Hidupnya terlalu dramatis namun tidak membuatnya menjadi lemah justru yang ada ia semakin kuat dan tegar. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri, di sana, di sudut hatinya ada ruang kosong yang berbisik lirih untuk diisi.
"Terima kasih, Nona Altaria. Semoga dengan kerja sama ini tidak hanya mempererat hubungan antar perusahaan tetapi juga antar negara." Perwakilan dari perusahaan luar yang fasih berbahasa Indonesia itu berkata pada Altaria.
Altaria tersenyum sambil membalas jabatan tangannya. "Tentu saja. Itu suatu keharusan. Suatu bentuk kehormatan kita bisa bekerja sama."
Berbincang singkat selama beberapa saat setelahnya kliennya keluar dari ruang rapat yang langsung direspon Altaria dengan mendesah lega. Ia kembali duduk bersandar di kursinya.
"Teh, Nona?"
Altaria menoleh menatap Kendra. Ia menggeleng. "Saya ingin es buah. Bisa tolong pesankan, Ken?"
Kendra tentu menyanggupi permintaan bosnya itu.
Selagi Kendra sibuk dengan ponselnya Altaria memandangi langit lembayung di luar sana. "Ken."
"Ya, Nona?"
"Warna langitnya cantik."
Kendra mengalihkan pandangannya dari ponsel lalu melihat langit. "Ya, Nona. Sangat cantik." Bahkan warna langit itu bisa membuat Kendra mengabaikan ponselnya yang beberapa kali bergetar itu.
"Apa warna itu bisa hadir dalam hidup saya?" Altaria tersenyum sendu sebelum menatap Kendra yang ternyata sudah menatapnya juga.
Kendra perlahan mengulum senyuman kemudian kembali menatap langit sore itu.
"Bukan waktu yang sebentar dalam mengembalikan warna di hidup, Nona. Bahkan mungkin bisa memakan waktu seumur hidup untuk memiliki warna lainnya, tapi tidak masalah. Warna apa pun yang hadir dalam hidup, Nona, entah hitam atau putih atau abu-abu sekali pun tinggal dipoles saja untuk menjadi sesuatu. Mungkin monoton dan membosankan tetapi ketika kita melihat dari sisi yang lain tiga warna membosankan itu akan terlihat menawan. Intinya menerima, Nona, dengan hati dan tulus."
Altaria dibuat tertegun dengan jawaban Kendra itu. Ia merasakan ada suatu detakan yang terasa lain di sudut hatinya. Semakin lama, rasanya Altaria semakin menjadi sensitif dan mudah menangis sehingga untuk mencegahnya ia tersenyum lebar. "Terima kasih, Ken."
"Tentu, Nona." Bertepatan dengan itu ketukan di pintu ruang rapat terdengar yang ternyata membawa pesanan Altaria.
Kendra pun menemani Altaria menikmati es buahnya di situ. Kendra tidak hanya memesan es buah tetapi juga beberapa jenis makanan manis tradisional yang digemari Altaria salah satu contohnya adalah kue lumpur labu.
⭐⭐
Hari-hari Altaria setelah kembali bekerja rasanya sangat membosankan. Setiap hari hanya berputar di kantor.
Dulu Altaria menyenangi itu karena untuk menghilangkan perasaan cemasnya dan menghindari Altair, namun sekarang ia merasa kejenuhan itu.
Ia pun mengerti sekarang, kenapa Ellian tidak ingin berada di posisi ini karena betapa monoton, membosankan dan dingin posisi ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/249975217-288-k908567.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Altaria [Completed] || Revised
ChickLitMenjadi anak sulung dari dua bersaudara yang mana adiknya merupakan seorang perempuan juga membuat Altaria harus mau menjadi pemimpin perusahaan. Namun sebelum ada adiknya, Altaria sendiri sudah belajar keras dan melatih dirinya nanti untuk kelak me...