"apa kau sudah memikirkan jawaban untuk pertanyaanku yang kemarin?" manik hanzelnya berbinar. Pun perasaan yang ikut cemas dengan rasa yang sangat tak karuan menunggu jawaban dari sang pujaan hati saat ini.
Nami diam sejenak. Pemikirannya kembali bergelut. Melihat wajah menggemaskan Jimin saat ini rasanya sangatlah tak sampai hati kalau ia sampai menyakiti pemuda itu. Walaupun sebenarnya ia belum sepenuhnya yakin tentang ketertarikan dirinya pada Jimin. Tapi sayangnya Nami tak memiliki pilihan lain.
Lagipun Nami masih teringat tentang hutangnya pada Taehyung soal membuat Jin agar ingin berkonseling kembali. Seharusnya saat ini yang Nami pikirkan adalah bagaimana ia bisa menjalin hubungan yang baik dan sehat dengan Jin agar bisa secepat mungkin mendapat surat kontrak itu.
Lalu setelah terlepas, jika ada kesempatan kedua mungkin saja ia bisa menerima Jimin atau lelaki lain dengan lapang dada dan tanpa penghalang.
Jari lentik Nami bermain diatas paha rampingnya. Sesekali mengepalkan tangannya hingga kuku-kukunya perlahan memutih, menandakan bahwa ia sedang bingung atau dilanda dengan kecemasan.
Melihan tingkah Nami saat ini, sebetulnya Jimin tak perlu melanjutkan pembahasan. Kini senyum itu tak lagi terpatri dengan indah, pun mata yang kelewat teduh mulai terbentuk membuat Nami semakin tak enak hati untuk mengatakan yang sejujurnya.
"Jim, aku—"
"kau tak bisa menerimaku?"
Seperti tertembak oleh busur panah api, Jimin mengatakan ini secara gamblang dengan nada yang sedikit bergetar. Suaranya terdengar sedikit tercekat. Lalu dapat dilihat dengan jelas kalau saliva mulai berjalan membahasi tenggorokannya dengan susah payah.
"aku belum bisa Jim"
Jimin tak lagi menyematkan atensinya pada Nami. Semakin di lihat, rasanya semakin terkoyak setelah mendengar kalimat barusan. Nafasnya terdengar berat. Seperti menahan beban yang tak dapat ia pikul sendirian.
"Jim aku—"
"setidaknya kau jangan menjauhi ku setelah ini" ucapnya yang masih enggan menoleh.
Nami mendongak, tatapanya menyambangi presensi Jimin yang kini pun Jimin ikut serta hingga obsidian mereka kembali tertaut satu sama lain. "seharusnya aku yang berbicara seperti itu Jim"
Senyuman yang sempat hilang beberapa menit yang lalu, kini mulai tercuat kembali. Jimin memulas senyum di bibirnya walaupun terkesan seperti memaksa.
"maaf jika aku selama ini belum baik padamu. Mungkin sifatku yang menjengkelkan membuatmu menjadi tak enak sampai kau belum bisa menerimaku. Tapi kau harus tau, aku tak ada hak memaksa perasaanmu. Aku mohon jangan jauhi aku setelah ini. Kita masih bisa berteman bukan?"
Nami terenyuh mendengar kalimat barusan. Hatinya tersentuh, tak menyangka kalau respon Jimin tentang penolakannya diluar ekspetasi. Jimin bersikap dewasa di keadaan yang tak jarang orang lain malah menjadi kekanak-kanakkan.
Keadaan semakin canggung saat keduanya tak lagi bersahutan. Topik pembicaraan mendadak habis. Pun Jimin yang memutar beberapa lagu yang sangat pas mengambarkan kondisinya saat ini di dalam radio mobilnya.
Membuat Nami memutuskan untuk melenggang pergi dari sana karena ia merasa semakin bersalah atas keputusannya dan juga mengingat kalau ia masih memiliki janji dengan Jaehyun setelah ini.
•••
Jaehyun pontang-panting menelusuri selasar demi selasar yang sepi sebab jam perkuliahan sudah berakhir semenjak satu jam yang lalu. Hampir saja ia melupakan janjinya dengan Nami untuk bertemu tepat pukul 5 sore hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HACKNEY ;ft.김석진 [M] [✔]
Fanfiction[⠀⠀ ⠀; COMPLETE ⠀⠀ ] Jika saja kejadian kelam itu tak pernah singgah didalam hidupnya, mungkin Kim Seok Jin tak pernah bertemu dengan seorang pria paruh baya yang tega menjual anak gadisnya demi uang dan hawa nafsu. "seharusnya ak...