Mimpi buruk. Kini ia harus disandingkan kembali dengan ayahnya. Terjerembab masuk kedalam rumah yang pernah menjadi saksi bisu perjalanan kelam hidupnya.
Mata menyalang yang lama tenggelam tak terjamah oleh gadis itu, kini muncul kembali. Seolah tengah menguak luka lama lalu menaburkan garam diatasnya, terasa begitu sakit mengingat semua kejadian pahit yang telah ia alami.
"duduk"
Tak sempat merespon setiap ucapan sang ayah sebab Nami tengah sibuk mengobservasi sudut rumahnya yang perlahan mulai memiliki perbedaan.
Botol beer dengan merek ternama kini sudah terpajang layaknya piala yang berjajar rapih. Pun poster maupun majalah dewasa sudah tak lagi berserakan. Namun ia memajang semuanya layak wallpaper dinding rumah.
Segumpal kain tertarget tepat melesat mengenai wajahnya dengan kasar. "handuki tubuhmu" ucap ayahnya dengan tak acuh lalu duduk di sofa dan segera menyambar sebotol vodka.
Keduanya tak berniat untuk saling bertukar kabar, toh masing-masing dari mereka tidak menganggap adanya hubungan darah satu sama lain.
"apa yang kau lakukan disini? kau ingin kabur dari tuan muda, eoh?" nada dengan penuh penekanan serta ancaman itu kembali terdengar. Ketakutan yang telah ia kubur dalam-dalam kini berusaha bangkit.
"tidak, aku hanya—"
"jangan coba-coba untuk lari. Tak akan ada yang ingin menerimamu, sampah" perkataan pedas yang bedaung di rungu itu membuat Nami sedikit naik darah. Mengingat ini adalah ayahnya, ia masih belum memiliki kekuatan penuh untuk melawan. Ketimbang mati konyol karena bertengkar, gadis itu memilih diam.
"aku sudah mengabari tuan muda kalau kau ada disini. Jadi berdiam lah atau kau akan mati jika membantah"
"terserah" gumamnya pelan tanpa pengindahan dari ayahnya. Bahkan untuk kekuasaan, separuh hidup Nami masih ia kuasai penuh dengan kekuatan mengatas dasarkan rasa takut serta tekanan.
Layaknya anjing yang penurut pada majikannya.
Rasa canggung mulai singgah. Tak ada lagi pembicaraan yang pantas untuk mereka bicarakan. Ayahnya lebih tertarik dengan memandangi ponsel serta senyum yang terulas sembari jari yang bermain diatas benda layar sentuh itu.
Sesekali meneguk soju, kebiasaan ayahnya sama sekali tak berubah.
Kendati atensinya yang mulai terbagi dengan beberapa pasang baju wanita tergeletak tak beraturan di ruang tengah, tentu ini bukanlah hal yang biasa.
Seolah tengah mengisyaratkan bahwasannya ada wanita lain yang sering menginap atau mendiami rumahnya.
"ahh, manis sekali" kekehan pelan dengan gumaman kecil tiba-tiba saja terbit dari ayahnya. Matanya enggan beralih sebab ponselnya lebih menarik perhatian.
Membuat jiwa penasaran Nami meronta akan kebenaran perkataan Jin bulan lalu mengenai ayahnya yang memiliki seorang kekasih.
"Nami-ahh" panggil ayahnya tiba-tiba dengan senyum manis yang masih terpatri. "bagaimana jika aku menikah lagi?"
Nami yang mendengar itu secara spontan alisnya menukik tajam. Menunjukkan ekspresi dimana dirinya sama sekali tak percaya dengan apa yang baru saja ayahnya katakan.
Ribuan pertanyaan mulai berdatangan. Tentang, 'siapa dia?' 'sejak kapan kau kenal dengannya?' atau bahkan 'bagaimana seseorang bisa menyukai iblis sepertimu?'
Namun semua pertanyaan itu ia tepis. Ketimbang bersilat lidah, ia hanya menjawab dengan anggukan tak acuh seolah tak ingin ikut campur.
"ada apa dengan wajahmu? Apa kau tak suka?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
HACKNEY ;ft.김석진 [M] [✔]
Fanfiction[⠀⠀ ⠀; COMPLETE ⠀⠀ ] Jika saja kejadian kelam itu tak pernah singgah didalam hidupnya, mungkin Kim Seok Jin tak pernah bertemu dengan seorang pria paruh baya yang tega menjual anak gadisnya demi uang dan hawa nafsu. "seharusnya ak...