"Park Nami"
"kau ini tidur atau mati?"
"Park Nami"
Bisikan dengan menyebut nama yang sama beberapa kali terdengar di rungu gadis yang tengah tertidur dengan teramat lelap.
Mengabaikan jutaan layang panggilan dengan menutup mata lebih erat agar mimpi baiknya malam ini tidak terburai.
Jin frustasi sebab Nami tak mengindahkan panggilannya. Membuat ia kini harus memutar otak agar gadis itu segera terjaga. Terlebih, tubuhnya mulai terasa pegal sebab Nami memeluk pemuda itu dan berbaring di pundaknya selayak sebuah bantal guling nan empuk sejak tadi malam.
Jin memulai usahanya dengan memainkan bibir mungil itu. Lalu mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan mengecupnya berkali-kali agar Nami bisa segera terbangun. Usahanya sedikit membuahkan hasil. Nami menepis pelan wajah Jin lalu mengeluh atas gangguan yang ia dapatkan.
"enghhh"
"Park Nami, bangunlah" panggilnya pelan.
Suara kelewat familier itu datang bak menyambut pagi. Merasa kesal karena telah mengganggu mimpi baiknya, Nami segera menoleh dengan santai tanpa mengingat sedang apa dan dimana ia saat ini.
Alhasil, paginya dibuka dengan melihat wajah sembab Jin yang kini tengah menatap kearah dirinya.
Kesadarannya sontak terisi penuh. Dengan spontan Nami menjauh karena baru menyadari bahwa dirinya telah menempel seperti cicak di tubuh Jin. Lalu mengecek kedalam selimut apakah baju yang ia kenakan masih utuh atau tidak.
Sebab biasanya jika ia masuk ke dalam kamar Jin, tentulah pakaian yang ia kenakan akan seketika tanggal.
Menurut kamus hidupnya; kamar Jin adalah sebuah kandang harimau. Jika kau berhasil masuk, maka tamat sudah riwayat pakaianmu.
Memorinya perlahan membawa Nami ke alur mundur. Ia termenung sejenak tentang kejadian tadi malam yang dimana dirinya dan Jin masuk dengan mengendap-endap ke dalam apartemen.
Ruang tv, diisi penuh oleh teman-temannya yang sudah terkapar tak sadarkan diri. Lalu, Jin memberikan dua pilihan. Tidur satu ranjang dengan dirinya atau Nami akan tidur di dalam toilet kamarnya. Pilihan yang sama-sama gila.
Tiba-tiba saja Nami bangkit dari tempat tidur dengan gusar. Tatapannya kosong. Sebab kini ia sadar apa saja yang telah ia perbuat tadi malam saat mereka berada di dalam mobil.
Membuka lebar mulutnya dan menjambak pelan surainya. Pipinya merona seketika. Tindakannya kali ini dianggap sudah kelewat batas. Seolah tadi malam ia di rasuki oleh sesuatu hingga dirinya harus hanyut dan terjebak suasana permainan nakal yang Jin berikan.
Hatinya berteriak, mengumpat seisi kebun binatang. Menyesali atas apa yang telah ia perbuat tadi malam. Jika saja ia memiliki sebuah roket, Nami akan memilih terbang keluar angkasa dan meninggalkan muka bumi karena rasa malu kini tengah menertawai dirinya yang bodoh.
"apa yang kau pikirkan? aishh, lenganku kaku sekali" gerutu Jin kesal. Mendengar ucapan itu Nami hanya melirik dan pura-pura tidak perduli.
"Park Nami. apa kau sadar bagaimana kau memelukku? kau tidur dengan nyenyak seolah aku ini adalah sebuah bantal paling empuk di dunia"
"aku tidak memelukmu" balas Nami cepat dan enggan menoleh.
Jin berdecis sinis. Maniknya kini mengerling nakal, bola matanya berjalan menyusuri tubuh Nami dari puncak kepala hingga ujung kaki.
Sadar akan tindakan Jin, membuat Nami antisipasi lebih. Menutup paha yang sedikit terekspos dengan kedua tangannya lalu berjalan mundur menjauhi tempat tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
HACKNEY ;ft.김석진 [M] [✔]
Fanfiction[⠀⠀ ⠀; COMPLETE ⠀⠀ ] Jika saja kejadian kelam itu tak pernah singgah didalam hidupnya, mungkin Kim Seok Jin tak pernah bertemu dengan seorang pria paruh baya yang tega menjual anak gadisnya demi uang dan hawa nafsu. "seharusnya ak...