Ungkapan

458 70 0
                                    

Hari ini adalah hari Minggu, Embun sudah rapi ingin keluar. Saat sudah siap, Embun segera berjalan menuju ruang tamu.

Karena ia, akan izin terlebih dahulu kepada ayahnya. Yang masih sibuk, dengan pekerjaannya.

Saat sudah sampai, Embun menatap Elang cukup lama. Elang, adalah ayah terhebat didunia untuk Embun.

"Selamat pagi sayang, mau kemana kamu?" tanya Elang lembut, saat melihat Embun.

"Aku mau keluar ayah" jawab Embun, dan segera mendekat.

"Kemana?" tanya Elang.

"Keluar sebentar, aku ditemenin Angkasa kok. Dia sebentar lagi, sampai" ucap Embun.

Elang mendongkakan kepalanya, lalu tersenyum hangat untuk putrinya.

"Iya boleh, jika bersama Angkasa"

Embun ikut tersenyum, Embun sudah meminta Angkasa untuk mengantarkannya. Ke suatu tempat, jika tidak bersama Angkasa.

Embun tidak mungkin diizinkan, untuk keluar pagi ini.

"Eh ayah, Embun duluan ya. Angkasa sudah sampai" pamit Embun, lalu segera bersalaman.

Lalu mencium pipi sebelah kiri, ayahnya. Dan segera berjalan menuju, pintu utama.

Ternyata Angkasa sudah siap, dan tidak membuka helmnya. Duduk dimotornya, menunggu kedatangan Embun.

"Yuk" ajak Embun.

Angkasa mengganggukan kepalanya, lalu Embun segera naik ke motor. Dan segera menjalankan, motornya menuju suatu tempat yang Embun inginkan.

¥¥¥

Embun dan Angkasa sudah sampai ditujuan, lalu Embun segera berjalan menuju bundanya.

Embun tersenyum hangat, saat melihat makam bundanya. Dan segera berjalan, untuk lebih dekat.

"Bunda kangen Embun engga?" tanya Embun, dan membelai batu nisan.

Angkasa tersenyum, lalu membantu Embun untuk membersihkan pemakan bundanya.

"Bunda, Embun takut" adunya, menahan tangis.

Angkasa berhenti seketika, lalu terdiam. Dan memandang, wajah cantik Embun yang sudah memerah menahan tangis.

"Embun takut, ayah ninggalin Embun. Embun, engga mau sendiri bunda" ucap Embun gemetar.

"Nangis aja Embun gapapa, engga akan ada yang liat lo kecuali gue." ucap Angkasa pelan.

Embun terisak menutup mulutnya, rasa takutnya membuatnya lemah. Bagaimana jika pahlawannya pergi?

"Apa ayah udah engga bisa, nahan rindunya lagi buat ketemu bunda?" tanya Embun, disela isakannya.

Embun semakin terisak dimakam bundanya, Angkasa segera mendekap Embun dengan kehangatan pelukannya.

Embun semakin terisak didalam pelukan Angkasa, Embun memeluk Angkasa dengan erat.

"G-ue takut Sa" ujar Embun, bergetar.

"Engga, engga akan ada yang bisa. Jauhin lo, sama bokap lo. Engga akan ada yang bisa," jawab Angkasa.

Embun semakin mempererat pelukannya, dan semakin terisak dengan jawaban Angkasa.

Setelah merasa tenang dan lega, Embun segera melepaskan pelukannya. Lalu kembali, menatap makam bundanya.

Embun mencium batu nisannya cukup lama, lalu tersenyum dengan hangat.

"Bunda, Embun ingin bertemu bunda" ujar Embun bergetar.

"Datang kemimpi Embun ya bun."

Embun menghapus air matanya, yang terus saja menetes. Dan kembali, tersenyum hangat.

"Datang kemimpi Embun bunda" ucapnya lagi.

"Udah Embun, bunda pasti datang kemimpi lo. Jangan sedih lagi," ucap Angkasa.

"Jangan nangis, jadi Embun yang kuat dan tangguh lagi" lanjut Angkasa.

Entah mengapa, saat melihat Embun menangis seperti tadi. Hatinya sakit, ada dengan dirinya?

Rasanya amarahnya memuncak, saat Embun disakiti. Walaupun dia tau, Embun bisa sendiri. Tanpa pertolongannya.

TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman🧡

Luka_10

After EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang