Bab 1

9.1K 271 10
                                    

Selamat menyambut tahun baru 2023, Sexy Readers. Mulai hari ini saya akan publish ulang SEXY MISTRESS dari bab 1.

Vote dan komen yang banyak biar saya semangat update setiap hari yaaa...

Novel ini merupakan sekuel Sexy Lingerie yang di-posting di Cabaca. Nggak perlu baca Sexy Lingerie untuk tahu back ground cerita, sebab di sini kami singgung sedikit. Tapi kalau mau baca versi lengkapnya, silakan ke Cabaca. Cerita ini adalah kolaborasi Belladonna Tossici dengan WidiSyah. Jadi, bukannya plagiat lho. Pembaca bebas mau baca yang di akun mana. Follow kami dan jangan lupa masukin cerita ini ke perpustakaan kamu.

💋 💋 💋

Apa yang akan kamu lakukan ketika berduka cita? Banyak sekali pilihan yang dapat Widi jalani setelah kepergian Mutiara. Dia bisa menikah lagi, bisa juga menyibukkan diri dengan beribadah, bisa menambah kesibukan kantor agar pikirannya tidak berkelana pada saat-saat menyedihkan itu, atau menyerah pada nasib lalu jadi gila. Tidak, Widi tidak mau kehilangan kewarasan meski terkadang adegan Mutiara meninggal dalam dekapannya berputar tanpa diinginkan. Ranjangnya dingin tanpa kehadiran sang istri. Lalu bagaimana caranya agar dia tetap waras?

"Selamat siang, Mas Widi!"

Mila, karyawan Zaitun Collection masuk ke ruangan Widi sambil senyum-senyum. Bukan, dia bukan naksir bosnya. Beberapa bulan lagi Mila sudah akan menikah. Dia termasuk tipe pacar setia yang tidak akan menduakan calon suami. Widi kenal tunangan Mila. Laki-laki baik yang berprofesi sebagai customer service di sebuah bank swasta. Maka Widi pun tidak berniat menikung calon pengantin orang.

Widi memutar kursi, dari menghadap komputer kini menghadap Mila. "Ya, Mila?"

"Ada paket nih, Mas."

Otomatis tatapan Widi tertuju pada bungkusan berlapis plastik di tangan Mila. Rasa-rasanya dia tidak memesan barang di Tokopedia. Kalau dilihat dari bentuknya yang pipih, sepertinya undangan. Bulan-bulan ini temannya banyak yang melepas masa lajang.

"Taruh di sini saja." Widi menumpuk map-map berisi rancangan gamis Zaitun Collection yang tadi menyebar berantakan di atas meja. Salah satu kebiasaan buruknya memang membandingkan rancangan yang satu dengan yang lain dan terkadang lupa memasukan lagi ke dalam map.

Mila menurut. Dia taruh paket di ruangan kosong di samping gelas teh, kemudian berbalik.

"Sebentar, Mil. Ini bukan undangan dari kamu kan?"

Pipi Mila tiba-tiba bersemu. Nah, raut itu kembali. Senyum malu kemudian diikuti wajah yang menunduk.

"Tunggu saja, Mas. Saya malah nunggu undangan Mas Widi," balas Mila.

Napas Widi terhela begitu saja. Hampir setahun menduda setelah kehilangan cinta pertama rasanya menyakitkan. Lubang besar di dada itu masih ada. Nyeri setiap kali menatap foto ijab kabul yang tergantung di dinding rumahnya masih terasa. Widi tidak yakin dapat segera melepas masa kesendirian. Sepertinya dia senang hidup seperti sekarang. Sibuk mengurusi bisnis dan tak perlu berduka cita ditinggal orang tercinta. Widi membalas ucapan Mila dengan senyum simpul.

"Apa Mas Widi mau saya kenalin sama saudara sepupu saya? Cantik, Mas. Baru lulus sarjana keperawatan. Pintar masak, setiap pagi bakal masak buat mas Widi. Kalau Mas Widi sakit, ada yang merawat. Jago menjahit juga," Mila terus berpromosi.

"Nanti kalau saya nyanyi, mulut saya dijahit," sela Widi.

"Bisa aja, Mas Widi." Senyum Mila melebar. "Mas Widi tuh butuh liburan. Jangan kerja terus. Almarhumah Kak Mutiara nggak akan senang kalau melihat suaminya begini."

Mila adalah karyawan Widi yang membantu membesarkan Zaitun Collection sejak lama. Wajar kalau dia khawatir dengan keadaan bosnya yang sering terlihat bermuran durja. Kadang Mila memergoki Widi menatap foto Mutiara yang bertengger manis di samping komputer.

"Terima kasih sarannya," sahut Widi.

"Ya udah, saya balik kerja lagi ya, Mas."

Widi mengangguk mengiakan. Alih-alih membuka bungkusan, dia malah kembali asyik menghadap layar komputer. Penjualan gamis meningkat pesat selama bulan Ramadan. Inilah hiburan baginya. Melihat grafik dan angka penjualan yang membubung tinggi mengembalikan semangat hidup. Meski dirundung kesedihan mendalam, Widi tidak mau sampai dikirim ke rumah sakit jiwa. Pekerjaan menjadi candu baginya.

Drrtt... Drttt....

Mata Widi masih fokus pada deretan angka, tetapi tangannya mengambil ponsel di saku kemeja. Keningnya berkerut melihat siapa yang mengirimkan pesan.

Hamizan Parama:
Apakah undangan grand launching peresmian The Parama Kitchen sudah sampai?

Widi membuka paket yang tadi Mila antar. Amplop biru gelap disegel dengan seal wax berlogo sendok dan garpu khas The Parama Kitchen. Rupanya rival lamanya mengundang pada acara gunting pita restoran baru yang membuka cabang di Bali. Apa maksudnya? Pamer kesuksesan ataukah mau menjalin persahabatan? Dan apakah Widi harus memenuhi undangan rivalnya?

***

Hello Sexy Readers,
Komen yang banyak ya. Kalau mau baca Sexy Lingerie, ke Cabaca yuk.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SEXY MISTRESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang