34. Useless

2.1K 275 10
                                    

Satu minggu sudah Altaria berkeliling Indonesia dengan ditemani Kendra. Dan satu minggu itu Altaria terus bertukaran tempat dengan Andhita dan Jolika, namun lebih sering ia berganti dengan Andhita. Jolika hanya muncul dua kali lagi sejak pertama kali kehadirannya empat hari yang lalu.

Saat ini Altaria memilih untuk menemui Dokter Mia yang sedang berada di Malaysia. Altaria sadar, meski pun ia meminta waktu selama dua minggu tetapi ia tidak bisa pergi lebih lama lagi. Ia harus kembali dan menyelesaikan semuanya.

Meski pun wanita itu sudah pergi ke berbagai daerah atau negara, entah karena kerjaan atau liburan. Altaria tidak terlalu suka berjalan-jalan, ia lebih suka menghabiskan waktunya di rumah atau di hotel saja. Seperti saat ini ia sedang menatap ke luar jendela kamar hotel tempatnya menginap tanpa mau repot-repot berwisata.

Dapat terlihat di luar sana langit sangat biru dan cerah. Pasti menyenangkan berada di pantai dengan cuaca yang seperti itu.

Kendra yang baru saja menyelesaikan makannya menghampiri Altaria dan duduk di sisi gadis itu.

Altaria menoleh melihat Kendra sebentar sebelum meraih segelas teh merah panas yang diseduh Kendra. Dengan perlahan setelah beberapa kali meniup kecil, Altaria menyesap tehnya. Perasaan nyaman, hangat dan tenang langsung memeluknya.

“Seharusnya lo mulai bersikap akrab sama gue, Ken. Lo calon suami sahabat gue.”

Kendra tersenyum kecil dengan pandangan terarah ke depan. “Nanti saya jadi lupa diri, Nona.”

Altaria menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. “Lo itu bukan orang yang seperti itu. Tapi ya sudahlah, senyamannya lo aja.”

Kendra menyesap kopi susu yang dibuatnya dengan perlahan.

Altaria mendesah pelan. “Gue capek.”

Kendra langsung menoleh lengkap dengan kernyitan di keningnya.

“Penyakit ini. Gue capek, tapi di sisi lain gue mau begini terus. Menurut lo itu kenapa, Ken?” Altaria menoleh menatap Kendra sesaat sebelum kembali menatap kehidupan sibuk di luar sana.

“Nona, merasa tidak cukup melindungi diri sendiri makanya Nona berharap pada mereka.”

Altaria tersenyum miris. “Gue memang sepengecut itu. Gue perlu mereka untuk bisa terus bertahan.”

Kendra meletakkan cangkir berisi kopi di lantai. “Nona, bukanlah seorang pengecut. Kalau Nona pengecut pasti sudah lama Nona menyerah dengan semua ini, tapi Nona tidak melakukannya. Nona, memilih untuk berjuang demi Nyonya Raline dan Nona Helva.”

Altaria mendesah pelan. “Lo tau ‘kan gue pernah coba buat bunuh diri? Dan itu bukan cuma sekali, Ken, tapi beberapa kali. Gimana bisa lo bilang gue bukan pengecut?!”

Kendra tersenyum kecil, ia menoleh menatap Altaria. “Tapi, Nona, sudah tidak melakukannya lagi ‘kan? Nona, memilih untuk mengabaikan pemikiran itu, buktinya Nona bisa bertahan sampai sekarang. Itu semua karena Nona mengingat mereka yang menyayangi Nona.”

Altaria memandangi langit yang tadinya cerah kini perlahan terlihat mendung. “Lihat langit itu. Dulu gue kayak gitu. Hidup gue cerah meski pun tekanan dari keluarga besar dia. Gue memilih untuk membuktikan diri dengan terus belajar, melakukan hal-hal yang bisa membuat nama gue semakin bersinar, membuat keluarga bangga. Meski pun gue nggak pernah merasa puas akan pencapaian gue karena gue harus lebih dari pencapaian sebelumnya tapi gue adalah anak yang jarang muram. Tentu saja karena gue memiliki kedua Orang Tua yang sangat menyayangi dan memperhatikan gue, terutama Mama. Tapi..., hanya dalam sekejap awan mendung datang dan membuat gue merasakan kemuraman itu. Gue terkadang membayangkan gimana kalo gue masih secerah itu, tapi nggak pernah bisa kesampaian. Bayangan itu selalu buram. Tempaan hidup sudah membuat gue seperti ini jadi gue harus menerima kenyataannya. Hidup sebagai seorang Altaria yang angkuh dan sombong.”

Altaria [Completed] || RevisedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang