Elgara Ravandra Darmawangsa

361 65 11
                                    

Embun terdiam dengan apa yang ditanyakan oleh suaminya, laku sedikit melepaskan genggamannya ditangan Angkasa.

Embun membalikan badannya, dan menatap satu persatu diantara mereka. Tiba-tiba, air matanya menetes.

"Ka-mu lupa sama aku?" tanya Embun, menahan isakannya.

Angkasa hanya bisa menatap lurus mata Embun, dengan sesekali menatap semua orang.

Argan menatap Angakasa, dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Mengapa Semua menjadi seperti ini?

"Ya engga lah! Ya, kali aku lupa sama istri aku!" ujar Angakasa girang, dengan diakahiri tawa renyahnya.

Wajah Embun berubah menjadi datar, dan segera memukul tangan suaminya dengan keras.

"Aww.. sayang, aku baru sadar dari koma beberapa jam yang lalu. Masa udah KDRT ajasih?"

"Awas kamu Angakasa! Papi, hukum kamu!" peringat Argan, dengan wajah yang memerah menahan amarahnya.

Semua orang menatap Angkasa dengan malas, termasuk Embun. Angkasa tersenyum tipis, dan menatap putranya yang sedang tertidur.

"Anak, Dady ganteng banget sih" ujarnya, membuat semua orang menatapnya.

"Kamu udah kasih nama?" tanya Angkasa, kepada istrinya.

Embun menggelengkan kepalanya perlahan, "belum." jawabnya.

"Elgara Ravandra Darmawangsa," ujar Angaksa pelan.

"Gimana?"

Embun mengganggukan kepalanya, dan air mata yang sudah menetes dipelupuk mata indahnya.

"Bagus," jawabnya bergetar.

Semua orang tersenyum melihat, keluarga kecil itu. Cantika, menghapus air matanya perlahan.

Angakasa mengulurkan tangannya, dan menghapus air mata istrinya dengan lembut.

"Jangan nangis, kamu udah terus-menerus buang air mata kamu cuma karena aku."

"Kamu hebat, kamu seorang istri dan momy yang hebat" ujar Angakasa, membuat Embun tersenyum.

¥¥¥

3 bulan kemudian...

Embun dan Angkasa yang berada dikursi roda, sedang menuju pemakaman Aurora. Embun yang, mendorong kursi roda suaminya.

Saat sudah sampai, Embun membersihkan makam Aurora. Lalu mengelus, batu nisan yang bertuliskan nama Aurora Jalmov.

"Maafin gue kak, gue engga tau perasaan lo."

"Maafin gue, karena engga bisa bales perasaan lo" ujar Angkasa.

"Makasih, karena lo. Udah nyelamatin, gue." ucapnya bergetar.

Angkasa menghapus air matanya perlahan, dan menghembuskan nafasnya yang terasa berat.

"G-ue sayang sama lo. Kenapa lo pergi sendirian?" tanya Embun.

"Lo mau bunuh gue, dengan nahan rindu?" tanyanya lagi.

"Lo tega kak?"

Angakasa dengan keras berulang-ulang memukul, kepalanya. Embun segera beranjak, dan menahan tangan suaminya agar tidak terus menerus memukul kepalanya.

"Sa, u-dah jangan gitu."

"Aku bego! Aku bego! Gara-gara akau, kak Aurora ninggalin kita!" teriaknya, dan terus memberontak.

Dengan keras Angkasa, terus saja memukul kepalanya. Membuat, istrinya kesulitan untuk menahan tangannya.

"Angakasa! Berhenti!" teriak Embun, membuat suaminya menatapnya.

"Ini bukan tentang siapa, yang bodoh! Ini tentang siapa, yang rela berkorban!" ucapnya, dengan nada tinggi.

"Kak Aurora, pasti nyesel mengorbankan nyawanya. Cuma buat orang, bodoh! Yang meneriaki diri dia sendiri bodoh!" lanjutnya, dengan nafas tersengal-sengal.

Angkasa terdiam, dan memeluk kaki istrinya. Embun menatap kedepan, dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.

"Ja-ngan kayak gitu lagi ya, aku engga suka." larang Embun, dengan memegang kedua pipi suaminya.

Angkasa mengganggukan kepalanya, dan memeluk istrinya dengan hangat. Kerinduan, yang membuat mereka tersiksa.

TBC
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan jejak teman 🧡

Daring dulu, baru baca Wattpad ya manis!

Aku udah jadi ounty ni gaes😭

Luka_10

After EmbunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang