BAB 25

1.5K 135 6
                                    

Hello Sexy Readers,

Follow aku yuk, terus klik bintang dulu. Komen yang rame ya. Sayang kalian.

💋💋💋 

"Ndra, kamu nggak liat jam tanganku?" Hamizan berkali-kali membolak balik kotak-kotak koleksi jam tangan di laci.

Cassandra mengerutkan alis, seingatnya hanya Hamizan yang selalu membuka laci itu. Hamizan sebenarnya tidak hobi mengoleksi jam tangan. Hanya saja setelah papanya, Hilbram Parama wafat, seluruh koleksinya diwariskan pada Hamizan. Bagi Hilbram Parama, jam tangan bukan sekadar berfungsi sebagai penunjuk waktu, tetapi juga penentu status sosial seseorang. Semakin eksklusif dan mahal jam tangan yang Anda pakai, semakin berkelas pula penampilan Anda.

"Jam tangan yang mana?" Cassandra bangkit dari pembaringan ikut bergabung dengan Hamizan di depan lemari.

"Yang talinya biru, rencananya mau aku pakai buat untuk menggaji karyawan The Parama Kitchen Bali selama penghasilannya belum stabil."

Cassandra tercenung sembari mengingat-ingat. Matanya memelotot kala ingatannya melayang pada sebuah jam tangan dengan tali kulit warna biru. Penanda waktu yang menampilkan ukiran patung nano yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop saking mininya, diatur ke dalam ruang khusus di dalam arloji, sebuah mikroskop miniatur yang dipasang pada pita pelindung. Jam tangan itu terkenal mahal karena kecanggihannya, gerakan dobel turbin 30° menambah unik dan desain juga memikat.

"Greubel Forsey Art Piece edisi pertama?" tanya Cassandra memastikan.

"Iya, jam tangan peninggalan Papa." Hamizan masih mengacak seluruh isi laci dengan putus asa.

"Jam itu kan mahal sekali, Ham." Cassandra bukan membual, arloji yang dimaksud Hamizan itu seharga satu setengah juta dolar. Bayangkan berapa harganya jika dikonversi ke rupiah. Lebih mahal dari pada semua aset Cassandra. Ya, sekaya itu Dinasti Parama.

"Tapi nggak pa-pa kalau jam tangan itu kamu jual, Ham?"

"Nggak pa-pa lah, aku akan melakukan apa pun untuk membesarkan resto kita di Bali." Hamizan tidak main-main dalam berbisnis. Jika ingin sukses, banyak pengusaha akan menginvestasikan aset berharga senilai miliaran rupiah demi mengembangkan usaha yang diyakini akan menuai keuntungan yang jauh lebih besar. "Aku yakin almarhum Papa nggak masalah dengan keputusanku. Tapi bagaimana kalau jam tangan itu hilang?"

Cassandra menghibur Hamizan, dia mengelus punggung suaminya yang kini terlihat begitu terpuruk. Selama mereka tinggal di rumah ini, mereka tidak pernah kehilangan satu barang pun, meski Cassandra tidak pernah mengunci rumah. Tingkat keamanan dari kompleks kediaman mereka bisa dibilang lumayan ketat.

"Ham, coba tanya Mbak Sulis. Mana tahu dia pernah liat pas lagi bersih-bersih."

Ah, kenapa Hamizan sampai tidak terpikirkan jika saat ini mereka tidak lagi tinggal bertiga? Dia pun berbalik badan menuju kamar asisten rumah tangga.

"Mbak Sulis," panggil Hamizan ketika sampai di sudut kanan dapur.

Beberapa saat lamanya Hamizan dan Cassandra menunggu, keduanya duduk di stool tinggi minibar yang jadi penyekat dapur dengan ruang santai. Perempuan itu keluar dari kamar dengan senyum malu, berdiri di samping Cassandra.

"Iya, Pak, Bu. Ada yang harus saya kerjakan?"

"Maaf sebelumnya, Mbak. Saya nggak bermaksud menuduh. Apa Mbak pernah melihat jam tangan saya yang modelnya seperti ini?" Hamizan mengulurkan ponsel yang menampilkan gambar sebuah arloji dengan desain artistik.

Sulis melangkah sekali, mengerutkan kening pada gambar Greubel Forsey Art Piece 1. Dia kembali mundur ke tempat semula sembari menggeleng. "Maaf, ndak pernah liat, Pak."

SEXY MISTRESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang