Die

1K 118 8
                                    


Menghilang agar dicari?
Waktu ku nggak se-percuma itu, Dude!

My_siee

_


_______

Danu mengerjap beberapa kali guna menyesuaikan cahaya yang menerpa netranya. Pusing di kepalanya masih terasa akibat benturan besi yang menghantam bagian tengkuknya dengan begitu kuat.  Dia meringis tertahan merasakan tubuhnya yang nyeri.

Danu meraba kepalanya yang kini dibalut perban. Dia menghembuskan napas panjang saat kejadian beberapa jam tadi mulai terputar di otaknya. Sesaat, ia menolehkan kepala karena mendengar suara beberapa orang yang tengah bercakap-cakap. Dia penasaran ketika mendapati adanya keberadaan tiga orang yang sedang duduk di sofa tak jauh dari tempatnya.

Sayup-sayup telinganya menangkap suara ringisan kecil seperti orang menahan sakit. Danu berusaha bangkit dan mendekati tiga orang tersebut untuk mencaritahu apa yang terjadi.

"Ngapain Lo bangun?" Suara tak bersahabat dan tatapan sinis dari Algio menyambut kehadiran Danu. Zefa menggenggam tangan abangnya itu memberi isyarat dengan menggeleng. Algio memang tidak pernah suka pada Danu.

"Duduk, Dan," ujar Zefa mempersilahkan.

Danu berusaha meraih tempat duduk meski langkahnya sediy tertatih. Saat ini mereka berada di sebuah kamar yang Danu sendiri tak tahu pasti milik siapa. Niat awal Algio hendak membawa Danu dan Zefa kerumah sakit dicegah oleh Bismo yang malah mengirimkan seorang dokter untuk merawat mereka. Mungkin ini salah satu taktik Bismo untuk melindungi rahasianya

"Aws," Algio meringis. "sakit?" Lanjutnya bertanya dengan raut panik saat dokter mulai mengangkat peluru yang bersarang di paha Zefa.

Zefa menggeleng dan tersenyum tipis. "Ini sama sekali nggak sakit. Hitler mah lebay!" Ia terkekeh merasa lucu dengan ekspresi yang ditunjukkan Algio.

Memang sedari tadi yang meringis adalah Algio, kalau Zefa terlihat biasa saja. Ia bahkan masih bisa bercanda saat dokter mengoleskan alkohol untuk membersihkan lukanya. Danu juga merasa ngilu melihat luka bekas tembakan itu. Namun, tidak dengan Zefa yang sibuk memakan ice cream sambil memperhatikan dokter membalut lukanya dengan perban.

"Aku mau nonton Monki!" Sorak Zefa usai diobati.

Algio mengecup singkat pipi adiknya itu. "Curutnya belum bangun, filmnya belum dimulai," ujar Algio sembari merapikan poni yang menutupi wajah Zefa.

Zefa memberengut ditempatnya. Kemudian ia melirik Danu. "Masih pusing?" Tanyanya perhatian.

Danu mengangguk singkat.

"Lebay. Cowok kok lemah!" Sarkas Algio kemudian beranjak pergi meninggalkan ruangan. Ia paham, adiknya memerlukan waktu untuk menyelesaikan tugasnya bersama dengan Danu. Ya meskipun dengan berat hati, Algio tetap mempersilahkan keduanya untuk berbicara.

Danu memandang bahu Algio sampai cowok itu benar-benar meninggalkan ruangan. Kini pandangannya tertuju sepenuhnya pada Zefa. "Maaf," Ujarnya menunduk penuh sesal.

Zefa mendekati Danu yang duduk di depannya dengan terhalang sebuah meja. Gadis itu mengelus pundak Danu membuatnya mengangkat kepala dan  menatap netra hitam milik Zefa.

"Gue minta maaf, karena udah buat Lo kayak gini,"  Danu memberanikan diri meluapkan rasa sesal akibat perbuatannya.

Zefa meraih tangan Danu dan menggenggamnya dengan erat. "Bukan salah Lo," ia tersenyum menenangkan. "Gue udah janji kalau gue bakalan ngelindungin Lo dan nggak akan biarin seorang pun nyakitin Lo," tutur Zefa membuat Danu bungkam.

Arcanus (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang