BAB 23

1.5K 128 2
                                    

Hello Sexy Readers,

Follow aku yuk, terus klik bintang dulu. Komen yang rame ya. Sayang kalian.

💋 💋 💋

Pagi-pagi sekali Hamizan sudah sampai di resto. Kursi-kursi masih tertelungkup di atas meja. Salah seorang pegawainya sedang mengepel lantai ketika Hamizan melintas, melangkah panjang ke ruangan kecil di ujung ruangan. Setelah pertengkaran semalam dengan Cassandra, mereka belum sempat berbicara lagi. Cassandra masih tertidur pulas saat Hamizan meninggalkan rumah.

Hamizan menghempas bokong di kursi, mengenyakkan punggung sembari memejamkan mata. Rasanya jam tidurnya masih kurang, hanya beberapa saat terlelap lantas terbangun ketika azan berkumandang. Hamizan tak habis pikir, Cassandra semakin keras kepala saja. Karena perdebatan kecil, istrinya itu tidak mengizinkan Hamizan tidur di kamar.

Rasanya tidak ada satupun kesalahan yang Hamizan temukan dari ucapannya. Wajar saja jika dia merasa gusar kala mendapati Cassandra sedang asyik curhat-curhatan dengan laki-laki lain. Bukankah cemburu itu pertanda cinta? Namun mengapa Cassandra malah tersinggung alih-alih bangga?

Cassandra mungkin tidak menyadari, jika apa yang dia lakukan semakin memantik emosi Hamizan. Mengundang kecurigaan, membuatnya menuduh istrinya selingkuh. Hamizan menggeleng cepat, dia tidak menuduh. Hanya menyindir. Sedikit. Seseorang marah ketika dituduh, apa lagi kalau bukan karena merasa bersalah? Hamizan merasa jika kemarahan Cassandra untuk menutupi yang telah dia lakukan.

Hamizan berharap, ponselnya berdering memunculkan nama istri tercinta di layar. Namun, dia menghela napas kecewa saat tahu jika perangkat jemala itu meraung karena panggilan dari Fatma.

"Assalamualaikum, Ma."

[Waalaikumussalam, Zan. Kamu lagi di mana?]

"Saya di resto, Ma. Ada apa?" Hamizan balik bertanya, nada suaranya tidak bersemangat di telinga Fatma.

[Mama hanya mau menanyakan kabar Lithania. Kamu nggak suka, ya, Mama menelpon kamu?]

Nada suara Fatma terdengar kecewa, Hamizan jadi merasa bersalah karena telah melampiaskan kekesalan kepada siapa saja.

"Nggak kok, Ma. Maaf, saya hanya capek saja."

Fatma bukan baru kemarin mengenal Hamizan, selama tiga puluh dua tahun Hamizan menjadi putranya. Fatma tahu ada masalah.

[Kabar Litha gimana?]

"Litha sudah baikan, Ma. Sandra selalu kontrol ke rumah sakit."

Hela napas Fatma terdengar dari seberang sana.

[Terlepas dari pakaiannya yang kurang bahan, Sandra merawat cucu Mama dengan baik.]

"Iya, tapi mengabaikan suami sampai meminta saya tidur di ruang tamu juga nggak bisa dibenarkan."

Hamizan terlambat menyadari jika ucapannya akan membuat nada suara Fatma berubah, sedikit lebih tinggi.

[Astaga, Zan! Kamu itu kurang tegas sama istrimu. Makanya Sandra memperlakukan kamu semaunya.]

Hamizan terdiam, ocehan Fatma ada benarnya. Selama ini mereka memang saling menghormati kebebasan masing-masing. Hamizan tak pernah meminta Cassandra melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Begitu pun dengan Cassandra yang selalu membebaskan Hamizan membesarkan The Parama Kitchen yang jadi impian Hamizan sejak dulu.

"Iya, Ma. Saya akan bicara sama Cassandra."

[Kamu itu laki-laki, jangan mau dijajah sama istri. Lihat sendiri kan? Sandra makin ngelunjak saja.]

"Sudah, Ma. Masalah ini nggak perlu diperpanjang lagi. Biar jadi urusan saya. Assalamualaikum."

Di seberang sana, Fatma mendengkus kesal, dia berharap Hamizan tidak luluh dengan Cassandra. Putranya mungkin berubah liar juga pengaruh dari Cassandra. Fatma bergidik mengingat jejak keunguan di dada dan leher menantunya.

SEXY MISTRESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang