status mereka kini telah berbeda. Terlepas dari persahabatan yang telah terjalin lama, Elsa dan Nando kini adalah saudara ipar yang memiliki batas - batas tertentu dalam membina sebuah hubungan.

"Nggak ada alasan buat gue buat nggak memberi maaf ke lo...." Helaan napas terdengar pelan. "Tadi lo bilang, lo nggak mau munafik kalau perasaan lo ke gue masih ada, 'kan?" Dan Nando menganggukan kepala. "Tapi gue juga nggak mau munafik, kalau perasaan gue ke lo itu udah nggak ada. Jadi, gue minta lo buang perasaan ke gue. Buka hati lo buat istri lo. Gue tahu pasti, Inar sayang dan cinta banget sama lo."

Nando tersenyum tipis. Sangat tipis untuk menahan perih yang kembali menghujam dadanya. Namun, hal itu tak lagi membuatnya kehilangan kewarasan hingga dapat melakukan hal buruk seperti sebelumnya.

"Iya...." Nando mengangguk. "Gue tahu semua itu kok. Tentang perasaan lo ke Bimo, begitu pula tentang perasaan Inar ke gue. Tapi nggak semudah itu mengubah perasaan yang sudah terpendam secara bertahun - tahun di dalam hati,  El." Nando menjeda ucapannya sejenak untuk mengambil napas. "Bukan gue nggak mau. Tapi semua itu butuh proses. Gue janji, pelan - pelan perasaan cinta gue ke lo pasti akan hilang. Tapi, kasih gue waktu ya?"

Dalam hati, Elsa mengamini apa yang baru dikatakan oleh Nando. Membolak balikan perasaan itu memang tak mudah. Bukan hanya Nando, Elsa pun merasakannya juga.

Saat awal - awal harus merelakan Nando untuk adiknya, rasanya memang sangat sulit. Namun seiring berjalannya waktu, rasa itu kian terkikis. Bukan hanya karena merupakan sebuah keharusan untuk merelakan Nando, tetapi juga karena keberadaan Bimo di dekatnya. Sosok yang sering membuatnya jatuh bangun, hingga Elsa mampu mengatakan dengan lantang bahwa dia mencintai ayah dari calon anaknya.

Kepala Elsa mengangguk pelan. Tak lupa, sebuah senyum untuk Nando terlukis di bibirnya.

"Jangan terlalu lama, Nan. Keburu Inar capek dan pergi ninggalin lo." Elsa tertawa pelan. "Ingat, sekarang bukan cuma ada lo dan Inar. Tapi juga ada anak kalian."

"Pasti, El. Pasti!" Nando tersenyum lebar. Tangannya mengusak rambut Elsa hingga membuat perempuan itu tersentak. "Bahagia sama Bimo ya, El." Harapan itu terdengar begitu tulus. "Gue pasti bahagia, kalau lo bisa bahagia sama Bimo."

Kali ini, Elsa merasa berat untuk menganggukan kepala. Masalah yang menghadang mahligai rumah tangganya sesungguhnya, membuat Elsa tak yakin dapat meraih kebahagiaan itu atau tidak.

"Lo juga. Gue titip Inar ya. Sampein salam gue ke dia."

"Pasti!" Nando mengangguk mantap. "Gue pasti bakal jaga Inar dan anak gue, El."

KAMUFLASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang