Putri sehari

7.9K 614 9
                                    

Bak seorang putri,
aku ingin diperlakukan istimewa
meski aku bukan orang teristimewa

_H z N_

_____________________________

Dengan baju seragam yang rapih serta rambut hitam kecoklatan tergerai lurus sebahu, siswi itu melangkahkan kakinya dengan gontai mengikuti seorang wanita paruh baya yang notabenenya adalah wali kelas yang akan ditempati nya.
Tepat di depan sebuah kelas yang dari jauh tadi sudah kedengaran gaduh kemudian mendadak hening seiring suara ketukan sepatu Bu Lia yang kian mendekat.

"Selamat pagi, anak anak!" sapanya dengan ramah kala memasuki ruangan.

"Pagi, Bu," timpal penghuni ruang kelas itu serempak.

"Pagi ini kita dapat tambahan satu teman lagi yang beberapa hari lalu tidak sempat mengikuti Mos, karena berhalangan." jelasnya mendapatkan atensi dari muridnya yang penasaran.

"Cantik gak, Bu?" Celetuk Argo.

"Kalo gak cantik suruh kelas lain aja, Bu." timpal
Damar disambut sorakan dari yang lain.

"Iya bu, bawa tu yang cantik biar nih kelas kagak sumpek amat. Liat noh muka mereka yang jomblo pada haus kasih sayang." tambah Edo membuat seisi kelas kembali gaduh karena tertawa.

Bu Lia menggeleng tak habis pikir dan sedikit tertekan batin, baru beberapa hari masuk dia sudah paham betul sifat anak-anak di kelasnya.

"Sudah diam semua!" Tegur nya. "nak, silahkan masuk dan perkenalkan diri kamu,"

Semua mata kini terfokus menyambut sosok yang sudah lama berdiri didepan pintu sembari mendengarkan celotehan tak berarti di dalam kelas sana.

"Assalamualaikum," sapanya dengan senyum manis yang mampu menghipnotis para siswa durjana tadi.

"Waalaikumussalam," jawab mereka serempak.

"Waalaikum sayang, calon makmum!" teriak Edo lantang sambil cengengesan yang tentu saja disambar sorakan siswa lain.

Zefa melirik Edo sejenak dengan malas, kemudian menyapu pandang sekitaran. Ia sama sekali tidak tertarik dengan lawakan mereka.

"Perkenalkan, nama saya Hanindita Zefana. Panggilnya Zefa aja, gak usah manggil Hanin ataupun Dita! Sekian, wassalam." ujarnya cepat dengan nada suara menekan namun bibirnya tersenyum manis. Ekspresi dan bicaranya sangat tidak kontras.

Seisi kelas dibuat terdiam mendengar perkenalan singkat nan tegas tersebut, tak terkecuali seseorang yang sedari tadi memperhatikan Zefa tanpa mengalihkan pandangannya sedetikpun.

"Udah Zefa, itu aja? Atau ada hal lain lagi yang mau kamu sampaikan?" Tawar Bu Lia namun dibalas gelengan.

"Aneh," gumam Danu mengerutkan keningnya, merasa janggal dengan kehadiran Zefa seolah ada hal lain yang sengaja ditutupi cewek itu.

"Ya sudah kalau begitu. Silahkan kamu tempati kursi yang masih kosong, ya," ujar Bu Lia menunjuk pojok kanan di mana terdapat salah satu kursi yang belum berpenghuni.

"Makasih, Bu," ucapnya masih dengan senyum ramah.

Cewek itu melangkahkan kakinya menuju tempat yang akan menjadi rana belajarnya selama di kelas ini. Beberapa pasang mata mengiringi langkahnya hingga gadis itu betul-betul duduk di tempatnya.

"Gue boleh duduk di sini?" Tanyanya masih berusaha se-ramah mungkin.

"Hm.." jawab cowok disebelah. Terlihat senyum gadis itu semakin mengembang, namun tak bertahan lama. "Nama lo?" Lanjut cowok itu bertanya membuat Zefa yang baru akan duduk jadi tercengang.

Arcanus (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang