Prolog

6.9K 959 849
                                    

hai hai haiiiii

call me kabos

apa kabar ni semuaaa

selamat datang di cerita ke 3 kabos

selamat membaca yaa

jangan lupa vote dan komen banyak banyaaaaak

selamat membacaa

!!!

"Wih ganteng banget sih Baraaa, semangat Baraaaa," ujar Tessa histeris menunjuk ke arah salah satu laki-laki yang sedang berlari mengelilingi lapangan bersama dengan keempat temannya.

Tessa dan keempat temannya sedang berdiri di depan kelas dan melihat cowok-cowok yang sedang mengelilingi lapangan itu dari lantai atas.

"Lo mah, kalau Bara aja cepat," saut Quenza, temannya agak sewot tapi tetap menoleh ke arah yang ditunjuk karena penasaran dengan apa yang bara lakukan.

"Lo mah, kepo juga kan," kata Vania sambil menoel pipi orang yang berada di sebelahnya.

Quenza menyengir kuda. "Hehe," ucapnya memamerkan deretan gigi putihnya lalu kembali menatap ke lapangan.

"Wih-wih, ganteng-ganteng banget mereka tapi tetap gantengan Bara. Gak nyesal gue sekolah di sini," ucap Tessa menatap lapangan dengan tatapan berbinar.

"Lo sekolah di sini mau cari ganteng doang? Mendingan gak usah sekolah kalau gitu," kata Laura melipat kedua tangannya di depan dada dan enggan menatap lapangan.

"Lo tu sewot aja kalau kami bicara cowok, lo suka sama cewek emang!?" ujar Carissa tak kalah sewotnya dengan Laura.

"Gila lo."

"Udah ah," kata Tessa melerai. Ia kembali menatap Bara dengan senyuman lebarnya. "Sumpah genteng banget yang pake baju hitaaaaam uh si-"

"Semua pake baju hitam Tessaaaa," ucap Quenza memotong pembicaraan Tessa. Tessa Kalila, cewek bernetra biru itu sedang menatap hanya pada seorang cowok berbaju hitam yang sedang memimpin kawan-kawannya yang lain, Albara Samudra.

Tessa menoleh ke arah Quenza. "Gue belum selesai ngomong kali Za. Itu yang paling depan itu loh, si Baraa ganteng banget. Lo kan pasti tau gue puji siapa kalau bukan Bara," ucapnya histeris sambil menunjuk cowok yang berada di depan keempat teman-temannya.

"Tapi gantengan pacar gue deh. Bebeb Reivan emes." Carissa menutup matanya sambil tersenyum lalu mencubiti kedua pipinya dengan tangan sepertinya sedang berkhayal mencubiti pipi Reivan.

"BOCIIIIN." Quenza membuyarkan lamunan Carissa membuat sang empu menatapnya kesal.

"Mereka ngapain di situ yaa? Kena hukum lagi?" tanya Vania membuat teman-temannya menatapnya sambil berfikir. "Iya sih kayaknya."

"REGAAAAAL. SAYA NAMPAK KAMU DUDUUUUUK." Teriakan menggelegar itu berasal dari guru dengan sanggul besar dan kacamata yang bertengger di hidungnya juga buku tebal matematika yang ia pegang sedang berdecak pinggang dengan sebelah tangan dan menatap orang yang ia panggil dengan tatapan elang.

"MAMPUS, TERNYATA MASIH DI SINI TU GURU," ucap Regal mengundang tawa semua penonton dari bawah hingga ke atas. Ia langsung berdiri lalu kembali melanjutkan lariannya dengan engap-engapan.

"SAYA PANTAU KAMU TERUS REGAL. KAMU KIRA SAYA GAK NAMPAK APA YANG KAMU LAKUKAN!?" Teriakan dari guru itu lagi mambuat semua murid menutup telinga mereka dengan kedua tangan. Suaranya lebih besar dari bel sekolah.

"IYA BUUU, SAYA UDAH LARI NIII," teriak Regal sambil berlari dengan nafas yang sudah tidak teratur.

"LIMA PUTARAN LAGIIII."

TRISTE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang