Bab 5

3.1K 216 15
                                    

“Terima kasih atas kedatangannya.” Hamizan menyalami Widi. Jika Cassandra berbinar mendengar cerita Widi, Hamizan justru bersikap sebaliknya. Dingin. 

“Terima kasih atas undangannya,” sahut Widi.

“Cassandra yang meminta saya mengundang Anda. Katanya mau menjalin silaturahmi." Hamizan bersikap kaku lantaran belum melupakan ketegangan yang sempat terjadi di antara mereka.

Widi sekarang tahu alasan di balik undangan mendadak. Rupanya Cassandra yang menginginkan dia hadir, sementara Hamizan sepertinya malah terlihat tak peduli dengan kemajuan bisnis Widi. Yah bagaimana lagi, Hamizan adalah keturunan klan Parama. Pencapaian Zaitun Collection ibarat recehan kalau dibandingkan The Parama Kitchen yang melebarkan sayap ke Bali. 

Dalam pelukan Hamizan, Lithania Parama terlelap kelelahan sehabis berenang di kolam khusus balita. Calon cantik. Bayi perempuan itu mewarisi gen ayah dan ibunya. Bulu mata lebat dan lentik. Kulitnya seputih salju menyerupai opanya. Widi tergoda ingin mencolek pipi montok itu. Namun, tatapan tajam Hamizan mengurungkan niatnya.

"Selamat atas pembukaan restoran barunya." Widi menyadari nada suaranya yang kaku. 

"Terima kasih. Saya mengharapkan kedatangan Anda. Acaranya diundur dua hari karena tangan chef saya teriris." Hamizan mengangguk formal, dengan posesif merengkuh pinggang Cassandra.

“Saya pasti akan datang.”

"Oke Wid, aku duluan ya." Cassandra tetap ceria. Berpamitan dengan gembira. Menurut saja saat Hamizan membawanya ke hotel.

Sepanjang sisa hari, Widi menghabiskan waktu turun dari tebing menuju pantai. Berjalan-jalan di pantai sendirian sembari mangagumi tembok alam raksasa yang bagaikan benteng. Dia bertelanjang kaki, senang menjejakkan telapaknya di pasir lembut. Ombak berdebur pelan, kemudian pecah saat menabrak kaki Widi. Ujung celananya basah.

Siang yang terik berganti petang yang romantis. Matahari terbenam di balik awan yang kemudian bersama-sama meluncur tertelan lautan. 

Widi tidur nyenyak malam itu sampai pagi. Usai salat subuh dia kembali mengosongkan pikiran sembari berjalan-jalan di pantai yang sepi. 

Matahari sudah tinggi saat Widi menyadari perutnya keroncongan. Dia menuju restoran hotel, tetapi sayang seluruh meja sudah penuh. 

"Hai, Widi!" Cassandra duduk dekat meja berisi roti, tampak kerepotan menggendong Lithania dengan satu tangan.

"Boleh kugendong?" tanya Widi otomatis menawarkan bantuan.

Cassandra menggeleng. "Aku boleh minta tolong?"

Cassandra berpakaian lebih sopan menyesuaikan tempat. Dress tanpa lengan berwarna hijau bermotif bunga kuning mungil memeluk tubuh ramping semampainya. Meski hanya lengan dan betisnya yang terekspos, tetap saja menawan. Widi tidak percaya guna-guna, tetapi kenapa kepalanya mengangguk?

"Minta tolong apa?" Mulut Widi malah berani-beraninya bertanya tanpa izin si empunya. Mungkin Cassandra menilainya seperti laki-laki hidung belang.

"Aku jagain Lithania di sini, kamu ambilin salad dan omelet buatku. Bilangin sama chef-nya, jangan pakai garam."

"Oh, jadi ini rahasiamu?"

"Rahasia?"

Widi ingin mengucapkan, 'rahasia tetap cantik.' Tetapi dia masih ingin panjang umur. Hamizan itu gila kalau sedang kalap. Tanpa pikir panjang megajak baku hantam dan menghancurkan segalanya. Maka Widi mengganti kalimat mesum yang berseliweran dalam otaknya menjadi, "Rahasia tetap sehat."

Cassandra terbahak. Kenapa suara tawanya demikian adiktif bagi telinga Widi? Apakah karena faktor statusnya yang duda maka dia jadi haus belaian perempuan?

"Ya, Hamizan akan kecewa kalau timbanganku naik," sahut Cassandra.

Widi menaikkan alis. Ternyata Hamizan adalah laki-laki penuntut. Tidak heran kalau akhirnya pernikahan dengan Mutiara kandas.

"Lagipula menjaga kesehatan memang harus kan?" Cassandra tersenyum. "Gimana, kamu mau kan ngambilin salad buatku?"

"Ok." Widi menghela napas bertepatan dengan bangkitnya tamu perempuan yang duduk di sebelah Cassandra. Tampaknya dia sudah selesai makan.

"Nanti kamu duduk di sebelahku saja, Wid. Meja lain penuh kan?"

Astaga, kenapa pula Cassandra bersikap menggoda saat suaminya sedang tidak ada. Widi memarahi dirinya sendiri yang berpikir macam-macam. Suudzon itu dilarang agama. Cassandra tidak menggoda. Hanya mencoba ramah dan bersahabat. Lagipula mereka bukan baru kenal.

“Itu bukan masalah, tapi …. ” Widi memastikan apa yang dia lihat. Sebuah bekas cekikan demikian kentara di leher Cassandra. Pipi wanita itu juga tampak sedikit merah. “Ini bekas apa?”

“Bukan apa-apa.” Cassandra menghindari tatapan Widi, sikap percaya dirinya berubah jadi rikuh. 

Apakah Hamizan memukuli Cassandra? Widi jadi bertanya-tanya dalam hati.

***

Hello Sexy Readers,

Sexy Mistress sudah tamat di Karyakarsa. Diskon sampai tanggal 3 Januari 2023 sudah bisa baca sampai tamat plus extra part dari harga Rp.29K jadi Rp. 15K.

Hari ini terakhir diskon. Jadi, ayo manfaatkan diskonnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SEXY MISTRESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang