Bab 51

1.1K 106 9
                                    

Hujan membasahi Jakarta ketika pesawat yang ditumpangi Hamizan mendarat. Terminal kedatangan Bandara Soekarno Hatta penuh sesak lautan manusia, diramaikan penumpang domestik yang tumpah ibaratnya air bah. Aroma beraneka macam menguar, menyusupi indra bersama wangi parfum dan sejuknya ruangan.

"Halo, Ndra. Aku sudah di bandara. Ini sudah dapat taksi. Kamu ..." Hamizan mengulurkan koper pada supir taksi daring yang membantunya memasukkan ke dalam bagasi. Dia menyeka jejak basah pada rambut saat mengenyakkan punggung pada sandaran kursi. "... di rumah, kan?" tanya Hamizan hati-hati, pandangannya menembus kaca, menghitung titik hujan yang menerpa. Supir taksi daring yang Hamizan tumpangi sekilas mengintip dari spion.

[Aku di rumah.]

Hanya tiga kata sebelum Cassandra memutus panggilan. Hamizan tercenung menatap layar ponsel yang menghitam. Ketika marah, Cassandra jauh lebih mengerikan jika memilih diam. Hamizan lebih bisa menerima jika istrinya itu mengamuk, membentak atau mengomelinya. Ah! Dia bahkan tidak sempat membeli hadiah kecil untuk Cassandra dan Lithania.

Butuh beberapa jam untuk Hamizan sampai ke rumah. Sejak keluar dari tol bandara, banyak titik macet yang membuat taksi yang ditumpangi Hamizan melaju lebih lambat. Supir taksi daring membantu Hamizan menurunkan koper dan meletakkannya di depan pagar. Gerimis menyambut saat Hamizan turun dari mobil, meninggalkan jejak basah pada kemeja ketika Hamizan berlari menuju pintu. Semesta seakan tahu jika penghuni rumah sedang menghadapi masalah. Ya, Hamizan lah pemicunya.

Hush-a-bye, baby, on the tree top
When the wind blows the cradle will rock
When the bough breaks the cradle will fall
Down will come baby, cradle and all

Senandung Hush a Bye Baby terdengar di telinga Hamizan, Cassandra menimang Lithania di pangkuan, bayi mungil itu terlihat mulai mengantuk. Hamizan yakin, Cassandra menyadari kedatangannya. Namun, istrinya itu seakan tak peduli.

"Ndra ...." Hamizan berdeham saat duduk pada sofa di depan Cassandra. "Aku pulang."

Cassandra menoleh sambil menghela napas, dia berdiri lantas membawa langkah ke lantai dua. Hamizan menyusul, menahan lengan Cassandra di undak ketiga. "Ndra, aku minta maaf."

"Aku nggak tahu, Ham. Bagaimana caranya memaafkan kesalahan sama yang kamu lakukan berkali-kali." Cassandra menepis cekalan Hamizan, melanjutkan langkah ke kamar.

Hamizan berlari kecil di belakang Cassandra, menjatuhkan tubuh ke lantai, bersimpuh di samping kaki Cassandra. "Please, aku mohon maafkan aku, Ndra. Aku janji nggak akan mengulanginya lagi."

Kedua alis wanita itu menukik tajam, mata Cassandra mendelik menatap Hamizan. Dia membuka balkon lalu berdiri dalam diam di sana, menatap langit Jakarta yang menghitam.

"Ndra, please."

"Kalau yang kemarin khilaf, sekarang alasan kamu apa, Ham?" sindir Cassandra sinis. Hamizan tidak mampu menjawab, dia sadar sudah mengulang kesalahan yang sama. Untung saja Cassandra tidak mengganggap selingkuh sebagai kebiasaan Hamizan. "Kamu keterlaluan banget, Ham. Di sini aku memutar otak bagaimana menyelamatkan Venusian. Di sana kamu foya-foya dengan wanita lain."

"Maafkan aku." Entah sudah berapa kali kata maaf terlontar dari bibir Hamizan, dia tidak memiliki alasan lain.

"Aku sampai menjual Venusian Lingerie karena sudah nggak mampu menggaji karyawan."

“Kamu menjual VL?” Hati Hamizan mencelus mendengarnya, pria itu mengulurkan tangan, mendekap Cassandra. Syukurlah, istrinya tidak menolak.

“Ya, kepada Widi Erlangga. Dia juga memindahkan kantor VL.”

Hamizan nyaris tersedak. Bagaimana mungkin seorang Widi Erlangga mau membeli VL? Bukankah lini usahanya sangat berbeda dengan Venusian Lingerie? Naum, bukan saatnya menginterogasi Cassandra. Bisa-bisa istrinya semakin marah. Hamizan membenamkan wajah di bahu Cassandra, menghidu aroma wanita itu. "Maafkan aku."

“Ke mana kamu saat aku berjuang mengurus Litha dan VL?” Mata Cassandra memerah. Venusian Lingerie, hal yang dia banggakan dan sayangi akhirnya haru jatuh ke tangan orang lain. Rasanya sebagian diri Cassandra hancur. Hatinya berteriak tidak rela, tetapi tak ada pilihan lain.

“Maafkan aku, Ndra. Aku betul-betul minta maaf.” Hamizan mengeratkan pelukannya.

Cassandra berbalik, menangkup wajah suaminya. "Kali ini nggak usah memberi janji, Ham. Aku mau kamu membuktikan ucapan kamu."

♥♥♥

Hamizan hobi banget minta maaf. Bakal diulangi nggak tuh kesalahannya?

Tunggu update besok. Yang penasaran silakan ke Karyakarsa untuk baca sampai tamat.

SEXY MISTRESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang