BAGIAN LIMA PULUH ENAM

1K 153 58
                                    

Oke...

Mari kita lanjutkan yaaa

Semoga semuanya bisa cepat berakhir...

Yoook yang kangen BiMo - Elsa merapat yoooooookkkkk

Mereka kembalii nih hehehe

***

"Ma-maksud lo, Bim?" Jelas Elsa merasa shock. Senyum lega yang sempat terukir di bibir Elsa setelah membicarakan kandungannya dengan Bimo mendadak sirna. Walaupun dia tak berharap besar Bimo akan berbahagia mendengar kabar ini. Namun, setidaknya Elsa berharap bahwa Bimo akan menerima kehadiran mereka.

"Ya, ya anak itu...." Suara Bimo terdengar gugup. "Siapa ayahnya?"

Elsa tak menjawab. Bibirnya hanya mengukir senyum tipis. Matanya terlihat berkaca - kaca, tapi Elsa enggan menangis di hadapan suaminya.

"Bim, bisa lo keluar?"

"El--" Bimo hendak membantah. Kekesalan jelas memenuhi relung hatinya. Kedua tangannya mengepal kuat.

"Gue mau istirahat, Bim." Lagi, Elsa berusaha berbicara dengan tegar. "Anak ki...maksud gue, anak gue butuh istirahat. Jadi bisa lo keluar dari kamar gue?"

"Terserah lo!" Tanpa lagi mengucapkan apapun, Bimo langsung memutar tubuhnya. Kakinya buru - buru melangkah ke arah pintu untuk sesegera mungkin keluar dari kamar sang perawatan yang ditempati sang istri.

Brak

Tepat setelah Bimo membanting pintu, Elsa memejamkan matanya. Membiarkan, air mata yang telah terkumpul di pelupuk mata seketika luruh. Tubuhnya berguncang kuat. Isak tangisnya pun terdengar begitu memilukan.

"Dia anak lo, Bim. Darah daging lo."

***

"Kak, kok balik ke sini lagi?" Kening Viani langsung mengernyit saat melihat sang putra yang kembali muncul di hadapannya. "Elsa gimana, Kak? Kok ditinggal sendirian?"

"Elsa baik kok, Mi," jawab Bimo seadanya. "Elsa udah tidur, jadinya Kakak tinggal dulu buat nemenin Mami."

"Harusnya kamu tetap di kamar Elsa, Kak," kata Viani setelah menghela napas.

"Bener, Kak. Di sini 'kan ada gue yang nemenin Mami. Lo mending balik deh ke kamar Kak El. Ibu hamil biasanya suka minta yang aneh - aneh 'kan kalau lagi ngidam," tambah Nola sambil tertawa kecil. "Gue nggak mau ya, ponakan gue jadi ileran gara - gara bapaknya."

Bimo tetap bergeming. Namun, Bimo tak menampik adanya desiran halus yang menyapu dadanya. Senyum kecil terpatri di bibirnya saat ingataannya tertuju pada permukaan perut sang istrinya tadi. Namun, lamunannya tiba - tiba terhenti kala seorang pemuda datang mendekat ke arah dirinya dengan raut wajah khawatir.

"Bim?"

Tak hanya Bimo, Nola dan Viani pun seketika menoleh ke arah sumber suara.

"Fre?" Bimo menyapa adik iparnya. "Udah dateng lo?"

Mengabaikan pertanyaan kakak iparnya, Frean lebih memilih mengajukan pertanyaan kepada laki - laki yang dicintai kakaknya itu. "Kak El mana?" tanyanya dengan raut wajah yang semakin menunjukkan kegelisahan. "Dia nggak kenapa - kenapa 'kan? Dia--." Tiba - tiba bibir Frean terkatup saat sepasang netranya  menangkap keberadaan seseorang yang masih saja memenuhi ruang hatinya.

"Nola...." Hanya sebuah gumaman, tapi nyatanya tetap saja terdengar jelas oleh indra pendengar sang pemilik nama.

"Hai, Fre...." Sempat ragu. Namun, akhirnya Nola pun memberanikan diri menyapa mantan kekasihnya itu, lengkap dengan senyum khas miliknya yang juga dirindukan oleh Frean. "Lo apa ka--"

KAMUFLASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang