BAGIAN TIGA PULUH DUA

856 163 58
                                    

Gimana part sebelumnya?

Siap lanjut lagi?

Yok yok yang gemes sama Mas Bimbim ngacung.

Siap untuk kembali bertemu lagi?

Lanjoooot

***

"Mas Suami sayang, ayo bangun!"

"Masih pagi, El. Bentar lagi ah." Bimo kembali menarik selimutnya hingga menutupi kepalanya. Mengabaikan suara - suara yang mengganggu tidur lelapnya.

"Udah siang loh, nanti telat. Ayo bangun, Mas Suami."

"Masih ngantuk, El. Lo berisik banget sih."

"Eh, udah subuh. Ayok bangun, Bim. Ntar telat subuhnya."

Bimo berdecak. Tangannya menarik selimut yang semula menutupi tubuhnya hingga kepala, lalu menegakan tubuhnya.

"Lo bawel banget sih...El." Matanya baru saja terbuka. Bersamaan dengan bibirnya yang langsung menutup rapat. Suara alarm terdengar yang begitu nyaring dari ponselnya ternyata bukan hanya membangunkan Bimo dari tidurnya, tetapi juga dari mimpi yang baru saja mengusiknya.

Perlahan, kepalanya menoleh ke sebelah kanan ranjang yang ditempatinya. Kosong. Tempat itu terlihat begitu rapi, menunjukkan bahwa tak ada orang yang menempati. Bahkan bukan hanya satu hari, tempat itu telah ditinggalkan pemiliknya lebih dari satu minggu.

"Harusnya, lo pergi, El. Pergi dan jangan pernah datang lagi...termasuk lewat mimpi."

***

Plak

Bimo tak mampu berkutik. Kedua orangtuanya baru saja kembali setelah beberapa waktu tinggal di Surabaya untuk menemani kedua adik kembarnya yang menempuh pendidikan di Kota Pahlawan itu. Dan seperti dugaannya, Bimo sudah siap menjadi sasaran amuk kedua orangtuanya.

"Kamu jahat banget, Kak. Kamu tega," setelah sebuah tamparan keras, Viani menumpahkan seluruh kekecewaannya lewat tangis dan kata - kata. "Bisa - bisanya kamu usir dia? Bisa - bisanya kamu biarin istri kamu pergi?" Viani menggelengkan kepala tak percaya, "Dibuat dari apa sih hati kamu itu, Kak? Kenapa kamu...kenapa kamu tega?"

Bimo membiarkan maminya meluapkan segala kesedihannya. Dia membiarkan Viani memukuli dadanya tanpa ampun. Berharap, hal itu mampu membuat perasaan maminya lebih lega.

"Kamu bohongi Mami dan Papi lagi, Kak. Kamu membohongi kami dengan berbagai alasan kamu. Kamu bilang hp Elsa rusak lah, jadi dia nggak bisa dihubungi. Kamu bilang Elsa sibuk sama pesanan - pesanannya lah. Kamu bilang Elsa lagi radang lah. Mami minta video call , kamu bilang Elsa udah tidur lah. Tapi nyatanya?" Viani menggeleng. "Kamu bohong, Kak. Kamu bohongi Mami lagi."

"Mi, udah. Udah, Mi,"Pradiga menarik tubuh sang istri agar menjauh dari putranya. "Jangan kayak gini, Mi. Kita harusnya cari Elsa. Bawa dia pulang lagi."

"Elsa, Pi. Elsa kemana?"

Pradiga mengangguk, lalu membawa tubuh istrinya ke dalam pelukan. Memberikan usapan - usapan lembut di punggung Viani, berharap sang istri akan merasa lebih tenang.

"Nanti kita cari ya? Kita cari dia ya, Mi. Mami harus tenang. Kalau Mami nggak tenang, kita pasti bisa bawa Elsa ke rumah ini lagi. Mami tenang ya, Mami tenang," Pradiga masih terus memberi ketenangan pada sang istri. Sembari memeluk Viani, Pradiga melirik ke arah sang putra yang sama sekali membuka suaranya. Bahkan kepergian Elsa baru diketahui Pradiga dan sang istri dari asisten rumah tangga mereka yang mengatakan bahwa menantu mereka telah meninggalkan rumah lebih dari satu minggu.

KAMUFLASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang