BAGIAN DUA PULUH SEMBILAN

836 139 86
                                    

Gimana part kemaren?

Pada seneng ga sih lihat mereka kayak kemaren?

Oke, mari kita lanjutkan

Oiya, sebelumnya mau minta tolong buat follow ig @ayinatiwi.story yaaa

***

Sinar matahari yang menerobos melalui kaca - kaca jendela, berhasil membangunkan sang pangeran bangun dari tidur lelapnya. Bimo mulai mengerjapkan mata. Tangan kirinya bergerak menutupi mata yang merasakan silau karena sinar matahari.

"Gila, capek banget gue!" Bukannya bangun, Bimo justru menarik selimut hingga menutupi kepalanya, "Silau banget pula."

Bimo kembali menutup matanya. Berniat melanjutkan tidurnya yang dirasa masih kurang. Hingga dirinya sadar, bahwa ada sesuatu yang tidak benar.

"Silau?" gumamnya dalam hati. "Gila, jam berapa nih?" Bimo langsung membuka selimut yang menutup hingga wajahnya. Bimo buru - buru duduk dan menggapai ponselnya yang berada di atas meja.

"Sial!" Bimo mengumpat kala melihat jam yang telah menunjukkan pukul delapan pagi. Tak hanya itu berbagai panggilan telah masuk ke dalam ponselnya. Satu yang menjadi fokusnya adalah reminder rapat yang harus dihadirinya pukul sembilan pagi.

Bimo langsung melempar ponselnya ke atas ranjang, "Gila, gue kesiangan. Si Elsa nggak bangunin gue?" Baru saja membuka selimut yang menutupu bagian bawah tubuhnya, mata Bimo sudah kembali dikejutkan. Dia baru sadar jika sejak semalam, dia belum lagi berpakaian. Kembali Bimo menarik selimut itu hingga kembali menutupi sesuatu yang menjadi senjatanya kala menyerang Elsa semalam. Baru membayangkan hal itu saja, sudah berhasil membuat sekujur tubuh Bimo menengang.

"Pikiran lo kenapa jadi kotor gini sih, Bim?" Bimo memarahi dirinya sendiri. Buru - buru Bimo mencari keberadaan pakaian yang semalam dilepas dan dibuangnya asal. Namun sayang, keberadaan benda tersebut tak dapat ditemukan karena Elsa lebih dulu merapikan dan membersihkan kamar. Sehingga, mau tak mau Bimo berlari menuju kamar mandi dengan selimut yang menutupi tubuhnya.

***
"Yang lagi happy, senyum nggak bagi - bagi ya."

Elsa tersentak, kepalanya menoleh ke arah sumber suara dimana sang adik baru saja datang dengan pakaian olahraganya. Dari wajahnya terlihat keringat bercucuran. Pemuda dua puluh tiga tahun itu memang baru saja berolahraga dengan berlari mengelilingi kompleks perumahan orangtua Bimo.

"Astagfirullah, Frean!" Elsa mengusap dadanya beberapa kali, "Kamu nih lama - lama kayak jelangkung tahu, nggak? Suka tiba - tiba datang, tiba - tiba ngilang."

Frean mengangkat bahunya cuek. Tubuhnya yang semula bersandar pada dinding, kini sudah tegak. Kakinya kemudian berjalan menuju tempat Elsa yang sedang sibuk dengan aktivitasnya berada.

"Pantes muka lo cerah banget, Kak. Abis main bola semalem?" goda Frean saat melihat beberapa jejak kecupan di leher sang Kakak.

"Main bola?" beo Elsa tak paham. "Kakak nggak main bola kok."

Frean berdecak. Kakaknya mungkin pintar dalam akademik dan organisasi, tapi untuk masalah seperti ini sudah dipastikan bahwa kecerdasan kakaknya itu tidak berlaku.

"Emang bukan lo yang main bola. Lo 'kan tugasnya jaga gawang, Kak," jawab Frean tak ada beban.

"Omongan kamu makin nggak jelas. Kakak nggak ngerti."

Frean menghela napas. Matanya lalu melirik ke arah leher kakaknya yang memang tak tertutup oleh pakaiannya.

"Itu di leher lo...."

KAMUFLASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang