Ditemukannya Gunawan

411 58 8
                                    

Warning typo bertebaran dimana-mana
.
.
.

Jangan lupa vote dan comment 😘
.
.
.

Happy Reading ❤️




Airin duduk di depan jendela kamarnya seraya termenung menatap ke luar jendela. Besok adalah jadwalnya untuk pergi ke pusat rehabilitasi, Airin merasa sedih karena harus meninggalkan sang Mama bersama dengan Helena..

"Rin," panggil Aira yang muncul di depan pintu. Airin menoleh sejenak, lalu mengalihkan pandangannya lagi ke arah luar jendela.

"Lo kenapa diam aja?" tanya Aira, ia masuk ke dalam kamar Airin, dan duduk di tepi ranjang.

"Mending, lo diam dulu. Jangan ganggu gue," ucap Airin dingin.

"Lo, marah sama gue?" Aira menarik lengan Airin agar mau menghadap ke arahnya.

"Apa sih?" ketus Airin menepis kasar tangan Aira.

"Lo cuma masuk pusat rehabilitasi, Rin. Bukan masuk penjara," desis Aira tajam.

Airin mengubah posisinya untuk menghadap ke arah Aira, dan dengan smirk di wajahnya ia berkata, "Cuma, lo bilang? Lo enggak tau gimana rasanya jadi gue, Ra. Karena apa? Yang selama ini tersiksa cuma gue, sedangkan lo? Lo masih bisa senang-senang di luar sana sama pacar, lo."

"Gue juga tersiksa, jangan lo pikir hidup  lo aja yang sengsara. Gue bukan senang-senang seperti apa yang lo, pikir," sanggah Aira dengan menaikkan satu oktaf nada bicaranya.

"Tapi, lo enggak pernah ngerasain siksaan, Tante Helena. Cuma gue," kata Airin penuh penekanan, tanpa terasa setetes cairan bening keluar dari salah kedua sudut matanya.

"Itu karena, lo yang selalu ngebantah, dan gue udah bilang sama, Lo waktu Tante Helena ngusir kita, mending kita pergi daripada harus tersiksa kayak gini," bentak Aira dengan suara bergetar.

"Kalau kita pergi, kita mau tinggal dimana? Lo mikir, anjing!" berang Airin dengan gigi bergemelutuk, nafasnya memburu tak beraturan.

"Kita bisa cari tempat kost dimana pun, biar kecil asalkan kita terbebas dari siksaan Tante Helena. Lo, enggak kasihan apa lihat Mama yang udah sakit kayak gitu, tapi makin disiksa sama Tante Helena?" ucap Aira, seraya menyeka air mata yang tak sengaja jatuh dari pelupuk matanya.

"Kalau seandainya kita butuh makan, gue bisa kerja setelah pulang sekolah," lanjutnya dengan menurunkan satu oktaf nada bicaranya.

Airin langsung bungkam mendengar ucapan dari Aira, namun itu hanya sejenak, ia langsung mengusir Aira dari kamarnya.

"Mendingan, lo pergi!" Airin menunjuk ke arah pintu, tanpa menatap ke arah Aira.

"L-lo ngusir gue?" pekik Aira kaget tak menyangka jika Airin mengusir dirinya, "Lo beneran egois, Rin."

Mendengar hal itu, Airin langsung bangkit dari duduknya, lalu ia menoleh, dan menatap Olivia dengan tajam, "Lo bilang gue egois? Yang egois itu, lo bego. Waktu Mama hampir dibunuh sama Tante Helena, lo kemana? Lo senang-senang sama temen-temen, Lo itu," kelit Airin dengan tangan terkepal kuat sampai kukunya memucat, "Hidup lo, enak bukan kayak gue. Bertahun-tahun gue hidup bersama dengan suntikan, dan obat penenang. Gue capek, Ra gue capek." Airin menjatuhkan tubuhnya ke lantai, dan menangis sejadi-jadinya.

Melihat hal itu, Aira memilih diam, dan langsung merengkuh tubuh saudari kembarnya itu.

"Maafin, gue enggak seharusnya kita berantem gini, Rin. Kasihan, Mama kalau tau kita berantem kayak gini," tukas Aira seraya mengelus punggung Airin, untuk memberikannya ketenangan.

ALKAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang