"Ahh! Omah!" teriak Embun, dengan mencengkeram tangan Elice dengan kuat.
"Ayo Bu, sebentar lagi."
"Jantung pasien, melemah dokter.." ujar salah satu, suster membuat Elice menatap sang dokter.
"O-mah,"
Elice kembali menatap cucunya, melihat wajah kesakitan Embun. Matanya yang sembab, Karena menangis kesakitan.
"Be-ntar lagi sayang," ujar Elice menenangkan.
"Sa-kit."
"AHH!" teriak Embun, dengan sekuat tenaga yang masih ia miliki.
Tiba-tiba dokter memegang seorang bayi laki-laki, Elice tersenyum dengan haru. Dan, menatap anak cucunya itu.
"Dokter! Pasien sudah tidak, sadarkan diri" ujar seorang suster, membuat Elice seketika melemas.
"Maaf Bu, ibu harus segera keluar" ujar seorang suster.
Elice mundur keluar ruangan, dengan kaki yang berat ia langkahkan. Air matanya sudah turun, namun segera ia hapus.
Ia memegang pintu, dan membukanya secara perlahan. Semua, orang segera berdiri melihat kedatangan Elice.
"Bagaimana, keadaan Embun dan bayinya?" tanya Cantika, dan segera mendekat kearah Elice.
"Alhamdulillah, bayinya sehat. Laki-laki," jawab Elice.
Semuanya mengucapkan syukur, beberapa kali. Dan, merasa hatinya sudah lega. Cantika, tersenyum dengan kebahagiaannya.
"Bagaimana, dengan keadaan Embun? Dia baik-baik saja kan?" tanya Argan, membuat Elice menatapnya.
Semua orang menatap Elice, dengan penasaran. Namun, ia menatap semua orang silih berganti.
"Baik-baik ajakan?" tanya Cantika, yang sudah mulai khawatir.
"Em-bun tidak sadarkan diri, dokter sedang memeriksanya" jawab Elice, dengan terbata-bata.
Air matanya sudah sulit ia bendung lagi, seketika tubuh Cantika melemas dengan apa yang dikatakan oleh Elice.
"D-ia, akan baik-baik aja"
¥¥¥
Argan sedang berada disebuah ruangan, Embun masih terlelap dengan mimpinya. Dokter bilang, ia akan baik-baik saja. Dan, akan sadar sebentar lagi.
Argan menggendong, cucu pertamanya. Dan tersenyum, dengan lembut. Argan, segera melantunkan adzan didekat telinga cucunya.
Air matanya menetes, mengingat bahwa seharusnya Angkasa yang melakukannya. Namun, ia masih tidak juga sadarkan diri.
Embun membuka matanya perlahan, dan menatap kearah Argan yang sedang melantunkan adzan untuk putranya.
Embun meneteskan air matanya, ia merindukan Angkasa.
Saat sudah melantunkan adzan, Argan mencium pipi cucunya.
"Pa-pi,"
Argan segera menatap Embun, lalu kembali menidurkan cucunya disamping ibunya.
"A-ku, mau ketemu Angkasa." pintanya, dengan terbata-bata.
Argan menatap Embun lebih dekat, dan mengelus rambut Embun dengan lembut. Dan tersenyum, dengan tulus.
"Om, kak! Kak Angkasa, udah sadar!" ujar Farrel, membuat Embun dan Argan menatapnya.
¥¥¥
Semua orang, sedang berada diruangan Angkasa. Embun, yang duduk dikursi roda dengan memangku putranya.
Angkasa menatap semua orang, silih berganti. Semua orang tersenyum dengan lembut, termasuk Embun.
Farrel mendorong kursi roda Embun, agar lebih dekat dengan Angkasa.
"Sa, ini aku Embun istri kamu. Dan ini, anak kita" ucap Embun.
"Istri?" tanyanya, dengan bingung.
"I-ya, aku istri kamu. Lihat, dia papi, dia omah. Ini Farrel" tunjuk Embun.
"Ka-lian siapa? Aku engga kenal siapa kalian."
Seketika semuanya terdiam, dengan ucapan Angkasa. Senyum, semua orang luntur seketika.
TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡Luka_10
KAMU SEDANG MEMBACA
After Embun
Teen FictionBIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA REVISI DILAKUKAN SETELAH CERITA SELESAI diusahakan untuk membaca cerita Embun terlebih dahulu. Agar tau, alur ceritanya bagaimana. Agar, tidak salah paham. Embun Ravandra Praciska, memang bukanlah bagian keluarga Rava...