Tepat enam belas hari Altaria memilih sembunyi karena malu dan kini ia merasa sudah cukup berani untuk muncul. Maka di hari ini yang ada hanyalah Altaria. Banyak yang harus diselesaikannya.
Altaria menatap berita yang baru saja naik ke media.
Andhita benar-benar tidak bisa menahan diri, ia melakukannya tanpa merasa kasihan. Semua kelakuan busuk keluarga Lian dibongkar di media.
Altaria menghela napasnya. Ia merasa kasihan pada Lian walau bagaimana pun mereka masih lah keluarganya, tetapi Altaria tidak bisa diam setelah mereka berani menyentuh Helva.
Diberitakan di media adalah kasus suap yang diterima mereka dalam pembangunan gedung olahraga, kasus penimbunan minyak bumi, kasus perselingkuhan kedua orang tua Lian, kasus rencana pembunuhan dan rencana penculikan yang terjadi pada adiknya namun yang terakhir itu tidak dibuka korbannya di media.
Altaria merasa lega. Pasal berlapis dan Altaria pastikan mereka akan membusuk di penjara.
Mereka sudah sering datang memohon tetapi Andhita tentu saja tidak peduli. Altaria menatap jurnal Andhita yang dibacanya di ponselnya. Perempuan antipati yang bersembunyi dibalik sifat lembutnya.
–––––––
Altaria menatap rumah yang sangat megah di depannya. Ia melangkah masuk setelah pintu dibukakan.
“Nona.”
Altaria mengangguk sekilas pada kepala pelayan rumah tangga itu. “Helva?”
“Nona Helva di kamarnya.”
Tanpa menunggu lama Altaria segera menuju kamar Helva yang berada di lantai tiga. Sebelum masuk ia mengetuk lalu setelah terdengar sahutan dari dalam barulah ia membuka pintu dan melangkah masuk.
“Kakak?”
Altaria menatap Helva yang terlihat jauh lebih baik dalam artian luka-luka di wajah dan tubuhnya sudah mongering. Bahkan beberapa sudah hilang selain itu dapat Altaria lihat kantung matanya yang menghitam dan badannya yang kurus.
“Kenapa Kakak ke sini?”
Altaria mengernyit. “Jenguk lo tentu saja.”
Helva menatap kakaknya sinis. “Baru sekarang? Kemarin-kemarin ke mana saja?”
“Gue ada urusan.”
“Urusan Kakak lebih penting dari pada kesehatan adiknya ya? Harusnya gue tahu Kakak itu lebih sayang sama perusahaan dari pada sama gue.” Helva berkata dengan sinis tak lupa senyuman miringnya.
Altaria mendesah pelan. “Udah makan lo?”
“Bukan urusan Kakak.”
Altaria mendekat ke ranjang Helva lalu duduk di sisi ranjang menatap Helva dengan lekat. “Kenapa lo nggak mau terapi?”
Helva menggeleng. “Gue nggak butuh. Gue nggak kenapa-napa.”
“La, badan lo nunjukkin sebaliknya. Terapi itu untuk kebaikan lo. Seumur hidup lo mau tinggal di kubangan memori menjijikkan itu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Altaria [Completed] || Revised
Chick-LitMenjadi anak sulung dari dua bersaudara yang mana adiknya merupakan seorang perempuan juga membuat Altaria harus mau menjadi pemimpin perusahaan. Namun sebelum ada adiknya, Altaria sendiri sudah belajar keras dan melatih dirinya nanti untuk kelak me...