vote komen dulu dong
!!!
"Astaga Bar, masalah besar gini kok lo gak ngasih tau kami sih," ujar Regal sambil memijat pangkal hidungnya pusing, dia sedang mondar-mandir dari brankar Bara ke pintu ruang inap.
Teman-temannya dari tadi pusing melihat Regal mondar-mandir, tapi anak itu tetap gak mau diam dibilangin.
"Woi Gal, pusing gue, lo bisa diam gak sih," celetuk Ardhan yang duduk di sofa sebelah Reivan, sementara Langit duduk di kursi dekat brankar Bara, dan Morza, cewek itu sudah pulang diantar Ardhan tadi, itupun dengan paksaan karna hari sudah malam dan pastinya orang tuanya mencari.
Bara terbaring lemas di brankar, Dokter sudah memberitahu penyakit Bara pada teman-temannya, Bara emang ingin menutupi, tapi pasti semuanya bakal terbongkar juga.
"Maafin gue, gue cuma gak mau kalian khawatir," ucap Bara dengan suara kecil dan serak, Regal menoleh padanya.
"Lo yang kaya gini buat kami tambah khawatir, kalau misalkan lo bilang dari dulu, kami gak akan biarin lo main-main atau ngangkat barang yang berat," saut Langit, Regal menunjuk Langit lalu membenarkan perkataannya.
"Jadi lo gak nganggap kami sahabat Bar?" tanya Regal dengan nada rendah menatap Bara sendu, tidak pernah sebelumnya Regal seperti ini, apalagi sedih seperti ini.
"Bukan gitu, gue cuma gak mau ngerepotin," kata Bara lagi, Regal terhenti dari bolak-baliknya lalu menghampiri Bara.
"Ngerepotin apanya? Lo sahabat kami Bar, dan lo tau itu, kalau kita ada masalah atau sesuatu, kita bisa saling membantu," ujarnya serius dan bijak, tidak pernah Regal sebijak ini sebelumnya. Regal itu pintar, cuma mereng sikit.
Bara menarik nafas pasrah. "Maafin gue, gue cuma gak mau jadi beban kalian," katanya dengan menatap lurus ke TV yang sedang menyala di dinding.
"Lo gak pernah jadi beban Bar, lo malahan gak pernah nyusahin kami, malahan kami yang selalu nyusahin lo," ujar Ardhan dengan terkekeh, orang sedang serius juga, malah dibawa bercanda.
"Iya tuh, bener kata Ardhan," sambung Reivan menepuk pundak Ardhan. "Tumben gak sengklek, lo juga Gal."
"Enak aja gue dibilang sengklek." Bukannya Ardhan yang marah, tapi Regal, sementara Ardhan masih diam memutar bola matanya malas.
"Gue itu pintar ya, kalian aja yang gak tau," katanya dengan sinis menatap Reivan.
"Lo gak mau dekatin Tessa karna ini juga Bar?" tebak Langit tepat sasaran, Bara langsung menoleh padanya.
"Iya," jawabnya dengan nada sedih. "Gue gak mau dia sakit hati waktu gue pergi nanti," lanjutnya mentapat lurus ke jendela.
"Lo kok ngomong gitu sih Bar, gue tau lo suka sama Tessa juga, harusnya lo kejar tu kebahagiaan lo, bukannya malah nolak kebahagiaan. Harusnya lo itu jangan jahat-jahat sama dia, itu yang buat dia tambah sakit hati," saut Reivan dengan sangat bersemangat.
"Lo suka kan sama Tessa?" tebak Langit membuat Bara terdiam. Dia masih bingung dengan perasaannya.
"Gue lihat-lihat lo sering senyum kalau dekat Tessa. Bar, gue ingetin ya sama lo, kalau lo suka sama dia, kalau lo cinta sama dia, kejar Bar, jangan nolak terus, kasihan hati dia, kasihan hati lo, kalian sama-sama tersakiti jadinya. Lo masih bisa bahagiain dia. Sebelum semuanya terlambat, sebelum dia pilih orang lain dibanding lo," ujar Ardhan bijak.
"Lihat gue sama Vania, saling suka, saling cinta, saling sayang, eh tapi tuhan kami beda, sad banget gak sih kisah kami," curhatnya. Emang benar, Ardhan dan Vania saling suka dan sudah berpacaran, tapi tuhan mereka berbeda, itu yang membuat mereka awalnya ragu, tapi mereka tetap menjalaninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRISTE [TAMAT]
Teen Fiction(PART MASIH LENGKAP) Ini cerita Albara Samudra, cowok ganteng, irit bicara, cool dan dingin dengan Tessa Kalila, cewek cantik, ceria dan cerewet. Tessa, sejak pertama kali bertemu dengan Bara, Ia langsung menyukainya tapi Bara sama sekali tak ingin...