37.2. Inilah Kenyataannya

2.3K 328 55
                                    

“Mama nggak tahu.” Altaria menjawab tanpa menatap Helva. Rahangnya kini mengetat. “Tapi pada tahun kedua, Mama tahu. Tapi kamu tahu, Dek? Meski pun Mama tahu tapi Mama bersikap seolah tidak tahu dengan menutup kedua matanya. Mama hanya bisa mengunci perasaan kecewanya dan mengunci kamarnya menyenandungkan kepedihan dan doanya kepada Tuhan. Mama dengan hatinya yang lapang memaafkan dia tanpa pernah dia tahu kalau Mama tahu kebusukannya,” jelas Altaria sontak menghenyak pria tersebut.

Altair langsung berdiri dan menatap Altaria dengan bola mata yang membesar. “Mama kamu tahu?”

Altaria mengernyit lalu tersenyum miring. “Kenapa? Merasa berdosa? Merasa bersalah?”

Helva semakin histeris dalam tangisannya dan Altair menarik napas dengan berat, dadanya sesak. Ia mengusap kasar wajahnya dan kembali menatap Altaria.

“Kenapa Mama kamu memaafkan Papa? Kenapa Mamamu begitu baik? Papa sudah jahat. Sudah mengkhianati Mama dan juga kalian. Raline.. Oh Sayangku..,” lirih Altair suaranya terdengar serak dan sarat akan penyesalan mendalam.

Altaria mendengkus keras kemudian tertawa pelan. “Anda siapa? Papa? Papa siapa? Saya tidak pernah punya Papa. Dan Mama saya memang orang baik yang tidak dihargai oleh Anda dan keluarga Anda. Tapi dengan penuh kasih Mama saya memilih tetap bersama Anda, menerima semua kesalahan dan kebobrokan Anda, Tuan Altair.” Betapa sinis Altaria berbicara pada pria itu yang adalah Ayah kandungnya. Pria yang sangat dihindari Altaria dan menolak menerimanya sebagai Ayahnya sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu.

“Dan sekarang tidak ada lagi yang harus saya tutupi karna semua orang sudah tahu. Bahkan...” Altaria mengepalkan tangannya dengan erat. Dadanya seperti terjepit, sesak sekali jika mengingatnya. Tadinya ia tidak ingin menangis, tetapi jika mengingat masa itu betapa sakit hatinya.

“Bahkan semua saudara Anda tahu tidak terkecuali Oma dan Opa. Meski pun mereka diam, tapi mereka tetaplah tahu dan hanya memilih bersikap dingin pada Anda meski memaafkan Anda. Selain dari Oma dan Opa yaitu semua saudara Anda mereka diam.. Tutup mulut. Semua adik Anda menutupi sedemikian rupa kebusukan Anda. Tapi seperti yang sudah kita semua ketahui, bangkai kalau disimpan terlalu lama akan tercium baunya. Seperti perbuatan menjijikkan Anda. Bahkan Anda tidak menyangka bahwa Mama saya pun tahu. Mengaku pun tidak. Di mana hati Anda, nurani Anda saat itu huh? Mama saya berjuang agar mendapat pengakuan dari keluarga besar Anda, tapi Anda.., Anda justru di luar sana bersenang-senang dengan selingkuhan Anda. Menjijikkan,” desis Altaria tajam.

“Anda tahu, Anda itu sangat menjijikan di mata saya bahkan saya tidak sudi bahwa saya adalah benih dari Anda, nama saya yang mirip Anda dan wajah saya yang mirip Anda membuat saya jijik. Saya tidak sudi. Saya tidak sudi mengaku Anda sebagai Papa saya.” Altaria berbicara dengan keras karena emosi yang dirasakannya sambil berusaha menahan air mata yang tetap saja mengalir itu.

Helva yang mendengar perkataan Kakaknya menjadi semakin terkejut. Hanya fakta keluarga besar yang sulit menerima Mamanya saja yang diketahuinya selain dari itu Helva tidak tahu sama sekali.

Ya Tuhan. Keluarga yang dikiranya baik-baik saja ternyata hancur di dalamnya.

Altaria mengungkap fakta itu juga setelah menyimpannya selama sepuluh tahun. Meski menyakitkan, meski berat, meski menjijikkan jika mengingat itu, tapi Altaria sudah tidak tahan. Ia sudah tidak kuat dengan kebohongan Altair di dalam rumah ini. Ia juga sudah tidak tahan dengan tekanan batin ini.

Tak terkecuali Altair. Dimulai anak sulungnya itu berbicara seketika itu juga rasa bersalah yang besar dirasakannya, penyesalannya seakan tiada akhir.

Ia bermain gila di luar sana sementara di dalam sini, istrinya menanggung beban dosanya dan anak sulungnya yang menanggung beban mental, bahkan ia jijik karena merupakan bagian dari dirinya.

Altair tidak berani membantah atau memarahi cara Altaria berbicara padanya karena ia memang sangat pantas diperlakukan seperti ini.

Perbuatan bejatnya dulu yang susah payah disembunyikannya tetap diketahui juga hingga Altaria tidak ingin mengakuinya sampai sepuluh tahun lamanya.

Ia jadi sadar ternyata sikap Altaria yang dingin itu semua karena perbuatannya yang tidak terpuji.

Bukan hanya Altaria dan Helva yang menangis, tetapi Altair juga, ia menangis tanpa suara, menangisi kebodohannya.

“Saya.., lebih baik saya tidak pernah tahu seorang Papa. Dari pada saya punya dan justru dibohongi selama lebih dari tiga tahun oleh seseorang yang saya anggap cinta pertama saya, pahlawan saya, pelindung saya, rumah saya. Seseorang yang selama lima belas tahun di hidup saya panggil Papa.” Altaria menatap dengan tegas manik Altair meski air matanya terus turun.

“Kakak..” Helva memanggil Altaria dengan lirih air matanya masih setia mengalir. Mendengar panggilan adiknya, Altaria menoleh dan menatap Helva dengan tanya. “Kita bawa Mama pergi ya? Tinggal sama kita, kita pindah, Kak. Gue mau pindah. Gue nggak kuat, Kak.”

Sontak Altair menolak keras. Ia menggeleng dan menatap keduanya dengan sedih. “Jangan. Jangan tinggalkan Papa.”

Altaria belum selesai bercerita. Ia membawa Helva ke dalam pelukannya lalu lanjut berbicara. “Kenapa kami harus menurutinya? Untuk membuat kami bahkan Mama semakin menderita? Asal Anda tahu, Mama saya, orang yang Anda akui sebagai istri Anda itu punya depresi berat. Mama saya berobat bertahun-tahun untuk mengatasi depresinya dan pada tiga tahun lalu Mama saya berhenti berobat karena sudah sembuh, tetapi.., tetapi satu tahun belakangan ini kembali kambuh. Menurut Anda mengapa bisa kambuh lagi? Apa pemicunya?”

Semakin besar rasa sesaknya. Altair berdosa besar pada istri dan anak-anaknya.

Tangisan Helva tidak berhenti. Satu per satu fakta yang dibukakan Altaria membuatnya merasa sakit hati.

“Ohh saya lupa satu hal.” Dengan sangat dingin ia menatap Altair. Tangannya mengepal kuat. Dengan beban berat di hatinya yang tersimpan selama sepuluh tahun lebih membuatnya merasa sesak.

Meski begitu Altaria tetap berusaha berdiri dengan tegak dan memandang Altair tanpa kehangatan.

“Mama saya kehilangan calon adik saya.” Altaria berkata dengan tergugu dan napas yang berat. “Mama saya keguguran saat itu. Saat dimana Anda sedang tertawa bahagia dan bercumbu mesra dengan selingkuhan Anda. Saat dimana saya berulang kali menghubungi Anda tapi Anda mematikan telpon Anda.” Altaria memukul dadanya. “Mama kehilangan calon anaknya dan saya kehilangan calon adik saya. Dan itu semua karna Anda, bajingan,” desis Altaria sarat akan kemarahan.

“Karena Anda, Mama saya hidupnya menderita. Karna Anda Mama saya kehilangan dirinya sendiri. Perempuan yang Anda akui sebagai istri Anda itu kehilangan suaminya dan kehilangan calon buah hatinya. Karena Anda tidak pernah merasakan kehilangan maka Anda akan merasakannya. Saya akan membawa Mama saya dan Helva lebih jauh lagi dari jangkauan Anda.”

Altaria berbicara dengan kegeramam yang sangat jelas menunjukkan kemarahan, kekecewaan dan kebenciannya pada pria itu.

Jika mengingat itu rasanya hatinya tertusuk ribuan jarum rasanya lebih dari perih karena sudah berdarah dan dibalut berkali-kali dan kembali berdarah lagi, terus seperti itu.

Helva tidak kuat mendengar semua cerita Altaria. Apa saja, apa saja yang sudah terjadi selama ini? Ada berapa banyak rahasia lagi yang digenggam Altaria?

Altair jatuh terduduk di sofa. Tubuhnya bergetar hebat. Ia seorang pendosa besar.

Bersambung..

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hujan dan gue mellow 👀

Belum selesai yaa.. Masih ada lagi dan part 37 terakhir puncaknya.

Published: June, 14th 2021
Revised: June, 8th 2024

Altaria [Completed] || RevisedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang