53

387 38 2
                                    

Akhirnya setelah sekian lama Keisya memasuki rumah ini lagi.  Keisya menatap sekitar cukup lama, tidak ada yang berubah. Hanya saja cat rumah nya sedikit lebih terang. Pasti Abi nya habis mengecat ulang rumah ini.

"Ayo masuk." Aisyah mempersilahkan Keisya untuk masuk lebih dulu.

Setelah Keisya masuk kedalam, matanya begitu takjub. Ternyata rumah ini jadi lebih damai.

"Keisya ke kamar dulu Umi."

Aisyah mengangguk pelan.

"Hati-hati ya, gih istirahat, besok temenin umi kepasar ya."

"Iya."

Keisya memasuki kamarnya. Masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah sama sekali. Dia merebahkan dirinya di kasur. Empuk sekali, sudah lama tidak tidur dikasur hello kitty.

"Kemal, seandainya kamu tau, kalau sekarang aku lagi dihadapkan dua pilihan," Keisya melepas cadarnya kemudian bercermin.

"Dipaksa semesta untuk melepaskan, bahkan menggenggam tangan nya saja aku belum pernah." Keisya melihat kedua tangan nya, ia masih ingat lamaran Kemal waktu itu.

Yang pertama diruangan nya, dan yang kedua di dalam pesawat. Perkataan Kemal seolah-olah serius pada saat itu, dan kenapa juga ia harus percaya. Lagi dan lagi Kemal membohongi dirinya. Lagi dan lagi Kemal mematahkan hatinya.

"Kemal, lelaki mana lagi yang harus aku percaya? Sedangkan ayah dan kamu sudah merusak kepercayaan ku." Keisya terduduk lemas dilantai. Ia masih tidak menyangka, kenapa semuanya terjadi begitu cepat.

"Allah akan menguji masa muda mu, dengan mendatangkan sesorang yang membuatmu jatuh hati, seolah-olah ia membawa cinta, padahal maksiat belaka."

Keisya segera menghapus air matanya dan tersenyum kearah Aisyah.

"Umi..."

"Apakah laki-laki yang sama?"

Keisya mengangguk pelan. Tujuh tahun lalu ia pernah menangisi seorang laki-laki. Dan sekarang, Keisya juga menangisi laki-laki yang sama.

"Tidurlah, Umi tau kamu lelah, jangan terlalu dipikirkan. Allah punya banyak cara untuk menyatukan dua insan yang saling mencintai." Aisyah tersenyum lembut. Dan sialnya Keisya mengangguk. Sudah lama ia tidak mendengar Aisyah bicara lembut seperti tadi.

Terakhir kali.... Ah sudahlah, itu sudah menjadi masa lalu, harusnya Keisya tidak perlu mengingatnya.

"Umi, Makasih."

Aisyah mengangguk pelan dan meninggalkan kamar Keisya.

"Kemal, ini adalah pilihan yang sulit, butuh waktu bertahun-tahun untuk menata hatiku lagi. Dan kamu dengan seenak jidat datang kembali dan merusak pembatas yang sudah aku bangun dengan susah payah. Lalu dalam sekajap kamu mematahkannya kembali. Beginikah caramu menyakitiku?"

"Apa tidak ada cara lain Kemal? Harusnya kamu tidak mengucapkan janji-janji manis mu itu. Dan harusnya aku tidak usah percaya."

"Katanya, biarkan seseorang pergi dari hidupmu. Dan jika dia kembali berarti itu takdir."

"Ya, kita hanya ditakdirkan untuk bertemu, bukan bersama. Lagi pula hidupku sudah tidak lama lagi, setidaknya sebelum aku pergi, aku bisa melihatmu memakai jas putih, walau disebelahmu bukan aku." gumam Keisya dengan raut yang tidak dapat dijelaskan.

Keisya mengambil ponselnya di tas. Tiba-tiba saja nomor tidak dikenal mengajaknya bertemu di caffe tempat biasa.

"Hah Caffe tempat biasa?" Keisya mengerenyit heran. Kemudian dia berpamitan dengan Aisyah lalu pergi.

RINTIK TEMU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang