BAGIAN LIMA PULUH TIGA

1K 164 31
                                    

Masih mau lanjut kah?

Oke, pelan - pelan ya....

Mari coba kita lanjutkan

***

"Tinggal telepon, apa susahnya sih, Kak?"

Bimo yang terkejut pun menjatuhkan ponselnya ke lantai. Beruntung, ada sebuah karpet tebal yang melapisi lantai tersebut sehingga ponselnya masih terlindungi.

"Bisa ketuk pintu dulu nggak sih masuk ke kamar orang?" kata Bimo dengan nada kesal. Bimo kemudian membungkukan tubuhnya, lalu mengulurkan tangannya untuk meraih ponselnya yang terjatuh. Namun gerakan sang adik justru lebih cepat saat merebut ponsel itu dari genggaman Bimo.

"Nola!" Suara Bimo meninggi seketika. Ia berniat merebut kembali ponsel miliknya, tetapi sang adik jauh lebih gesit dalam menangani serangan yang diberikan oleh sang kakak. Lengkap dengan wajah jahil khas miliknya.

"Balikin hp Kakak!"

"Nanti, setelah pekerjaan gue selesai."

"Nola, mau ngapain lo?"

Sayang, kamu dimana? Kenapa belum datang?

Sent

"Gini aja kok repot!" Nola kembali mendekati Bimo. Tangannya menarik tangan sang kakak, lalu meletakkan ponsel tersebut pada telapak tangan Bimo yang terbuka dan kembali menutupnya.

Mulut Bimo menganga seketika. Matanya juga ikut melebar kala membaca kata demi kata yang dituliskan oleh Nola dan kemudian dikirimkan kepada nomor istrinya. Satu hal yang membuat situasinya bertambah parah adalah, Nola mengirimkan pesan itu menggunakan SMS. Bukan menggunakan aplikasi chatting yang memungkinkan sang pengirim pesan untuk menghapus pesan yang telah dikirimkannya. Sementara ini? Begitu jari menekan tombol kirim, saat itu pula pesan itu tak dapat lagi dihapus.

"Nol, lo...." Bimo mendesis. Sepasang netranya masih terfokus pada layar ponselnya dengan tatapan shock.

Sementara sang adik terlihat acuh. Nola mengangkat bahunya cuek. Gadis yang belum lama ini berhasil mendapatkan gelar sebagai Sarjana Hukum itu pun memilih meninggalkan Bimo yang masih saja terpaku dengan ponselnya. Nola pun akhirnya melangkahkan kakinya menuju balkon yang terdapat di kamar sang kakak. Tanganya bertumpu pada pembatas balkon, sementara netranya menyapu pemandangan belakang rumah orangtuanya yang dapat terlihat dari kamar kakaknya itu.

"Lo apa - apan sih, Nol?" Bimo menarik salah satu lengan adiknya. Hingga membuat tubuh Nola menghadap ke arahnya.

"Apa yang lo lakuin barusan?" Bimo kembali mengangkat ponsel miliknya, kemudian menunjukkan layarnya pada sang adik. Pada layar tersebut jelas terlihat rangkaian pesan yang dikirimkan adiknya kepada Elsa.

Salah satu alis Nola terangkat. Setelah itu, barulah sebuah helaan napas panjang keluar dari bibirnya yang diiringi tawa kecil khas milik Nola.

"Menjalankan tugas gue sebagai adik yang baik dong, Kakaku sayang," jawab Nola masih dengan kekehannya. "Lo tuh cuma mau cari tahu keberadaan istri lo aja mikirnya sampe lama banget kayak gitu. Ya makanya gue bantu."

"Jangan sok tahu!" Bimo jelas menolak segala asumsi yang diberikan oleh adiknya.

"Siapa bilang gue sok tahu?" Lagi, Nola terkekeh. "Sebagai mantan mahasiswa hukum, gue dituntut untuk bisa menganalisis berbagai kasus dengan berbagai kondisi, Kak. Jadi, untuk tahu apa yang ada di otak dan di hati lo, itu gampang buat gue."

Bimo mulain mengendurkan genggaman pada lengan adiknya secara perlahan. Kala genggaman itu telah benar - benar terlepas, barulah Bimo mengubah posisi tubuhnya yang semula menghadap Nola menjadi mengarah pada halaman belakang rumah orangtuanya. Tangannya pun ikut bertumpu pada pembatas balkon.

KAMUFLASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang