"eungh! Park Jimin!"
"apa?!"
"Ini sakittt!"
Jimin tak tanggung-tanggung menyeret Nami yang tengah mabuk parah keluar dari dalam restoran dengan sedikit kasar. Bak banteng penuh gairah, wajahnya sangat memerah karena rasa amarah yang kian memuncak.
"lepas! Ini sakit Jiminhh"
Seolah tuli dan tak mengindahkan rengekan yang lebih mengarah pada permohonan itu, Jimin semakin gencar membawa Nami lalu berakhir membanting tubuh setengah sadar itu untuk bersandar pada bodi mobilnya.
Dilihatnya gadis itu dari atas hingga bawah—cepat-cepat Jimin mengusap mukanya dengan frustasi. Sial, Nami terlihat sangat kacau sekaligus—seksi saat mabuk.
"Park Jimin jahat! Sakittt" Nami memukul pundak Jimin pelan seraya menunjukkan pergelangan tangannya yang meninggalkan jejak bekas kemerahan.
"Park Jimin jahat!"
Ah sial. Semakin Nami merengek dan bergurau tak jelas, gadis itu semakin terlihat begitu menggemaskan. Sinting. Jimin rasanya ingin sekali menerkam Nami saat ini juga.
Jimin segera menarik Nami kedalam kungkungannya. Memeluk gadis itu erat agar ia berhenti merengek dan membangkitkan hormon kejantanannya.
Tidak. Tahan Park Jimin. Tahan. gumam Jimin gelisah.
"kau ini kenapa Jimin-ahh"
"maaf karena aku telah bersikap kasar padamu" ucap Jimin pelan.
Suasana mendadak menjadi hangat. Nami mengangguk lemah saat mendengar suara getir Jimin serta deru nafas hangatnya menyentuh daun telinga.
"dinginnn" gumam Nami tiba-tiba. Mendengar itu Jimin mempererat pelukan mereka dan Nami semakin nyaman masuk kedalam pelukan Jimin. Mendusal pelan di ceruk leher jenjang itu guna mendapatkan kehangatan lebih.
"ayo pulang. Salju akan semakin lebat di malam hari" ujar Jimin seraya berusaha melepaskan pelukan mereka.
Tapi Nami tiba-tiba saja menangkup pipi Jimin lalu menatap pemuda itu dengan lamat. Pipi bulat Jimin sontak merona. Entah karena tangan hangat Nami atau dirinya kini merasa malu karena tingkah mendadak dari gadis itu.
"a-ada apa Nam—"
"Park Jimin-sshi. Apa aku sedang bermimpi hari ini?" tanya Nami dengan mata sayunya yang berhasil mendominasi penglihatan Jimin.
"maksudmu?"
"aku melihat Kim Seok Jin sepanjang hari. Apa karena aku sangat merindukannya? aku merasa dia berada di korea saat ini" seraya berucap, matanya perlahan menutup. Kepalanya ia sandarkan pada pundak Jimin yang tengah membatu atas pengakuan yang berhasil menghancurkan harapannya.
Sangat rindu katanya?
Selain menjadi pelupa, Nami juga ternyata bisa menjadi orang yang jujur saat mabuk.
"Nami-yaa, dengarkan aku. Disini tak ada Jin hyung. Hanya ada aku. Kau hanya perlu terus memikirkanku, mengerti?"
Diangkatnya kepala Nami perlahan. Jimin mengusap kelopak mata Nami yang terpejam. Lalu Jimin berusaha menyadarkan Nami dan mencoba membuat gadis itu luluh dengan tatapan meyakinkannya.
"tatap aku"
"ada apaaa?" Nami kembali menatap Jimin dengan mata sepatnya. Beberapa kali ia mengedipkan mata susah payah guna dapat bertahan membuka katup netranya lebih sedikit lama.
"lihat, hanya ada aku disini. Aku yang selalu ada untukmu. Aku, Park Jimin"
Nami mengangguk pasrah. "benar. Kau memang Park Jimin. Tapi yang aku inginkan hanya Kim Seok Jinnnn" Nami mulai kembali merengek dengan menarik-narik kerah jas yang tengah Jimin kenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HACKNEY ;ft.김석진 [M] [✔]
Fanfiction[⠀⠀ ⠀; COMPLETE ⠀⠀ ] Jika saja kejadian kelam itu tak pernah singgah didalam hidupnya, mungkin Kim Seok Jin tak pernah bertemu dengan seorang pria paruh baya yang tega menjual anak gadisnya demi uang dan hawa nafsu. "seharusnya ak...