Psikopat. Kata itu sedang menyerbu kepala Nami tatkala netranya tersemat pada seorang pemuda di hadapannya yang sedang menyentil benda tajam dengan santai—menatap pisau kecil namun berkilau dengan wajah sumringah.
Menyeramkan? Bukan main.
Nami tak dapat berkutik. Ia hanya duduk anggun diatas ranjang berukuran big size dengan air mata yang kembali menyucur deras. Sedangkan Jin, selain berkutat pada pisaunya, ia sesekali menghapus air mata gadis itu. Tersenyum ramah seolah tak ada beban.
"tenang saja, aku tak akan melukaimu asalkan kau beritau aku"
Nami setia dengan desakkannya. Jantungnya bergejolak cepat. Nyawanya sudah di awang-awang. Seharusnya gadis itu mengirim surat pengunduran diri dari muka bumi ke malaikat pencabut nyawa ketimbang ia di sandingkan dengan seorang Kim Seok Jin yang sudah kehabisan akal sehat. Sesekali ia menggigit bibir merah ranum itu agar tangisannya tak semakin terpecah.
"kenapa kau membuhun ibuku, hm?"
Dengan nafas yang tercekat, Nami berusaha menjawab dengan terbata. Bertanya apa yang Jin maksudkan benar-benar tidaklah masuk akal. Bagaimana bisa ia mengenal ibunya? Apa hubungan Nami dengan Ibunya? Tentulah, Jin memang sudah gila.
Cairan kental berwarna merah hati akhirnya berbondong-bondong keluar beriringan dengan desahan sang empunya pisau. Sekitar 10cm benda tajam itu berjalan membelah kulit putih Jin yang hampir menyentuh setiap urat di lengannya.
Jin tersenyum melihat darah segar lepas landas ke tempat tidur. Sedangkan Nami, kepanikannya bertambah seribu kali lipat. Netranya tak mampu berkedip. Tubuhnya membatu. Rasanya ingin mati saja.
"ahh" Jin merebahkan tubuhnya. Membiarkan cairan itu keluar tanpa ampun dan berpura-pura tak ada kejadian apapun yang sedang terjadi saat ini.
Gila total. Jika di biarkan Jin bisa mati karena kehabisan darah dan Nami akan dijadikan tersangka utama. Nami berlari ke dapur. Mengambil benda apapun untuk menutup celah besatan Jin agar darah yang keluar tak semakin parah.
Alih-alih kembali dengan secepat kilat, langkah gadis itu terhenti dibawah ambang pintu. Intusininya teringat sesuatu. Obat penenang yang Taehyung berikan. Apa ini saatnya?
Dengan cekatan Nami mengobrak-abrik meja belajarnya. Merasa lega setelah mendapati pil yang ia cari sedari tadi. Pun Kim Taehyung, seperti malaikat penyelamat karena tiba-tiba saja ia mendapati pesan dari pemuda itu.
|Kim Taehyung
|apa semuanya baik-baik saja disana?
23.15Park Nami|
aku butuh kau. kakakmu dalam|
bahaya
23.15|Kim Taehyung
|aku sudah di dalam perjalanan. jangan panik. tunggu aku.
23.16•••
"ptsd?"
"Post Traumatic Stress Disorder. Penyakit trauma di sebabkan seseorang mengalami kejadian yang mengenaskan dari diri sendiri atau orang terdekat. Kakakku mengalami hal semacam itu sejak ibunya tewas mengenaskan. Sempat mengalami depresi berat, lalu ia menjalani konseling selama beberapa tahun untuk mengurangi hal itu. Tidak rutin dan hasilnya trauma itu tak bisa hilang begitu saja. Setiap di tanggal kematian ibunya dia masih melakukan hal yang sama. Aku minta maaf atas hal ini—"
"lalu kenapa Jin mengatakan bahwa aku adalah pembunuhnya?"
"ibunya ditemukan tepat di tempat tinggal kau yang dulu. Orang-orang yang berpenyakit seperti itu suka berspekulasi tanpa bukti dan mengada-ada. Ku mohon kau bisa memahami itu"
KAMU SEDANG MEMBACA
HACKNEY ;ft.김석진 [M] [✔]
Fanfiction[⠀⠀ ⠀; COMPLETE ⠀⠀ ] Jika saja kejadian kelam itu tak pernah singgah didalam hidupnya, mungkin Kim Seok Jin tak pernah bertemu dengan seorang pria paruh baya yang tega menjual anak gadisnya demi uang dan hawa nafsu. "seharusnya ak...